Chereads / Mahakarya Sang Pemenang / Chapter 49 - Legenda Sejati Bagian 1

Chapter 49 - Legenda Sejati Bagian 1

"Istilah 'figur legendaris' telah digunakan secara berlebihan, tapi dia adalah 'legenda' yang sejati."

- Arsene Wenger, Manajer Arsenal

Bergerak mulus di jalan raya A52 adalah Ford Focus 2001 berwarna merah dengan empat orang di dalamnya. Di antara mereka semua, tiga orang merasa sangat bahagia dan satu diantaranya menggerutu tanpa henti.

"Kenny, aku punya pertanyaan untukmu. Apa barmu tidak buka untuk bisnis hari ini?"

Burns mengangkat bahu dan menjawab, "Aku bosnya, bukan bartender. Aku tidak harus tinggal di sana sepanjang waktu."

Tang En memutar matanya dan kemudian menoleh ke arah Walker, yang duduk di samping Burns. "Dan Walker, kenapa kau ada di sini?"

Walker tersenyum bodoh dan tidak menjawabnya. Burns dan Walker duduk di kursi belakang. Mereka tampak sangat bersemangat, seolah-olah mereka adalah kelompok yang sedang dalam perjalanan untuk menghadiri konser idola mereka.

Melihat ekspresi bodoh kedua orang itu, Tang En memandang berkeliling dan mengeluh. "Ini tidak adil. Orang yang diundang Boss adalah aku dan Bowyer, jadi kenapa kalian berdua ikut?"

"Jangan pelit, Tony. Aku yakin boss ingin agar kita mengunjunginya."

"Benar, semakin banyak semakin meriah."

Tang En tak tahu harus berkata apa. Sambil mendesah, dia berkata kepada Bowyer yang sedang menyetir, "Ayo kita dengarkan musik."

Bowyer menekan tombol play di radio mobil, tapi musik yang keluar membuat Tang En melompat ketakutan. Dia benar-benar melompat, dan dia pasti akan membentur langit-langit mobil kalau saja dia tidak tertahan oleh sabuk pengamannya.

Dia melompat karena apa yang terdengar dari radio adalah sekelompok fans yang berteriak dan menjerit, seperti yang didengarnya saat pertandingan.

"Itu musik?"

Kedua pria di kursi belakang meledak tertawa, dan Tang En tetap diam setelah mendengarkan musik itu. Dia menemukan bahwa dia memiliki "kesenjangan generasi" yang sangat jelas dengan ketiga orang ini. Mereka bertiga tampak rukun satu sama lain, dan mereka tahu banyak hal yang tidak diketahui Tang En. Seperti misalnya, "Bos" dan "musik" ini.

Setelah teriakan para penggemar berakhir, musik akhirnya mulai diputar, dan dia terkejut sesaat ketika mendengar kalimat pertama. Itu adalah lagu yang sering didengarnya diputar saat pertandingan, lagu Nottingham Forest "We've Got the Whole World in Our Hands."

"Ini bukan para penggemar." Tang En berkata dengan bingung.

Bowyer menggelengkan kepalanya. "Apa yang kau dengar sekarang ini dinyanyikan oleh kami."

"Dan aku." Burns menambahkan dari kursi belakang.

"Ini direkam di ruang rekaman pada masa lalu, oleh seluruh tim Nottingham Forest." Walker memberikan informasi pengantar yang semakin mendetil bagi Tang En. "Pada awalnya, program televisi mengundang mereka – saat itu aku masih belum ada di Forest – untuk menyanyikan lagu ini di program itu. Setelahnya, lagu itu dijadikan kaset rekaman dan dirilis."

"Hasil penjualannya juga cukup lumayan," kata Bowyer dengan bangga. Setelah itu, dia menyenandungkan lagu itu dan semakin keras menyanyikannya. Lalu, Burns dan Walker turut bergabung dalam paduan suara itu. 

Dipenuhi suara nyanyian para pria yang bangga, mobil melaju melewati tanda jalan yang bertulisan "Derby."

Brian Clough. Bagi Tang En, yang melakukan perjalanan waktu dari Cina, nama itu sangat asing. Tapi, bagi seluruh dunia sepakbola Inggris, itu adalah nama yang paling luar biasa. Meskipun sudah lama pensiun, ia masih memiliki pengaruh yang cukup besar di lingkaran ini. Dia bisa menegur para pemain dan manajer yang tak disukainya, dan bahkan pemain besar seperti Sir Alex Ferguson takkan berani membalas, kalau dia dimarahi oleh Brian Clough. Untuk menggambarkannya dengan kalimat yang biasa digunakan di film, mungkin akan seperti ini — aku mungkin tak lagi di Jiang Hu, tapi kisahku masih hidup disana.

Sejak Tang En menginjakkan kaki ke dunia sepakbola, nama itu muncul berkali-kali, bersama dengan segala macam keajaiban. Ketika Clough masih menjadi seorang pemain, dia menentukan rekor sebagai pemain tercepat yang mencetak 200 gol. Dia mewakili Middlesbrough dan Sunderland dalam 296 pertandingan, dan mencetak 267 gol. Di antara keduanya, ia mencetak 204 gol dalam 222 pertandingan yang ia mainkan untuk Middlesbrough, dan 63 gol dalam 74 pertandingan yang ia mainkan untuk Sunderland. Ini adalah angka pencetak skor yang sangat mengerikan. Namun, kariernya sebagai pemain sangat pendek. Dia pensiun di usia 29 tahun karena cedera, dan akibatnya meniti jalan sebagai manajer.

Apa yang benar-benar membuat namanya terkenal di seluruh dunia dan membuatnya menjadi "godfather sepakbola" satu generasi, justru merupakan posisi manajer.

Derby County, yang baru saja kalah dari Tang En, saat ini berada di peringkat ke-21 di liga dan menghadapi krisis keuangan. Tapi, meski mereka saat ini berada dalam situasi yang menyedihkan, mereka juga pernah mengalami hari-hari yang gemilang. Hari-hari mereka yang paling gemilang disebut "Generasi Brian Clough." Hanya dari mendengar nama itu, seseorang bisa langsung tahu siapa manajer pada saat itu

Selama musim 1966-67, Clough menjadi manajer tim. Dia menggunakan dua tahun untuk mengubah tim, dari yang tadinya berjuang di Divisi II (setara dengan Liga Satu saat ini), untuk menjadi juara Divisi II. Setelah itu, mereka juga menjadi juara Divisi Satu di musim 1971-72. Satu musim kemudian, timnya berhasil mencapai semifinal Liga Champions UEFA, tapi sayangnya kalah saat melawan Juventus, yang diduga telah menyuap wasit.

Setelah itu, ia meninggalkan tim dan pindah ke Nottingham Forest. Dia menciptakan "Dinasti Forest" yang sama sekali baru, yang mendominasi sepakbola Inggris dan Eropa. Selain itu, Derby County, karena pondasi kokoh yang ditinggalkan oleh Clough, sekali lagi berhasil menjuarai Divisi Satu untuk musim 1974-75. Tapi, mereka kehilangan gelar kejuaraan di tahun berikutnya, ketika mereka kalah dari penguasa Spanyol, Real Madrid.

Adapun prestasi Clough setelah ia menjadi manajer Nottingham Forest, tak perlu digambarkan lebih jauh. Siapa pun yang memiliki pengetahuan tentang dunia sepakbola Inggris dan Eropa selama era tujuh puluhan dan delapan puluhan, akan tahu bahwa warna utama untuk periode itu adalah merah. Hal itu disebabkan karena tim-tim yang mendominasi sepakbola Eropa mengenakan kaus jersey merah. Salah satunya adalah Liverpool, sedangkan yang lain adalah Nottingham Forest yang dipimpin Clough.

Jika dia hanya diingat karena hasil yang dibawanya, maka Clough takkan berbeda dari kebanyakan manajer. Tapi, pada kenyataannya, ia adalah manajer yang paling istimewa, di antara semua manajer di seluruh sejarah sepakbola Inggris. Karismanya bisa menyaingi kapten Liverpool yang paling mulia, Bill Shankly.

Tentang semua itu, Tang En sepenuhnya setuju. Hal ini tampak jelas dari ekspresi ketiga pria yang ada bersamanya. Dia merasa bahwa ini sangat mirip seperti pengalaman sekolahnya di masa lalu. Seorang guru yang baik akan selalu membuat murid-muridnya merindukannya, bahkan setelah mereka lulus dari sekolah, dan mereka selalu memperlakukan sang guru dengan sikap hormat. Sebaliknya, guru yang tak berguna hanya akan membuat murid-muridnya menyumpah dan mengejeknya, bahkan setelah mereka lulus dari sekolah.

Clough adalah guru luar biasa semacam ini.

Mendapatkan penghargaan Manajer Terbaik di bulan Februari sudah cukup membuat Tang En merasa senang untuk waktu yang cukup lama. Tapi, ketika dia berdiri dihadapan Clough, dia seperti seekor semut yang berdiri di depan sebuah gunung yang besar. Dia hanyalah partikel debu yang halus dibawah kaki Clough.

Dan hari ini, dia akan bertemu dengan manajer paling karismatik sepanjang sejarah sepakbola Inggris. Melihat jalanan yang semakin ramai, dia tiba-tiba merasakan perasaan yang luar biasa muncul dari dalam hatinya — aku tidak hanya sekadar minum teh sore bersama seorang pria tua yang sudah pensiun dari jabatan manajer. Sebaliknya, aku memberikan penghormatan kepada kaisar yang telah menciptakan Dinasti Forest.

Setelah pensiun, rumah manajer lama itu tidak lagi berada di pusat kota Derby. Dia telah membeli sebuah kediaman kecil yang agak menyerupai sebuah pertanian, di tepi utara-barat luar kota Derby. Dia hidup sendirian di luar kota, dan hanya ada sebuah jalan sempit dan jalur sulit-untuk-ditempuh yang menghubungkan tempat itu dengan pusat kota yang ramai.

Mobil itu sangat berguncang di jalan ini dan membuat Tang En mabuk. Dia tidak menyangka bahwa manajer seagung itu akan benar-benar tinggal di tempat seperti ini. Melihat jalanan berlumpur di bawah roda mobil, jalan itu mungkin akan lebih sulit dilewati disaat hujan turun.

"Kita sudah tiba," Bowyer tiba-tiba berkata. Tang En menemukan sebuah rumah bata merah di depannya, yang tampak mencolok di antara pepohonan hutan yang rendah. Kelihatannya rumah itu tidak berbeda dari rumah bata merah lain yang dilihatnya di desa. Tempat ini sangat biasa hingga Tang En merasa sedikit kecewa.

Mereka baru saja keluar dari mobil, dan mereka sudah bisa mendengar suara gonggongan anjing. Kemudian Tang En melihat seekor anjing gembala keemasan bergegas keluar dari halaman, dan langsung menerjangnya.

"Wa!" Tang En berteriak sambil menggunakan tangannya untuk menutupi wajahnya. Dia benar-benar takut pada anjing.

Tapi, anjing gembala itu hanya mengistirahatkan cakarnya di pundaknya dan menjulurkan lidahnya, mencoba menjilat wajahnya.

Melihat keadaan Tang En yang merasa terganggu, tiga pria lainnya mulai tertawa. "Hei! Tony, dia hanya ingin dekat denganmu," kata Walker, tertawa.

Pada saat itu, suara orang tua, yang masih sedikit keras dan tajam terdengar dari halaman.

"Sepertinya Sam sangat menyukaimu, Nak."

Mendengar suara ini dan membalikkan badan dari Tang En yang sedang "akrab" dengan anjing itu, tiga pria lainnya berhenti tertawa dan berdiri dengan hormat.

Seorang lelaki tua perlahan keluar dari halaman. Dia memandang ketiga pria yang berdiri disana, sebelum bergumam pada dirinya sendiri, "Ya ampun, aku hanya menyiapkan dua set teh untuk tamu. Walker, jus apa yang kamu suka?"

Setelah mendengar ini, Walker tertegun. "Bos, aku sudah cukup umur ..."

Dua pria yang lain menundukkan kepala dan mencoba menahan tawa mereka, tapi mereka akhirnya tak bisa menahannya dan meledak tertawa.

Pria tua itu tak peduli dengan protes Walker, dan malah menoleh untuk memandang Burns. "Sudah bertahun-tahun, dan kau masih belum jadi sedikit lebih tampan, Kenny."

Burns tersenyum canggung. "Bos, kau tahu kan... aku tidak suka operasi plastik." Saat Burns masih seorang pemain, manajernya sendiri pernah mengumumkan kepada publik bahwa Kenny Burns adalah pemain paling jelek yang pernah dikontraknya.

Setelah mendengar jawabannya, pria tua itu tertawa. Lalu, dia memandang Tang En, yang masih "akrab" dengan anjing itu, dan menghela nafas. "Siapa yang mengira bahwa kau juga akan sangat menyukai Sam." Dia bersiul, dan anjing besar itu segera melepaskan Tang En yang malang dan berlari kembali ke pemiliknya.

Baru setelah Tang En menyeka air liur di wajahnya, dia berhasil melihat pria tua yang berdiri di depannya.

Dia kelihatan lemah. Kantung matanya bengkak, dan kelopak matanya layu, membuatnya tampak seolah dia belum sepenuhnya bangun. Inikah manajer legendaris, Brian Clough, yang mengguncang arena sepakbola Eropa di masa lalu? Tang En merasa bahwa kenyataan memang sangat jauh dari mimpi.

"Apa kau sangat kecewa?" kata-kata Clough membuat Tang En ketakutan. Dugaaan orang tua itu sangat tepat.

"Oh, apa kau berniat menilaiku lagi sekarang?" lanjut Clough.

Tang En mengangkat bahu dan berkata, "Mengevaluasi orang lain adalah pekerjaan Departemen Personalia." Berhadapan dengan pria tua bermata tajam ini, itu adalah kali pertama Tang En merasa bingung dengan apa yang harus ia katakan. Tampaknya firasatnya dalam perjalanan ke sini memang benar.

"Kau salah, Nak. Menurutmu apa yang dilakukan manajer?"

"Membawa kemenangan bagi tim."

"Itu hanya satu bagian dari ruang lingkup pekerjaan." Clough melambaikan tangannya. "Ayo masuk. Kurasa kue-kue itu pasti sudah matang sekarang. Kita bisa mengobrol sambil minum teh. Aku benar-benar suka dengan pertunjukan yang kaulakukan saat turun minum pertandingan Piala FA."

Bowyer sengaja berjalan di belakang dan menunggu Tang En melewatinya sebelum kemudian berbisik padanya, "Bos benar-benar menyukaimu, tapi karakternya memang seperti itu. Jangan tersinggung."

Tang En mengangguk. "Aku suka karakter seperti itu."

Bowyer tersenyum. "Kami juga menyukainya."