Rei memeriksa kesepuluh soal yang ia berikan kepada Riku dengan seksama tapi kemudian ia tampak agak terkejut untuk sesaat dan mengalihkan perhatiannya kepada Riku yang duduk di sampingnya.
"Hm... Riku?..."
"Iya papa?"
Reyna, Mikha dan Daniel melihat Rei menatap Riku dengan tatapan yang sulit di artikan. Entah hal apa yang sudah membuat Rei bersikap aneh seperti itu.
"Papa? Apa ada yang salah?"
"Gak Riku, gak ada yang salah. Jawaban kamu unik dan justru karena hal ini papa harus bicarain hal ini sama mama nanti."
"Ada apa Rei?"
"Eh? Kamu udah bangun Aileen?"
"Aku baru bangun waktu kamu bilang kalau kamu mau bicarain sesuatu sama aku. Ada apa?"
Rei menimbang-nimbang untuk mendiskusikan hal ini langsung namun tempat ini terlalu ramai dan lagi ia tidak mau kemampuan Riku di ketahui oleh orang lain. Tiba-tiba sebuah ide jahil memasuki otaknya.
"Gak apa-apa Aileen tadi Riku bilang kalau dia berhasil ngisi semua soal yang udah aku buat dia pingin adik sebagai hadiah dari aku~"
"Eh?!!"
Wajah Aileen otomatis langsung memerah. Reyna dan Mikha berusaha menahan tawa mereka melihat ekspresi langka Aileen yang tidak pernah dia perlihatkan selain kepada Rendi. Daniel hanya geleng-geleng kepala melihat kejahilan Rei, laki-laki itu selalu saja punya cara untuk menjahili siapapun termasuk Aileen.
"Iya mama liku pingin punya adik!! Papa bilang aku betul semua jadi boleh kan Mama?"
Aileen melirik ke arah Rei yang terlihat menahan tawanya, ia meruntuki Rei yang sudah menjanjikan sesuatu pada anaknya. Yang jadi masalah ingatan anak laki-lakinya yang paling muda ini sangat kuat. Dia akan terus bertanya kepadanya nanti!!
"Um... mungkin nanti kalau Riku udah sedikit lebih besar lagi dari sekarang."
"Eh~ kapan~"
"Um... nanti tapi yang pasti bukan sekarang."
"Eh~ tapi jangan lupa lho mama."
Aileen hanya tertawa paksa mendengar perkataan anaknya, mana mungkin dia lupa dengan permintaan polos Riku yang satu ini? Hal ini mungkin satu-satunya hal yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya. Merekapun memesan makanan dan makan bersama kecuali Aileen yang tidak bisa makan sendiri karena tubuhnya yang masih lemas dan di suapi oleh Rei sementara Rei makan setelah ia selesai menyuapi Aileen. Reyna tentu semakin curiga kalau sesuatu memang baru saja terjadi pada Aileen apalagi Aileen tidak mungkin membiarkan Rei menyuapinya seperti sekarang mengingat Aileen tidak suka merepotkan orang apalagi Rei baru kenal dengannya kurang dari dua minggu. Tapi tentu dia tidak bisa bertanya apa yang sebenarnya terjadi di hadapan ketiga anak Aileen.
Setelah mereka semua selesai makan Rei membiarkan Aileen untuk berjalan sendirian karena Rei menggendong Riku yang sudah mulai mengantuk.
"Kita harus makan bareng lagi lain kali."
Perkataan Reyna di balas anggukan setuju oleh Mikha yang berdiri di samping Daniel. Mereka sedang berjalan menuju parkiran, Melody dan Melisa tampak bernyanyi saling bergantian sambil berjalan. Duet dadakan kedua anak itu membuat beberapa orang tersenyum mendengar suara imut mereka. Mikha tertawa kecil melihat aksi keduanya sebelum kemudian melirik Rei yang tampak menggendong Riku dengan Aileen yang berjalan sambil memegang lengan kiri Rei.
"Rei kita nitip Aileen sama anak-anak. Kalau terjadi apa-apa sama mereka awas lho."
Perkataan Mikha yang terdengar seperti candaan itu entah mengapa terdengar seperti ancaman di telinga Rei dan Daniel membuat keduanya agak merinding tapi tentu hal itu tidak di gubris oleh keduanya dan Rei hanya mengangguk sebagai jawaban. Tidak lama kemudian mereka sampai di tempat parkir dan menghampiri mobilnya bersama kedua anak kembar yang mengikutinya dari belakang setelahnya sambil berpamitan kearah mereka bertiga.
"Dadah bibi Mikha dadah bibi Reyna dadah om Daniel~"
Daniel yang agak kaget mendengar kedua anak itu memanggil namanya tersenyum dan mengusap kepala mereka.
"Sampai nanti."
Kedua anak itupun masuk lewat pintu belakang setelah Rei membukakan pintunya dan menutup sendiri pintunya.
"Papa ngantuk~"
Keluhan Riku yang ada dalam gendogannya di balas senyuman oleh Rei.
"Iya-iya ayo pulang"
Ketiganya melihat Rei membukakan pintu untuk Aileen dan menuntunnya untuk masuk kedalam mobil sementara ia duduk di kursi pengemudi dengan Riku yang ia dudukkan di pangkuannya dan menjalankan mobilnya.
"Papa sama mama mau nginep di rumah?"
Tanya Riku yang membuat Rei menggeleng.
"Gak, papa mau bawa mama ke dokter"
"Rei..."
Rei yang merasakan tatapan menusuk Aileen padanya malah tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa.
"Aileen kamu lagi sakit cuma sebentar kok."
Aileen tahu Rei benar apalagi ada kemungkinan ia menghirup gas beracun tadi. Ia bahkan masih lemas sampai sekarang. Tapi apa harus ia di bawa ke dokter?
"Kamu tahu aku benci tempat itu kan?"
Rei tentu tahu Aileen benci rumah sakit dan ia tidak berniat untuk membawa Aileen ke sana namun markas utama. Tapi karena wajah Aileen yang sedang marah lucu baginya dia memilih untuk tidak mengatakannya.
"Iya tahu tapi kamu harus, lagian kamu juga harus lepas jahitan kan?"
Aileen tahu Rei benar. Dia tidak bisa melepas benangnya sendiri karena posisi lukanya yang ada di leher. Dan lagi dia tidak bisa mengambil resiko untuk mengenai berbagai macam syaraf yang ada di lehernya. Pada akhirnya dia merengut dan menggerutu.
"Ughh aku benci kamu. Kamu nyebelin!"
Perkataan Aileen membuat Rei yang sedang menyetir di sebelahnya tertawa kecil.
"Aku juga menyayangimu Aileen~"
Interaksi unik di antara kedua orang tua mereka membuat dua anak kembar yang duduk di kursi belakang tertawa kecil.
"Papa sama mama lucu!"
Ujar mereka bersamaan, Riku yang berada di pangkuan Rei mengangguk setuju sambil menatap Rei dan Aileen.
"Iya lucu!!"
Rei tertawa mendengar pendapat mereka dan si kembar mulai bernyanyi kembali di sepanjang perjalanan mereka. Sesampainya di depan rumah Aileen seorang anak laki-laki tampak sudah berdiri di depan rumahnya yang ia tahu adalah Kinan. Kinan melemparkan tatapan tajam kepada Rei yang keluar sambil menggendong Riku dan membukakan pintu belakang untuk kedua adiknya yang lain. Kedua anak kembar itu langsung berlari menghampiri Kinan sambil membawa tas mereka. Dari tatapan tajamnya ia tahu Kinan memang marah kepadanya.
"Kakak!!"
Ekspresi Kinan tampak melembut saat melihat kedua adik perempuannya berlari ke arahnya. Iapun mengusap kepala mereka dan berkata.
"Gimana pertemuan orang tuanya?"
Tanya Kinan sambil tersenyum kepada kedua adiknya.
"Asik!!"
Ujar keduanya bersamaan membuat Kinan tertawa kecil melihat kelakuan kedua adiknya.
"Kalau gitu kalian masuk kedalem sekarang, nanti ceritain ke kakak ya?"
Kedua anak perempuan itu mengangguk dan langsung berlari masuk ke dalam rumah mereka sementara Riku tampak baru turun dari gendongan Rei menatap Rei dengan wajah yang tampak agak sedih.
"Papa kapan kita bisa ketemu lagi?"
Rei tidak tahu kapan ia bisa bertemu dengan Riku lagi. Mahesa masih berkeliaran, Harry masih belum bisa di interogasi, dan Aileen yang harus di bawa ke markas utama. Terlalu banyak hal yang harus dia lakukan tapi dia juga ingin lebih dekat dengan Riku. Anak itu mengingatkan dirinya kepada dirinya sendiri.
"Papa gak bisa janji kapan tapi kita pasti bakalan ketemu lagi. Lagian papa masih punya janji sama Riku kan?"
Riku tersenyum kepada Rei dan mengangguk sebelum kemudian masuk kedalam rumah. Pandangan Rei pun beralih kepada Kinan yang tampak kembali menatapnya dengan tatapan tajam.
"Ayah..."
Ia tidak percaya orang yang beberapa waktu lalu datang menjemput dan mengantar ibunya kembali itu adalah Ayahnya. Kenapa juga ibunya berusaha untuk menyembunyikannya? Rei menatap mata Kinan yang tampak memberikan ekspresi kesal di wajahnya. Ia tidak bisa memberikan kebohongan kepada anak itu, dia sepertinya menjadi dewasa lebih cepat dari pada waktunya karena sering di tinggal oleh Aileen untuk menjaga adik-adiknya. Beban seberat itu dia tanggung sendiri. Tidak aneh dia kesal kepadanya yang tidak pernah muncul di depan mereka selama ini untuk membantu Aileen. Iapun tersenyum dan berkata.
"Makasih udah ngejaga Aileen selama aku gak ada. Seandainya bisa aku mau kita bicara berdua tapi ini bukan saatnya."
Kinan tidak tahu harus berkata apa kepada laki-laki di hadapannya ini. Dia tidak pernah ada di sisi ibunya saat ibunya membutuhkannya. Kemana dia selama empat tahun ini? Kenapa dia baru muncul sekarang?
"Di mana ibu?"
"Aileen kurang sehat. Aku mau bawa dia ke rumah sakit sekarang."
Kinan menggertakkan giginya, ibunya memang sudah sering sakit-sakitan selama empat tahun belakangan ini apa dia tahu? Tentu tidak. Ibunya tidak mungkin mengatakan apa-apa pada ayahnya dan alasannya mudah ibunya terlalu mencintai ayahnya.
"Kamu pasti bingung karena Ayah yang gak pernah ada di kehidupan kalian tiba-tiba muncul begitu aja seperti sekarang."
"Itu udah jelas kan? Kemana aja ayah selama ini?!! Aku kira hari itu ayah udah..."
Rei tersenyum kecut mendengar perkataan Kinan. Jelas dia marah. Dia sangat menyayangi Aileen. Itu tidak aneh, sangat sulit untuk tidak menyayangi Aileen. Ia mengagumi perempuan itu yang masih bisa bekerja, menempuh pendidikan, sambil membesarkan anak-anak angkatnya dengan baik.
"Ayah tahu kamu marah sama ayah. Dan ayah gak akan minta kamu buat maafin ayah karena ayah emang salah. Tapi ayah ngelakuin semua ini bukan karena keinginan ayah."
Kinan penasaran. Ia ingin tahu pekerjaan macam apa yang sudah membuat ayahnya sesibuk itu.
"Sebenarnya apa pekerjaan ayah sampai ayah gak bisa pulang? Apa ayah tahu seberapa sering ibu nangis gara-gara mikirin ayah? Kemana aja ayah selama ini?!!"
Mengetahui kalau ia menyakiti Aileen sampai sejauh itu Rei merasakan dadanya kembali terasa sakit. Tapi dia harus menerima semua kesalahannya. Ia tidak boleh lari lagi. Iapun menatap Kinan dengan tatapan serius.
"Kinan ayah bekerja sebagai programer, anggota intel, juga peneliti dan pengembang teknologi juga senjata militer. Musuh ayah banyak jadi ayah harus pergi kalau gak ibu kalian bisa-bisa diincar begitu juga kalian."
Penjelasan Rei tentu membuat Kinan kaget Pantas ayahnya tidak pernah ada di samping ibunya selama ini. Dia berusaha untuk melindungi ibunya dengan cara menjaga jarak darinya ibunya juga tidak mungkin memberitahukan pekerjaan ayahnya pada mereka karena mereka bisa di incar. Ia melihat ayahnya berbalik dan tampak berjalan ke arah mobilnya.
"Ayah pergi dulu. Jaga adik-adik kamu baik-baik. Kita bicarain semuanya nanti"
Melihat ayahnya tampak ingin cepat-cepat menghampiri ibunya ia tahu ayahnya menyayangi ibunya. Dia tidak berbohong. Dia menyayangi ibunya.
"Jaga ibu ayah."
Rei terdiam sebentar mendengar perkataan Kinan sebelum kemudian mengangguk dan masuk kedalam mobil. Ia melirik Aileen yang masih tampak tidur di sampingnya sekilas sebelum kemudian menjalankan kembali mobilnya menuju markas utama.