Chapter 5 [part 5]
Pagi hari tiba, Julio pun membuka matanya, ia mendapati Chelsea yang sedang tertidur di sampingnya, ia menoleh ke samping satunya dan melihat tirai warna abu-abu. Julio mencoba membangunkan tubuhnya, ia terlihat sangat lemas.
"Sepertinya… aku dirumah sakit."
Tak lama, Chelsea bangun.
"Selamat pagi, Adikku."
"Hoaamm… selamat pagi, Kak Julio… Eh!? Eeeh? Kak Julio sudah bangun!?"
"Yah begitulah."
Chelsea langsung memeluk Julio.
"Aku khawatir tau! Kak Julio tidak sadar dari kemarin siang!"
"Ahahahah… maaf-maaf. Lalu, bagaimana?"
"Apanya?"
"Kemarin siang."
"Ah, itu. Dampak dari kemarin siang cukup hebat, rumor ketua osis SMA 1 menghilang, nama baik Kak Bella pun kembali padanya, ke tujuh orang yang terlibat kasus Ketua Osis terancam di keluarkan, yah mereka memang pantas mendapatkannya, karena mereka juga yang membuat nama sekolah kita jadi buruk dalam beberapa waktu."
"Ah begitu ya. Sebentar, apa para murid tau apa penyebab semua itu? Lebih tepatnya, apa mereka tau siapa yang menyebabkan itu."
"Hmm? Memangnya kenapa?"
"Cepat jawab saja!"
"Yah… mereka tahu… tapi mereka menyangka kalau itu semua perbuatan Kak Sophie, bukan Kak Julio."
"Haah… syukurlah kalau begitu."
"Sepertinya kamu senang sekali. Padahal kamu bisa jadi populer loh."
"Tidak, terima kasih. Aku lebih suka seperti ini."
"Huuu…. Gagal sudah impian punya Kakak populer."
"Jangan mimpi!"
Julio menyandarkan tubuhnya, setelah tahu hasil dari rencanannya kemarin, Julio bisa bernafas lega. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Oh iya! Bagaimana dengan Rio?"
"Ah… Kak Rio sedang di urus oleh kepala yayasan sekolah kita."
"Kepala yayasan? Ah Ayahnya ya."
"Iya."
Julio menatap adiknya, ia teringat masih ada satu hal lagi yang harus ia lakukan, yaitu mencari pekerjaan paruh waktu agar ia bisa membayar tagihan sekolah yang bertambah.
*tok tok tok!*
Terdengear suara pintu yang di ketuk, Chelsea berdiri dan membukakan pintunya, ia terkejut melihat siapa yang membuka pintunya, terlihat seorang pria yang terlihat tidak muda, bertubuh agak gemuk dan seorang pemuda. Mereka adalah kepala yayasan dan Rio
"Pak Kepala dan Rio!?"
"Pagi, Chelsea." ucap Pak kepala.
"Dan juga Julio." Sambungnya.
"Bagaimana kondisi mu?" tanya Rio.
"Yah, aku baik. Hanya kadang terasa sakit di bagian tangan kiri ku."
"Maaf, ini salahku, andaikan aku tidak melakukan itu, mungkin kau tidak berbaring di rumah sakit sekarang."
"Tidak, Tidak apa-apa."
"Maafkan anakku ya,Julio. Karena perbuatannya kamu menjadi seperti ini."
"Ah tidak apa-apa. Lagipula, dia temanku, mana mungkin aku akan membiarkannya ke jalan yang salah."
"Terima kasih… umm, Rio biaa kamu ajak Chelsea keluar, karena ada yang ingin ayah bicarakan dengan Julio."
"Iya. Ayo, Chelsea."
Chelsea dan Rio keluar, Pak kepala mendekati Julio dan duduk di sampingnya, mereka berbicara hal-hal kecil hingga akhirnya membicarakan hal yang penting.
"Begini, Saya sudah bilang padamu kan? Bila kamu berhasil mengembalikan Rio ke jalan yang benar, saya akan mengabulkan permintaanmu apa saja."
"Iya."
"Jadi, apa yang kamu inginkan."
Julio berfikir sejenak, ia memikirkan apa yang akan berpengaruh untuk kehidupannya dan Chelsea.
"Hmm, apa boleh jika tagihan sekolah kami di hilangkan?"
Pak kepala nampak terkejut dengan permintaan Julio, Pak kepala diam sesaat, ia nampak ragu, ia tidak tahu bisa atau tidak memenuhi permintaan Julio.
"Tidak bisa ya?" tanya Julio.
"Bisa, tapi saya hanya bisa menghilangkan tagihan salah satu dari kalian."
"Ah begitu."
"Iya, karena pembangunan gedung baru dan perbaikan beberapa fasilitas memerlukan banyak biaya, sejujurnya uang dari siswa tidak cukup untuk membiayainya, jadi saya juga ikut mengeluarkan uang pribadi saya."
"Tunggu… bukannya itu berarti anda menanggung rugi?"
"Yah begitulah."
"Kalau begitu, lupakan saja permintaan saya."
"Ah tidak-tidak! Jangan seperti itu, tidak apa saya menanggung rugi."
"Begitu."
"Ya, tidak apa kan? Kalau saya hanya menghilangkan tagihan salah satu dari kalian?"
"Ya, tidak apa."
"Jadi, siapa?"
"Kalau begitu, Chelsea saja."
"Baiklah, akan saya urus, saya sangat berterima kasih atas usahamu untuk menghentikan Rio. Berkat usahamu, nama baik sekolah kita berhasil di selamatkan dan kamu juga berhasil menyelamatkan nyawa Bella."
"Ya sama-sam—. Eh? Nyawa Bella."
"Iya, memangnya kamu tidak tahu kalau Bella sempat depresi dan ingin mengakhiri nyawanya."
"Eh? Tidak, aku tidak tahu."
"Ah begitu. Ya sudah saya pamit pulang dulu."
"Umm.. pak, boleh saya bertanya?"
"Tanya apa?"
"Apa mereka yang terlibat akan mendapatkan hukuman?"
"Ya untuk yang terlibat kasus itu memang akan kena hukuman."
"T-Tidak, bukan yang itu. Maksudku yang terlibat kemarin."
"Oh itu, ya mereka akan dapat, seperti yang kamu tahu, sekolah kita sangat melarang ada murid yang berkelahi, jadi mungkin murid yang terlibat kemarin akan kena hukuman dan murid yang terlibat kasus akan terancam di keluarkan."
"Ah begitu."
"Iya."
Julio diam sebentar, Pak kepala nampak bingung melihat Julio yang kelihatannya sedikit khawatir.
"Julio, kamu tidak—."
"Pak, bolehkah aku minta satu lagi?"
"Y-Ya, memangnya apa?"
"Bisakah bapak hilangkan hukuman yang akan di dapat teman-teman saya?"
"Ah itu. Maaf Julio, kalau itu tidak bisa saya kabulkan."
"Kenapa? Saya mohon, itu semua rencana saya, saya tidak mau mereka kena hukuman.. kalau begitu, biar saya yang menanggung hukuman mereka!"
"Eh? Apa kamu yakin?"
"Iya, saya tidak mau teman-teman saya, adik saya dan teman-temannya terkena hukuman!"
"Ah baiklah, saya mengerti. Akan saya urus itu, bila sudah selesai, saya akan mengirimkan surat hukuman untukmu."
"Terima kasih."
"Kalau begitu, saya pamit."
"Iya."
Pak kepala keluar dari ruangan, Julio menyandarkan tubuhnya, ia bisa bernafas lega karena permintaannya bisa di kabulkan oleh Pak kepala, tiba-tiba gorden yang ada di sampingnya terbuka dan terlihat Selvia sedang berdiri dan air matanya menggenang. Julio terkejut melihat Selvia, karena kemungkinan besar Selvia mendengar semua pembicaraan dengan Pak kepala.
"Kamu… mendengar semuanya ya?"
"Hiks… dasar bodoh, kenapa kamu mau menanggung hukumannya?"
"Yah mau bagaimana lagi, lagipula itu adalah rencana yang aku susun dan resikonya harus aku yang menanggung."
"Kamu itu udah nanggung luka, kamu tidak perlu menanggung hukumannya!"
"Ahahaha… itu tidak bisa, aku juga sudah memikirkan ini matang matang. Jadi, jangan khawatir."
Disaat yang bersamaan, Julio merasa sudah sangat dekat dengan Selvia, ia tidak tahu kenapa, padahal ia jarang bertemu dengan Selvia. Ia juga memaksakan untuk tertawa, padahal ia membenci itu. Ia merasa kalau tidak bisa membiarkan Selvia menangis, ia tahu kalau Selvia bukan siapa-siapa. Yang julio tahu, Selvia adalah wanita yang ia tabrak saat awal masuk sekolah.
"(Apa ini? Perasaan aneh apa ini? Kenapa rasanya pedih saat melihatnya menangis? Dia bukan siapa-siapa ku, kan? Tapi kenapa…. Ini)"
Julio perlahan menyentuh wajah Selvia, ia menyentuh pipinya. Selvia hanya diam, ia mematung ketika di sentuh Julio. Julio pun mengusap air mata yang ada di pipinya. Tiba-tiba kepalanya terasa sakit. Pandangannya mulai kabur. Selvia yang melihat itu mencoba untuk menenangkannya.
**
-----"Julio! Hahahaha ayo tangkap aku!"----
"(Ini… apa? Dia? Lalu kenapa aku disini)"
-----"Julio, ayo! Kenapa kamu diam?"-----
"(Apa ini… mimpi? Atau ingatan ku?)"
Wanita itu memegang tangan Julio, lalu menariknya.
-----"Julio, Ayo! Hahahaha."----
**
"Julio! Julio! Kamu kenapa? Julio sadar!"
Pengelihatannya kabur, ia tidak dapat melihat siapa yang tengah mengguncangkan tubuhnya, ia melihat ke sisi satunya, ia melihat seorang pria mengenakan jas warna putih.
Orang itu mengarahkan cahaya ke matanya, lama kelamaan pengelihatannya mulai membaik, rasa sakit pada kepalanya mulai menghilang.
"Selvia?"
"Julio! Akhirnya kamu sadar!"
"Aku kenapa?"
"Kamu, tadi tiba-tiba pingsan setelah kamu sakit kepala, aku khawatir jadi aku langsung memanggil dokter."
"Kamu sudah tidak apa-apa? Apa rasa sakit di kepalanya masih terasa?" tanya Dokter
"Umm… tidak."
"Begitu, kalau begitu akan saya suruh perawat membawa obat pereda rasa sakit kepala, jaga-jaga bila kamu nanti sakit kepala lagi."
"Iya dok."
"Sebenarnya dia itu kenapa Dok?"
"Yah, saya juga kurang mengerti, mungkin itu di akibatkan luka pukulan di kepala."
"Hey selvia." panggil Julio.
"Apa kamu, wanita yang ada di pantai itu?"
"Huh?
Selvia merasa bingung dengan pertanyaan Julio, Julio hanya menunduk dan tidak memberi penjelasan atas pertanyaanya.
"Apa maksudmu?" tanya Selvia.
Julio tertawa kecil, pikirannya sangat kacau karena mimpi tadi.
"Ahaha… lupakan saja, aku ingin istirahat, bisa tinggalkan aku sendiri, tolong." kata Julio
Selvia dan Dokter pun langsung menurutinya, mereka keluar, Selvia melamun namun di sadarkan oleh Dokter yang ingin bertanya padanya.
"Maaf, kalau boleh aku tahu. Apa Julio dulu pernah kelihangan ingatannya?"
Selvia terdiam sesaat, ia menyandarkan tubuhnya pada tembok.
"Bila kamu tidak mau bilang, tidak apa."
"(Aku... Aku tidak bisa... Ini harus aku jaga)"
To be continue
==================