Lucien bertanya dengan lemas dan gemetar, "Pi ... Pierre ... Apa kau tahu tiga wanita lain yang tadi?" Lucien hanya bisa mengingat mata wanita muda terakhir, dari mata birunya yang berbahaya.
"Tidak, tapi aku bisa membayangkan apa yang terjadi." Pierre mengangkat bahunya, "Nona Silvia itu punya banyak teman wanita bangsawan. Beberapa dari mereka adalah kesatria yang sudah membangkitkan Berkatnya. Ya … kau sudah menatap kaki Nona Silvia dengan tidak sopan, jadi salah satu temannya mungkin memberimu pelajaran dengan kekuatan kesatrianya."
"Oh begitu ... Aku ingin tahu apa wanita yang lebih muda tadi adalah Putri Natasha. Kekuatannya begitu luar biasa. Kecuali Putri Natasha, aku tak yakin jika ada kesatria wanita di Aalto yang punya kekuatan semacam itu. Wanita paruh baya yang berdiri di sampingnya mungkin pengawalnya ..." Lucien berkata pada Pierre sambil berpikir.
"Siapapun mereka, wanita bangsawan itu tak ada hubungannya denganmu, tidak akan pernah, Sobat." Pierre menepuk bahu Lucien, "Wanita bangsawan tidak akan membuang waktunya sedetik pun untuk orang biasa seperti kita."
Meski semua orang diberkati dengan Berkat, keturunan bangsawan selalu punya peluang lebih baik untuk membangkitkan kekuatan. Karena itu, bangsawan takkan pernah menikahi orang biasa untuk menjaga kemurnian darah mereka.
"Nona Silvia itu dewiku, tapi dia juga terlalu jauh untuk digapai. Hal yang bisa kita andalkan hanya musik, Sobat," ucap Pierre dengan sungguh-sungguh, meski dia lah yang tadi sempat tersipu.
Beberapa jam ke depan, Lucien merasa sangat mengantuk. Pada siang hari, Lucien menolak ajakan Pierre untuk makan siang bersama. Dia langsung pulang ke rumah dan istirahat.
Saat Lucien sedang berjalan menuruni tangga, Elena tampak sedang berbicara riang dengan pemuda tinggi yang punya rambut pirang bercahaya. Pemuda itu juga punya penampilan yang baik dan berwajah manis. Dari bajunya yang bagus, Lucien tahu pria itu seorang bangsawan.
Tak lama, pria itu mengucapkan selamat tinggal pada Elena. Dia berjalan ke atas dan melewati Lucien. Dia benar-benar pria yang sangat tampan.
Lucien turun dan berbicara pada Elena dengan setengah bercanda, "Kau naksir dengannya?"
"Ayolah, Lucien ... Kau temanku dan kau tidak bisa melihat senyum palsu di wajahku?" Sambil menggosok wajahnya dengan lembut, Elena menjawab dengan suara lirih, "Dia Mekanzi Griffith, pewaris gelar kedua dari keluarga Griffith, murid Direktur Othello, dan juga playboy no.1 di asosiasi kami."
"Keluarga Griffith?" Lucien pernah dengar nama itu sebelumnya.
"Ya, Griffith." Elena mengangguk, "Jika aku tidak salah, kau kenal Lott, kan? Mekanzi itu kakak sepupunya. Dia sangat pandai bermain harpsichord dan biola."
"Oh ... tapi kenapa kau tidak menyukainya? Kenapa juga kau masih harus pura-pura?" tanya Lucien.
"Yah ... Aku tahu aku tidak seharusnya bicara seperti ini tentang seorang bangsawan, tapi dia bajingan. Sebagai playboy yang terkenal jahat, Mekanzi itu dikenal karena sikapnya yang buruk. Dia paling senang menaklukkan wanita yang tidak tertarik dengannya, wanita yang memperlakukannya dengan dingin. Katanya pernah ada gadis dari keluarga biasa yang menolak Mekanzi beberapa kali, pada akhirnya dia, dia ..." Elena mengerutkan bibirnya dengan sangat muak.
"Hati-hati, Elena." Lucien berkata dengan khawatir, "Tapi beberapa tahun lagi, kurasa kau akan menikah."
"Menikah ..." Elena menghela napas pelan dan tampak sedih, "Setelah melihat begitu banyak musisi dan pria terhormat di asosiasi, sepertinya tidak mungkin bagiku menikahi pria biasa sekarang."
Apa yang dikatakan Elena benar. Sekali seseorang menikmati banyak makanan lezat, roti dan air tawar akan sulit ditelan.
"Lalu apa rencanamu, Elena?" Sebagai teman, Lucien peduli padanya.
"Mungkin ... jadi istri seorang bangsawan atau musisi terkenal ..." Elena tertawa saat dia melihat Lucien yang tercengang, "Aku hanya bercanda! Aku sudah menabung dan aku mungkin akan belajar musik sepertimu, Lucien!"
"Wah, keren sekali, Elena." Lucien sungguh terkesan. Gadis mandiri dan pekerja keras selalu mengesankan.
"Aku tahu! Nona Silvia adalah idolaku. Aku harap suatu hari nanti aku bisa jadi master musik wanita yang cantik dan elegan sepertinya. Bagi seorang dewi musik sepertinya, melajang di usianya bukanlah masalah besar dan tak akan ada yang akan bilang macam-macam tentangnya, karena dia tak butuh pria sama sekali. Dia punya dunia musik. Meski aku tahu banyak musisi di asosiasi yang menyukainya ... tapi, Pak Victor tidak termasuk."
Istri Pak Victor sudah meninggal 10 tahun yang lalu. Sejak saat itu, Victor tetap melajang dan mengalihkan semua semangatnya ke dalam musik. Semua orang di asosiasi tahu itu, termasuk Lucien.
"Lalu kau akan jadi murid Nona Silvia?" tanya Lucien.
"Aku akan coba, tapi Nona Silvia jarang mencari murid baru." Elena mengangguk. Mata hijaunya dipenuhi dengan kebahagiaan dan semangat, "Atau aku bisa jadi muridmu, Lucien, saat kau jadi musisi yang hebat!" Dia tersenyum.
"Dengan senang hati." Lucien ikut tertawa.
......
Karena masih punya banyak bahan sihir, Lucien tidak mengikuti pertemuan murid penyihir selama beberapa kali. Dia telah menyalin jurnal Arcana di perpustakaan jiwanya. Dia lalu mengubur jurnal itu di bawah tembok agar Smile bisa mengambilnya kembali.
Dari tanda yang ditinggalkan Smile, Lucien tahu mereka cukup kecewa dan masih menantikan kehadirannya. Tapi Lucien tidak mau terburu-buru. Dia masih butuh beberapa minggu lagi untuk benar-benar memahami ilmu yang diperoleh dari jurnal dan pertemuan lalu.
...
Waktu berlalu. Saat Lucien sudah bisa merapal sembilan mantra tingkat murid secara berurutan dalam sekali rapal dan hampir maju ke tingkat berikutnya, yaitu murid tingkat lanjutan, tinggal sebulan lagi sebelum konser Pak Victor diadakan di Aula Pemujaan.
Karena tak dapat inspirasi, Victor jadi cemas dan gelisah. Nada keempat dan juga simfoni terakhir tak muncul dalam kepala Victor. Tak lama, dia juga jadi terlalu stress karena mengajar begitu banyak siswa, jadi dia tak punya pilihan lain selain meliburkan kelas untuk siswa non-musik selama sebulan penuh.
Tapi sikapnya yang sering uring-uringan akhir-akhir, ini tampak sangat jelas di mata para murid musik.
"Bruk!"
Sesuatu yang terdengar seperti sebotol tinta jatuh ke lantai dan semua siswa di lantai bawah mengangkat kepala. Itu bukan pertama kalinya di hari ini.
"Sepertinya ... kita harus melakukan sesuatu. Merusak barang tentu tidak akan membantu Pak Victor mendapat inspirasi." Lott mengangkat bahu.