Chapter 4 [part 5]
Julio sangat terkejut ketika ia tahu yang membuat novel itu adalah...
"Hayo!"
Julio dikejutkan oleh Selvia yang tiba-tiba datang, bukunya pun terjatuh. Julio yang sempat menoleh ke arah Selvia membuat Selvia terkejut karena ada air mata yang menggenang di matanya.
"J-Julio, kamu menangis? Kenapa?"
"Yah... entahlah, setelah membaca beberapa halaman dari novel ini, entah kenapa aku tiba-tiba menangis." kata Julio sambil menmgambil novel yang terjatuh tadi.
Selvia mematung melihat novel itu, ia mengenali sampul novel yang Julio pegang. Tiba-tiba Selvia merasa takut dan gelisah saat melihat novel itu, ia ingin merebutnya, tapi terlalu gelisah untuk merebutnya. Selvia hanya bisa menunduk dan mematung.
"Selvia..."
Ia mendengar namanya di panggil, namun ia tidak berani untuk menaikan pandangannya, ia terlalu takut.
"Ini novel karya mu kan?" tanya Julio.
Selvia hanya bisa mengangguk pelan, ia masih tidak berani untuk menaikan pandangannya.
"Hey, jangan malu begitu... karya mu ini cukup bagus. Meskipun aku baru baca beberapa halaman." kata Julio, yang mencoba menghibur Selvia.
Selvia merasa sedikit senang, namun rasa takut dan gelisahnya masih ada. Selvia memberanikan dirinya untuk tidak terus menunduk.
"B-Begitu ya."
"Ya... mungkin aku akan membawa novel ini pulang dan lanjut membacanya di rumah."
"T-Terima kasih sudah mau baca."
Julio hanya tersenyum tipis melihat Selvia yang biasanya ceria kini berubah menjadi Selvia yang malu-malu.
"Hayoo! Sedang apa kalian!" kata Bella yang tiba-tiba muncul.
"Ah... tidak, hanya membicarakan tentang novel ini." kata Julio, sambil menunjukan Novelnya.
"Ah, novel itu, ceritanya memang sangat bagus bahkan Aku saja sampai menangis membacanya, andaikan saja Aku bisa bertemu dengan pengarangnya..." kata Bella dengan mata yang berbinar-binar.
Julio hanya menatap Bella dan Selvia terus menutupi wajahnya dengan tanganya karena mendengar pujian untuk novelnya.
"Hei... kau sudah tahu wajah sang pengarang?" tanya Julio.
"Umm... belum." jawab Bella.
"Kalau begitu biar aku tunjukan..."
Julio pun berpindah kebelakang Selvia dan menyingkirkan tangan Selvia dari wajahnya. Bella semakin bingung dengan apa yang di lakukan Julio.
"Sekarang kau tahu kan bagaimana wajah sang pengarang?" tanya Julio.
"A-Apa maksudmu?"
"Dialah pengarangnya."
"Heh!? B-bohong."
"Jika tidak percaya, tanya saja sendiri."
"Apa itu benar!? Selvia?"
Selvia hanya mengangguk kecil, Bella merasa sangat senang bertemu penulis yang ia kagumi, Bella langsung memeluk dan memegang tangan Selvia dengan mata yang berkilauan, sejuta pujian pun di lontarkan untuk Selvia, ia benar-benar sangat senang ketika tahu bahwa penulis yang ia kagumi ternyata dekat dengannya.
"Aku benar-benar tidak percaya ternyata penulis yang aku kagumi berada di dekat ku! Hei… bagaimana bisa kamu menulis novel yang begitu hebat!?" tanya Bella yang sangat gembira.
"Umm... ya itu..."
Selvia nampak ragu menjawabnya,ia pun terpaksa menambahkan beberapa kebohongan tentang bagaimana ia menulis novel itu.
"A-Aku hanya mengambil dari beberapa orang di dekatku, hanya itu."
"Hanya itu? Tapi kenapa… kenapa novelnya sangat mengagumkan!"
Bella sudah kehilangan kendali karena terlalu merasa senang.
"Tapi... darimana kamu tahu kalau aku adalah penulis novel itu?" tanya Selvia, sambil menoleh ke Julio
"Hmm... aku melihat nama penulisnya dan namanya sama denganmu dan membuatku lebih yakin adalah ketika kau melihat novel ini." jawab Julio.
"B-Begitu ya."
Selvia pun tersenyum, sepertinya rasa gelisah nya sudah lenyap, ia pun bersikap seperti biasa lagi. Julio melihat jam di ponsel nya, jam menunjukan pukul 16.29 sudah waktunya eskul untuk menyudahi kegiatannya.
***
"Hei, Selvia mau pulang bersamaku? Aku mohon, pulang lah bersama ku!" kata Bella, yang memohon.
"Eh!? Tapi kan rumah kita berbeda arah."
"Tidak apa-apa, aku ingin mengunjungi rumahmu."
"Heeeeee! Tidak bisa!... A-Aku masih ada urusan jadi aku pulang duluan ya... daah~"
Selvia pun berlari meninggalkan mereka, terlihat raut wajah kecewa pada Bella. Lily yang merasa jengkel dengan hal tadi hanya bisa menggerutu sendiri.
"Apa-apaan itu, beraninya membuat Bella memohon seperti itu." ucap Lily, yang merasa jengkel.
"Yah wajar saja, karena Bella baru saja bertemu penulis yang ia kagumi." kata Julio yang menyahut ucapan Lily.
"Jadi dia penulis ya.... Eh!? Siapa yang bertanya padamu bodoh!" kata Lily, yang kesal ketika tahu yang menyahut ucapannya adalah Julio.
"Hei, aku sudah berbaik hati loh... jika aku tidak beritahu kau, bisa-bisa Bella mu itu di rebut oleh Selvia loh." kata Julio, yang berbisik di belakang telinga Lily.
Lily pun merasa gelisah, karena takut Bella di rebut darinya. Ia takut kalau dirinya dan Bella tidak bisa bersama lagi. Lily pun langsung menendang kaki Julio
"Jangan berkata yang tidak-tidak bodoh!"
"Hei sakit!"
Jessica dan Herry hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka yang tidak pernah akur. Sophie pun mendekati Bella.
"Bella, bukanya kamu meninggalkan tas mu di kelas?" tanya Sophie, yang mengingatkan Bella.
"Ah iya... kalian semua pulanglah duluan, aku akan mengambil tasku dulu." kata Bella lalu berjalan menuju kelasnya.
Jessica dan Herry pun pergi menuruni tangga, saat Julio ingin mengikuti mereka, ia melihat buku Bella masih tertinggal di ruang eskul.
"Hei, bukannya itu milik Bella?" tanya Julio, sambil menunjuk buku-buku yang ada di meja.
"Ah iya... ceroboh sekali dia sebagai ketua OSIS, biar aku yang mengembalikannya." kata Sophie.
"Tidak usah, biar aku saja. Sini kuncinya biar sekalian aku yang mengunci ruangan ini." kata Julio.
Sophie pun memberikan kunci ruang eskul kepada Julio.
"Kalau sudah, berikan kuncinya kepada Bella ya." kata Sophie, lalu menuruni tangga.
Julio mengambil buku-buku itu dan mengunci ruanganya, lalu ia menuruni tangga dan berjalan menuju kelas Bella. Saat di lorong kelas 12… terdengar suara isak tangis yang begitu jelas terdengar, suasana sore hari dan suara isak tangis itu membuat Julio sedikit merinding. Suasana sekolah pun menjadi menyeramkan.
"Sialan, suara siapa itu? Bikin takut saja." kata Julio, yang menghentikan langkahnya.
Ia pun melanjutkan langkahnya perlahan, semakin dekat dengan kelas Bella, semakin terdengar jelas suara isak tangis itu. Julio pun menduga sesuatu.
"Suara ini... Jangan-jangan!"
Julio pun berlari dan sampai di depan kelas Bella. Ia pun membuka perlahan pintu kelas itu, ia mengintip sedikit. Detak jantung Julio semakin berdebar dan ia berharap semoga dugaanya itu benar.
"Bella!?"
Dan ternyata dugaanya pun benar. Bella sedang menangis sambil menatap mejanya. Julio pun mendekati Bella dan terlihat sobekan dari tas milik Bella. Tas Bella sudah tidak berbentuk, bukunya berserakan di mejanya, bukunya basah seperti sehabis di siram. Julio yang melihat itu merasa sangat marah, ia pun menunduk dan mengepalkan tangannya.
"Ini... sudah keterlaluan." kata Julio.
Suara Julio terdengar oleh Bella, ia pun menoleh perlahan ke belakangnya dan ia melihat Julio yang sedang menunduk. Ia pun mengusao air matanya dan berusaha untuk tersenyum.
"J-Julio? Kenapa kamu ada disini?" kata Bella sambil memaksakan untuk tersenyum.
"Apa ini selalu terjadi?" tanya Julio.
"Ah ini... tidak apa-apa... aku bisa mengatasinya." kata Bella, sambil tersenyum.
"Apanya yang tidak apa-apa! Jangan memasang senyum palsu mu itu! Aku tahu kau menderita dengan ini... jangan mencoba menyangkal hal itu!" bentak Julio.
"J-Julio sungguh aku tidak apa-apa."
"Berisik! Walaupun kau memasang senyum manismu itu... bukan berarti kau bisa menutupi masalah mu ini! Hentikan itu!"
Air mata Bella pun perlahan mengalir kembali, ia mencoba menghapusnya, namun ia sudah tidak tahan lagi. Julio pun memeluknya. Tangis Bella pun semakin keras, ia seperti ingin memberi tahu rasa sakit yang ia rasakan kepada Julio dan Julio pun memahaminya. Julio mencoba menenangkannya dengan memeluknya.
"Aku tahu masalahmu, Aku tahu penderitaan yang kau rasakan. Aku selama ini tahu apa yang mereka lakukan padamu, meskipun kau selalu tersenyum manis kepada para siswa dan siswi di sekolah ini, bukan berarti kamu bisa menutupi masalahmu dari mereka. Kamu tidak sendiri Bella."
Julio mengubah panggilannya kepada Bella agar Bella bisa menjadi lebih tenang. Isak tangis Bella perlahan mulai reda.
"Maaf... hiks... A-Aku hanya tidak mau teman-teman ku ikut terkena masalah ini... Aku tidak mau hal itu terjadi."
Alasan yang sama, saat Bella memberitahu Sophie tentang masalahnya, ia memberitahu Julio dengan alasan yang sama. Bella masih memeluk Julio, pelukannya semakin erat, ia sangat takut apa yang akan terjadi esok, lusa, atau kehidupannya di sekolah nanti.
"Aku mengerti… lalu surat apa itu?" tanya Julio yang melihat sebuah surat di atas meja
Bella pun melepaskan pelukannya dan menoleh ke wajah Julio.
"Mereka ingin aku menemui mereka besok, saat istirahat ke 2. Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat takut. A-Ak—."
"Sst-. Temui saja mereka, biar aku yang mengurusnya nanti... Aku... Akan mengakhiri semua ini." kata Julio, sambil menaruh jarinya di depan mulut Bella.
Mendengar perkataan Julio, ia merasa sedikit tenang, meskipun ia masih merasa takut.
"K-Kamu yakin? nanti kamu-."
Julio pun tersenyum.
"Tenang saja. Sekarang kita bereskan saja ini lalu pulang." kata Julio.
Julio pun membereskan kekacauan yang ada di meja Bella. Setelah membereskan semuanya, Julio dan Bella pun menuruni tangga.
***
Di depan gerbang sekolah, Bella sedang menunggu jemputannya dan Julio pun menemaninya sampai jemputannya datang.
"Julio, kenapa kamu tidak pulang duluan saja?"
"Tidak, Aku hanya merasa khawatir denganmu." kata Julio yang teringat kembali kekacauan di kelas Bella.
Wajah Bella pun memerah dan ia pun merasa senang karena ada yang mengkhawatirkannya.
"Julio."
Julio pun menoleh kepada Bella.Tanpa di duga, Bella langsung memeluk Julio dengan sangat erat.
"Terima kasih, karena mu Aku merasa lebih tenang. Terima kasih."
Julio hanya tersenyum tipis dan mengelus kepala Bella. Bella pun melepaskan pelukannya dan tersenyum manis kepada Julio. Tak lama, mobil yang menjeput Bella pun datang. Saat memasuk Mobil, Bella membuka kaca mobilnya.
"Julio, apa kamu yakin untuk besok?"
"Yah, tenang saja... jangan terlalu di fikirkan, biar aku yang mengurus ini."
Bella pun tersenyum.
"Ya... Aku percaya padamu."
Bella pun menutup kaca mobilnya dan pergi meninggalkan Julio seorang diri. Ponsel Julio pun berbunyi ia pun mengangkat teleponya.
"Halo?"
"Kakak! Kapan kakak akan pulang!? Aku melihat kak Herry sudah pulang! Cepat pulang sekarang!"
Dengan suara yang nyaring, Chelsea memarahi Julio yang pulang terlambat.
"Iya, sebentar lagi aku akan pulang." kata Julio lalu menutup teleponnya. Julio pun berjalan pulang sambil terus memikirkan untuk hari esok.
Sementara di mobil. Bella terus tersenyum dan teringat kalau Julio telah memeluknya, ia pun menyentuh dadanya yang berdebar sangat kencang.
"Nona, apa yang barusan itu teman anda?" tanya sang sopir
"Eh!? ti-tidak dia bukan pacarku!" kata Bella, yang salah mendengar perkataan sang sopir.
"Tapi, nona. Barusan saya bilang teman anda, bukan kekasih anda." kata Sang sopir.
Wajah Bella pun memerah, ia pun menutupi wajahnya dengan tangannya. Ia sangat malu karena berkata seperti itu.
"Ah, jadi Nona menyukai pemuda itu ya?"
"T-Tidak kok. Aku tidak me-menyukainya."
"Jangan malu begitu. Jika anda menyukai seorang laki-laki, itu wajar bagi anda yang sudah memasuk masa remaja."
"B-Begitu ya."
Bella pun menyentuh dada nya kembali. Ia merasa tidak karuan, ia selalu saja kembali teringat dimana Julio memeluknya dan saat teringat itu, detak jantungnya semakin cepat.
"Perasaan aneh apa ini?"
To be continue.
==========================