Chereads / Dunia Penyihir / Chapter 11 - Murka (Bagian 2)

Chapter 11 - Murka (Bagian 2)

Angele telah memakan buah-buahan ungu, sayur-sayuran merah, dan berbagai macam kacang-kacangan. Sekarang, ia berdiri di dapur dan menunggu analisa Zero.

'Tidak ada efek peningkatan.' Zero terus mengulangi kalimat itu.

Setengah jam berlalu, akhirnya Angele pun menemukan sayuran yang berguna.

'Baik untuk menambah kekuatan. Kemungkinan efek negatif: Diare. Mohon beri nama data ini.' lapor Zero. Angele bingung harus merasa senang atau tidak dengan hasil tersebut. Di satu sisi, ia telah menemukan sayuran yang berguna, namun di sisi lain, sayur itu bisa membuatnya diare.

'Namakan sayuran itu 'Rebung Bambu Biru.' kata Angele seraya menatap sayuran itu.

Sayur itu terlihat seperti rebung bambu biasa yang ada bumi, namun warnanya biru. Rasanya lembut tapi renyah. Aroma bunga tercium dari sayur itu.

'Penamaan selesai, Rebung Bambu Biru. Makanlah tiga kali sehari. Memakannya sebanyak tiga puluh kali akan menambah kekuatan Anda sebesar dua poin.' kata Zero. Angele melihat data berwarna biru di depannya, dan grafik tentang sayuran itu pun ditampilkan chip-nya. Menurut informasi itu, bagian pucuk dari rebung bambu biru mengandung nutrisi terbanyak, yang dapat membantunya meningkatkan kekuatannya.

'Pucuk rebung?' Angele mengambil satu buah rebung itu dan menggigit ujungnya. Awalnya, rasanya sedikit pahit, namun menjadi sedikit manis setelah beberapa saat. Sayur ini biasa digunakan sebagai obat pelancar pencernaan oleh warga sekitar, jadi tidak ada yang tahu bahwa sayur itu bisa digunakan untuk menambah kekuatan. Namun, Angele harus memakan sayur itu lebih dari 30 kali, dan sekali makan tidak boleh kurang dari 150 gram.

'Baiklah, analisa data semua teknik berpedang yang telah dikumpulkan. Satukan data itu dan temukan kumpulan teknik yang paling sesuai untukku.' perintah Angele. Chip-nya akan bekerja lebih baik jika dia memberinya perintah yang tepat.

'Semoga saja chip ini bisa mengerjakan beberapa perintah sekaligus… Jika iya, aku bisa menghemat banyak waktu.' pikir Angele seraya memakan rebung itu. Setelah menghabiskan 150 gram rebung, Angele masih ingin mencoba makanan yang lain, namun dia tidak menemukan makanan lain yang berguna.

Angele meninggalkan ruang makan, kembali ke kamarnya, dan mulai lagi berlatih dengan bola-bola besinya. Belakangan ini, Maggie dan Celia mencoba berbicara dengannya, namun ia selalu berusaha menghindari mereka. Saat ini, Angele tidak punya waktu untuk mereka, dan rutinitas yang sama berlanjut selama beberapa hari.

PONG!

Angele menangkis sebuah bola besi dengan telapak tangan kanannya. Hari masih sangat pagi, dan cahaya yang masuk dari jendela menyinari tubuhnya. Saat ini, dia sendirian di kamarnya yang terkunci.

'Apakah kau sudah selesai menggabungkan teknik berpedang?' tanya Angele sambil bernafas terengah-engah.

'Sudah selesai dari tiga jam yang lalu, mohon beri nama teknik ini.' lapor Zero.

'Teknik dasar berpedang.' Angele memberi nama secara acak.

'Nama tersimpan. Apakah Anda mau melihat demonstrasi visual?' tanya Zero

'Iya.' kawab Angele

Zero memasukkan gambar-gambarnya ke dalam otak Angele. Angele mulai melihat simulasi yang diperagakan oleh figur yang mirip dengan Angele dalam pikirannya. Tiruan Angele itu menggunakan pedangnya untuk melakukan sayatan depan, kemudian ia menyerang sisi depan, melakukan sayatan kiri, sayatan titik kanan, dan sayatan bawah. Simulasi itu menyerang satu titik yang sama, dan semua serangan itu hanya membutuhkan dua detik.

Simulasi itu bergerak dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga Angele merasa seperti sedang melihat sebuah ilusi orang yang sedang menyerang titik yang sama dengan empat sayatan. Setelah itu, tiruan Angele menunjukkan teknik menghalangi, teknik serangan kekuatan penuh, teknik menangkis, dan teknik menghindar bersamaan dengan banyak sekali teknik berpedang dasar. Gerakannya sangat cepat, sederhana, dan halus.

Setelah pertunjukan simulasi itu selesai, Angele kembali bisa melihat kamarnya, dan ia mulai memikirkan seluruh teknik itu.

'Untuk saat ini, mungkin ini adalah teknik terbaik yang bisa kugunakan. Chip-ku juga telah memastikan jika aku bisa melakukan semua teknik itu.' Angele berpikir dan mengambil pedang crossguard yang tergeletak di sebelah meja. Pedang itu terlihat mengkilat, dan di bagian gagang pedang itu, ada lencana keluarga Rio berupa seekor elang yang berusaha terbang menembus duri-duri. Badan pedang itu berwarna perak dan terlihat sangat berkilauan.

Dengan hati-hati, Angele menarik pedang itu keluar dan mulai berlatih. Tiba-tiba, ia mendengar suara 'tuk-tuk' kaki kuda yang menapak tanah. Ia langsung membuka jendela kamarnya, dan melihat Baron Karl menunggangi seekor kuda putih di jalan keluar utama. Sang baron mengenakan baju zirah komplit berwarna perak dan membawa sebilah pedang hitam besar di punggungnya. Ia diikuti oleh sepuluh orang prajurit kavaleri.

Kelompok sang baron dengan cepat meninggalkan kastil. Angele terus mengikuti mereka hingga kelompok itu hilang dari pandangannya.

"Maggie!" teriak Angele sesaat setelah menutup jendela.

Pelayan itu cepat-cepat mengetuk pintu, dan Angele membuka pintunya.

"Ada apa, Tuan Muda?" Pelayan itu masih mengelap tangannya. Sepertinya, ia sedang mencuci sebelum Angele memanggilnya.

"Ayahku mau pergi ke mana?" tanya Angele.

"Ada sedikit masalah di tambang perak, jadi sang baron pergi memeriksanya." jawab pelayan itu.

"Oke." Angele mengangguk. "Kau boleh kembali melanjutkan tugasmu. Oh tunggu, bagaimana keadaan Cecilia sekarang?" tanyanya.

"Saya memintanya untuk menjaga kebersihan kamar Anda." jawab pelayan itu dengan sopan,

"Oke." Kata Angele.

"Tuan Muda, Ksatria Audis telah kembali ke daerah kekuasaannya, dan Wade belakangan ini mempekerjakan beberapa pelayan wanita baru. Ditambah lagi, beberapa pencuri telah dijatuhi hukuman mati beberapa waktu lalu. Kemungkinan, kastil akan menjadi sedikit sibuk, jadi sang baron menyuruh saya memberitahu Anda." kata Maggie.

"Aku mengerti." Angele mengangguk dan menutup pintu kamarnya. Sekarang bulan November, biasanya ini adalah waktunya merekrut pekerja baru dan menghitung pajak. November adalah bulan tersibuk sepanjang tahun.

Setelah menutup pintu, Angele memeriksa kondisi tubuhnya. Kekuatannya meningkat dari 0.8 menjadi 1.4. Terlihat bahwa rebung bambu biru itu sangat berkhasiat.

'Semuanya hanya masalah waktu. Aku masih membutuhkan tiga atau empat hari lagi untuk mempersiapkan diri.' pikir Angele. "Hanya ada satu hal terakhir yang harus kulakukan." kata Angele seraya melihat bola-bola besi di kamarnya.

Di hutan sebelah kastil, Dice sedang berdiri di atas cabang pohon sembari memandang ke arah kastil.

"Hah, Angele Rio, aku akan membunuhmu terlebih dahulu sebelum menyelesaikan misiku. Terakhir kali, kau mempermainkanku. Di mana kau bisa bersembunyi sekarang?" katanya. Setelah kembali dari pertarungan beberapa waktu lalu, Dice menemukan siapa sebenarnya remaja itu. Dia tidak percaya bahwa dia tidak berhasil membunuh playboy itu, dan harga dirinya membuatnya merasa tidak terima.

Dice mematangkan persiapannya sebelum ia kembali ke kastil itu. Baginya, rencananya sudah sempurna. Dia melihat sang baron telah meninggalkan kastil, jadi dia memutuskan untuk membunuh Angele terlebih dahulu. Ia akan membunuh Baron Karl setelah kembali dari perjalanannya. Dice meringkuk di dahan itu, dan dengan sabar menunggu pintu kastil terbuka.

Tiba-tiba, pintu kastil diturunkan, dan seorang remaja laki-laki berjalan keluar bersama dua orang penjaga. Mereka berjalan ke arah hutan. Dice menjadi marah setelah melihat wajah pucat remaja itu.

"Itu dia! Si berandalan kecil! Bagus…" Dice tertawa. Dia meninggalkan cabang itu dan menghilang ke dalam hutan.

Pedang Angele tersemat di sabuknya dan busur panjangnya dibawa di punggungnya. Ia juga memakai cincin hitam untuk melindungi jarinya.

Angele berjalan sendiri ke dalam hutan setelah berbicara panjang lebar kepada pengawalnya agar diperbolehkan pergi sendirian. Karena sudah mengenal kebiasaan Angele, mereka tidak lagi merasa khawatir jika Angele berjalan sendiri di hutan.

Namun kali ini, Angele punya urusan penting, dan mereka tidak boleh tahu. Dia berjalan sendiri melewati lapangan berlatih dan masuk ke dalam hutan.

'Ada sosok mencurigakan di depan, persiapkan diri untuk bertahan.' Zero langsung melapor.

Angele merasa merinding ketakutan seperti sebelumnya, dan ia spontan berguling ke depan. Seketika, sebilah pisau perak terbang ke posisi awalnya. Jika tidak berguling ke depan, mungkin dia sudah mati.

'Itu dia!' Situasi ini mengingatkan Angele pada apa yang terjadi sebelumnya. Dia merasa marah karena waktu itu dia tidak bisa melawannya.

'Beritahu aku dimana dia sekarang.' tanya Angele. Dengan cepat, dia berdiri dan bersembunyi di balik pohon. Sesuai rencana awal, ia mengambil sebuah anak panah, mencelupkannya ke dalam racun, dan menembakkan panah itu langsung ke arah musuhnya.

'Kali ini, aku tidak menggunakan racun ular…' Sekarang, Angele benar-benar konsentrasi. Ia berusaha untuk mendengar pergerakan di sekitarnya.

"Matilah kau!" kata Angele. Dia menembakkan satu panah lagi dan kembali bersembunyi di balik pohon.

Panah itu bergerak seperti kilat putih dan masuk ke dalam rerumputan tinggi. Angele mendengar suara tangkisan dari sana. Ia jadi semakin berdebar-debar karena dia tahu hidupnya sedang dalam bahaya.

Angele mendengar suara rantai logam. Ia menembakkan panahnya lagi tanpa ragu dan berlari keluar dari semak-semak. Untuk menghindari kemungkinan terkena serangan, ia berlari dengan gerakan zig-zag.

Dia bisa mendengar suara langkah cepat dari belakangnya, dan mengetahui bahwa musuh sedang mengejarnya. Dia terus menembakkan anak panahnya dan berguling ke depan. Tidak lama kemudian, Angele menemukan lereng curam. Dia berguling ke bawah dan langsung mengambil pedangnya. Tidak ada waktu untuk membersihkan lumpur yang mengotori wajahnya.

'Aku masih belum cukup kuat, tetapi setidaknya aku bisa mencoba melawan sekarang.' Angele berpikir seraya memegang pedangnya dengan kedua tangan. Pedang tersebut juga telah dicelupkan dalam racun.

Angele mendengar suara tapak kaki di atas lereng yang semakin mendekat. Dia menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan seluruh kekuatannya, dan memandang ke arah puncak lereng dengan tatapan marah seperti ular.