Chereads / Singgasana Magis Arcana / Chapter 54 - Para Pemburu yang Tenang

Chapter 54 - Para Pemburu yang Tenang

Di dalam aula, Laurent, yang mengenakan jubah perak, sedang berdiri di tengah altar. Dia tampak kesakitan tapi dia terlihat senang dan begitu gembira.

Dia dapat merasakannya. Dia dapat merasa bayangan itu memasuki tubuhnya. Darahnya mengalir dengan cepat dan perlahan mengubah tubuhnya.

Empat puluh tahun. Dia sudah menunggu dan memimpikan ini selama 40 tahun. Hari ini, dia akhirnya bisa mulai memperoleh kembali kejayaan keluarganya.

Suara erangan yang terdengar di telinganya berubah jadi suara tepukan tangan dan sorakan untuk gelar kesatrianya di upacara penobatan. Tapi saat ini, seluruh rumahnya tiba-tiba mulai bergetar.

"Gempa bumi?! Apa ini hukuman?!" Meski Laurent sudah mengubah kepercayaannya demi mencari kekuatan iblis, dalam hati dia masih hormat dan takut pada God of Truth. Dia sekarang hanya selangkah menuju kesuksesan besar. Dia tak boleh menyerah.

Langit-langit aula itu mulai berjatuhan. Bongkahan batu dan kayu itu berjatuhan ke lantai dan beberapa bongkahan juga jatuh ke kepala Laurent. Tentu saja, dia takut. Satu-satunya harapan yang dia punya hanyalah kekuatan iblis yang akan diterimanya sebentar lagi.

"Jangan panik, Laurent." Bayangan itu berbicara padanya seakan dia bisa membaca pikirannya. "Hanya butuh enam sampai tujuh menit lagi agar kau dapat sepenuhnya menyatu denganku. Jika rumah ini runtuh, kau akan mati. Hentikan ritual ini sekarang juga. Kau sudah dapat sebagian kecil dari kekuatanku. Kekuatanmu sudah menyamai pengawal kesatria peringkat senior atas. Kita dapat menyelesaikan ini lain kali."

Bayangan itu berbicara dengan sangat cepat. Dalam 10 detik, semua pemikiran sang bayangan sudah tersampaikan ke Laurent.

Laurent merasa sangat marah. Dia tak terima kalau rencana besarnya ini terganggu di tahap akhir. "Tidak, aku tidak akan pergi!" Laurent berteriak. "Rumah ini tidak akan runtuh! Gempa bumi ini tak akan lama!"

Jendela-jendela itu hancur karena guncangan yang keras. Angin kencang dari badai yang datang berembus ke aula. Angin itu langsung membawa pergi aroma manis dan lembut itu. Orang-orang yang tadi gila karena gairah kini tiba-tiba sadar.

"Ya Tuhan, gempa bumi!"

"Lari, lari!"

Orang-orang itu berteriak. Beberapa orang sedang buru-buru mengenakan baju. Beberapa orang lain sedang berlari dengan keadaan telanjang ke gerbang, sementara beberapa orang bahkan sedang mencoba keluar lewat jendela.

Ritual jahat ini menghabiskan tenaga mereka. Mereka tersandung karena panik dan takut. Seorang wanita jatuh keras ke tanah dan merangkak ke gerbang. Pria yang tadi bersenang-senang dengannya, lari melewati wanita itu tanpa menoleh sedikit pun.

Setelah melihat orang-orang ini pergi, Laurent tahu ritualnya sudah berakhir. Garis perak di pola menghilang bersamaan dengan bayangan itu. Sambil berteriak karena marah, dia keluar dari altar dan bergabung dengan kerumunan yang panik. Saat dia berlari keluar, dia menghancurkan semua jebakan sihir satu per satu dengan tergesa-gesa.

Di belakang Laurent, seorang pria yang tadi tampak menikmati pesta seks menatap ke luar jendela. Pria yang memakai setelan hitam itu tampak serius.

...

Di bawah bayangan rumah yang gelap, terdapat Philosopher, White Honey, dan Smile yang sedang berdiri di sana. Mereka sedang menatap Professor dengan mulut menganga. Setelah menurunkan tangannya dari dinding, Profesor yang misterius ini berkata pada para murid penyihir dengan suara yang sangat tenang, "Mereka sudah pergi dari rumah. Bersiap-siaplah untuk berburu makhluk jahat."

"Kenapa tidak sekalian meruntuhkan rumah ini, Profesor?" White Honey bertanya.

"Aku rasa tidak perlu." Lucien agak meregangkan tangannya. "Jika makhluk itu mati di reruntuhan, aku akan kesulitan mengumpulkan darahnya. Selain itu, suara runtuhnya rumah ini akan membuat gereja jadi tahu ada sesuatu di sini. Kita tentu tidak mau dapat masalah besar."

Namun, alasan terpenting Lucien sebenarnya karena dia tak punya cukup kekuatan untuk benar-benar meruntuhkan rumah ini. Dibandingkan dengan jembatan yang punya struktur lebih sederhana, struktur rumah lebih rumit. Frekuensi getarannya juga bermacam-macam. Lucien hanya bisa mengikuti satu frekuensi getaran. Oleh karena itu, Lucien mungkin bisa menghancurkan jembatan dengan kemampuannya, tapi dia tentu tak bisa menghancurkan rumah.

Kekuatan Lucien membuat takjub Philosopher, Smile, dan White Honey. Mereka tak pernah melihat penyihir yang bisa merapal mantra sekuat itu tanpa menggunakan reagen apapun. Mereka tak ragu sama sekali terhadap Pak Professor, penyihir misterius yang jenius ini.

White Honey jadi orang pertama yang kembali tenang di antara ketiga murid penyihir lain. Dengan bantuan item sihir, dia mulai melacak kerumunan.

"Cahaya jahat terdeteksi. Lima belas meter dari jendela terdekat. Kita pindah satu meter ke kiri agar dapat merapal mantra dengan lebih baik," ucapnya dengan tenang.

Philosopher langsung melangkah ke samping kiri dan berkata pada Smile, "Owl, rapal Homan's Oscillation."

Homan Oscillation juga merupakan sihir serangan sonik yang menggunakan desibel tinggi untuk melukai orang. Dalam kasus yang terparah, mantra ini bahkan bisa membunuh seseorang. Gendang telinga orang-orang di sekitarnya akan terluka dan mungkin juga pingsan.

"Kau merapal Silence Wall, Philosopher." Smile juga menjawab dengan tenang. "Cegah para penjaga malam agar tak dapat melihat kita."

"Menyatu dengan bayangan iblis peringkat rendah. Tingkat kesatria peringkat senior. Jarak lima meter." White Honey melaporkan, "Tidak ada sihir asam dan api. Aku akan gunakan Arrow."

"Satu meter lagi. Bersiap-siaplah," ujar White Honey.

Hanya dalam beberapa detik, babak pertama dari rencana serangan telah dilakukan. Ini pertama kalinya Lucien melihat bagaimana murid penyihir terlatih bertarung.

Agar dapat keluar rumah secepat mungkin, Laurent mendorong para tamu di depannya dengan kasar. Beberapa detik kemudian, Laurent sampai di jendela. Dia memecah kaca itu dengan tubuhnya dan melompat keluar rumah.

Saat ini, ada ledakan keras yang mengenai kepalanya, seakan dia tersambar petir. Tiba-tiba, kepalanya mulai berdengung dan dia merasa sangat mual serta pusing. Karena kehilangan keseimbangan, dia hampir jatuh ke tanah dengan kepalanya lebih dulu.

Sebelum Laurent dapat melihat apapun dengan jelas di tempat yang gelap, panah logam langsung mengenai mata kanannya. Darahnya lebih hitam dari orang biasa dengan bau belerang yang khas. Rasa sakit yang luar biasa itu membuatnya berteriak dengan suara mengerikan, tapi suaranya tertahan oleh Silence Wall. Laurent akhirnya menyadari kalau dia sedang diserang.

Namun semuanya sudah sangat terlambat. Panah logam kedua langsung mengenai tenggorokannya. Laurent agak berontak dan tak lama kemudian tubuhnya berhenti bergerak.

Lucien tak percaya kalau membunuh baron jahat yang barusan bersatu dengan iblis akan semudah ini. Dia juga sangat senang, karena merapal mantra non verbal menghabiskan kekuatannya lebih dari biasanya, sedangkan kekuatan spiritual Lucien yang tersisa hanya cukup untuk merapal sekitar dua mantra murid.

Di samping Baron Laurent, ada beberapa pria dan wanita telanjang dan setengah telanjang, mereka semua pingsan. Kerumunan yang panik berlari ke arah lain tanpa memedulikan apa yang baru saja terjadi di sini.

Lucien dan tiga murid penyihir lain mulai mengumpulkan darah baron dengan Mage Hand. Setelah memasukkan tiga tabung gelas yang berisi darah ke sakunya, Lucien berdiri dan berkata,

"Saatnya pergi."

"Siap, Pak." Philosopher, White Honey, dan Smile menjawab.

Saat mereka akan pergi, seorang pria tiba-tiba melompat keluar rumah dari jendela terdekat seperti hantu dan menuju Lucien dengan belati tajam di tangan. Sasarannya adalah jantung Lucien.

Dia tadi menunggu di dalam rumah. Dia tahu sekarang adalah kesempatan terbaik untuk membunuh penyihir kuat ini! Dia hanya punya satu kesempatan ini!