Gu Yusheng mengangkat matanya dan melihat Lu Bancheng, lalu terus merokok tanpa mengatakan apa-apa. Sambil meniupkan cincin asap yang indah, Gu Yusheng mengeluarkan teleponnya dan memeriksanya, melihat tidak ada pesan singkat ataupun panggilan telepon yang ia terima.
Pada putaran terakhir dari permainan mahjong, Gu Yusheng membuka blokir terhadap nomor telepon Qin Zhi'ai, tetapi tetap saja ia tidak menerima pesan apa pun dari Qin Zhi'ai…
Dengan cahaya terang yang menyilaukan matanya, Gu Yusheng memeriksa daftar blokir di teleponnya. Beberapa pesan singkat dan panggilan telepon telah diblokir, tetapi ketika ia menggeser layar dengan jarinya dan memeriksa keseluruhan daftar, ia tidak menemukan pesan baru dari Qin Zhi'ai selain pesan terakhir yang ia kirimkan tiga bulan yang lalu, yang mengatakan ,'Kakek sudah kembali dari Hainan, ia mengundang kita untuk makan bersamanya di Mansion keluarga Gu.'
Ini berarti, sore itu, bahkan ketika Qin Zhi'ai sedang terjebak di pinggiran kota dalam keadaan hujan badai, ia tetap tidak berpikir untuk menghubungi Gu Yusheng dan meminta pertolongannya?
Tiba-tiba, dalam benak Gu Yusheng terlintaslah ingatan akan peristiwa ketika pada suatu sore Qin Zhi'ai makan siang di dalam mobil di pinggir jalan yang sibuk, ketika Qin Zhi'ai tertidur di sunroom kemarin malam, dan percakapan antara Qin Zhi'ai dan pengurus rumah tadi pagi….
Tampak sekali bahwa Qin Zhi'ai sungguh-sungguh menepati janjinya, dan juga menjauh dari Gu Yusheng….Tetapi sejak kapan ia menjadi begitu patuh?
Dahulu Gu Yusheng menyuruhnya pergi jutaan kali, tetapi ia tak pernah melihat Liang Doukou benar-benar pergi.
Kemarahan Gu Yusheng ketika ia pergi meninggalkan rumah tadi pagi muncul kembali dalam dadanya. Gu Yusheng menarik rokok dengan kasar, mengertakkan gigi dan menjawab Lu Bancheng ,"Tidak!"
Setelah ia mengatakan itu, tampaklah lagi kilatan petir, membelah langit yang gelap menjadi dua bagian dan menimbulkan suasana menakutkan seperti yang hanya terjadi pada film-film fiksi ilmiah.
Dengan suara gemuruh petir yang terus menerus dan memekakkan telinga, kegelisahan yang bertambah terlihat pada mata Lu Bancheng, karena ia mempunyai hubungan yang baik dengan Liang Doukou. Lu Bancheng berulang kali melihat pada Gu Yusheng, tetapi lelaki tampan itu masih saja menyandarkan punggungnya ke kursi dengan santai, satu tangannya mengambil dan membuang kepingan mahjong, tangan lainnya menjepit rokok di kedua jarinya. Dari waktu ke waktu, ia menjatuhkan abu rokok dengan gerakan santai.
Ketika tiba giliran Gu Yusheng untuk mengambil sebuah keping, suara jatuhnya air hujan menjadi semakin keras. Lu Bancheng memiringkan kepalanya dan melihat pada langit yang luar biasa mengerikan, kemudian mendekati Gu Yusheng setelah sempat ragu sejenak lalu berbicara dengan nada rendah," Sekalipun kau tidak menyukai Liang Doukou, ia tetaplah istrimu, kau tak bisa membiarkannya dalam situasi seperti ini, kan? Gu Yusheng tiba-tiba berhenti ketika ia sedang mengambil sebuah keping dan sekilas memandang pada layar teleponnya, tetapi tetap tidak ada pemberitahuan. Sentuhan dingin meliputi mata Gu Yusheng. Ia kemudian merapikan kepingan-kepingannya dengan cepat dan mengeluarkan satu keping, seolah ia tidak mendengar apa yang dikatakan Lu Bancheng, katanya ,"Tiga bambu."
"Kakak Sheng, teleponlah dia! Jika ia sudah sampai di rumah dengan selamat, kita semua tenang. Bagaimana jika ia belum sampai dan berada dalam bahaya saat ini --"
"Ia memang lebih baik mati daripada menyusahkan orang lain!" Sebelum Lu Bancheng menyelesaikan kata-katanya, Gu Yusheng tiba-tiba memotong perkataannya dengan suara dingin.