Chereads / Cincin Naga / Chapter 72 - Dia Bernama Alice – bagian 2

Chapter 72 - Dia Bernama Alice – bagian 2

"Hmm?" Linley berbalik dengan wajah merengut.

Kalan segera berjalan menuju Linley untuk berterima kasih. "Namaku Kalan. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu. Jika bukan karenamu, Alice pasti sudah mati tadi."

Si gadis bernama Alice itu pun berlari mendekat. Masih jelas terlihat kepanikan di dirinya. Nafasnya masih tersengal-sengal menyebabkan dadanya naik-turun selagi bernafas. Namun matanya yang lembut dan berbinar itu menatap Linley. "Terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku. Aku Alice. Nama lengkapku Alice Straf. Aku juga Mage elemen bumi."

Linley menatap Alice sejenak.

Harus diakui, Alice ini adalah perempuan muda dengan kecantikan alami. Dia memiliki aura yang langsung akan membuat para pria ingin menyayangi dan melindunginya. Dia adalah jenis perempuan yang harus banyak bicara maupun memakai kosmetik untuk membuat dirinya menarik.

"Linley, saat kau melihat orang-orang dalam bahaya selama di dalam Mountain Range of Magical Beasts, kau biasanya tidak akan membantu mereka bukan? Kenapa kali ini berbeda?" Suara Doehring Cowart muncul di kepala Linley, menggodanya. "Oh, aku mengerti. Kau pasti menyukai gadis bernama Alice itu."

Linley merengut.

"Kakek Doehring, sebelum ini bukannya aku tidak mau membantu mereka. Tapi karena di wilayah dalam Mountain Range of Magical Beast, monster yang mereka hadapi setidaknya Magical Beast tingkat enam, kadang-kadang bahkan tingkat tujuh. Aku tidak mampu membantu mereka. Sedangkan menghabisi Magical Beast tingkat lima tidaklah terlalu sulit, makanya aku membantu mereka." Linley segera menjelaskan kepada Doehring Cowart.

Doehring Cowart terkekeh dan tidak bicara apa-apa lagi.

"Namaku Tony. Tuan Mage, siapakah namamu?" Seorang laki-laki lainnya juga ikut bicara.

Linley memandang kelompok itu dengan tenang. "Sudah berapa lama kalian berada di Mountain Range of Magical Beast?"

"Ini hari pertama kami," Kalan mengakui dengan suara perlahan. "Aku tidak menyangka bahwa di hari pertama kami akan bertemu dengan Magical Beast tingkat lima. Kami benar-benar sial. Menurut yang kubaca di buku, di wilayah luar seharusnya hanya ada Magical Beast tingkat tiga dan empat. Harusnya kami berempat tidak akan menemui bahaya."

"Dasar bodoh." Linley berkata sambil menggelengkan kepala.

Si gadis archer bernama Niya langsung marah seketika. "Hei, kenapa kau sombong sekali? Kau memang menyelamatkan Alice, tapi bukan berarti kau bisa menghina kami!"

"Niya!" Kalan segera meneriakinya.

Linley langsung menjelaskan, "Aku sangat mengagumi keberanian kalian, sehingga kalian berani masuk ke Mountain Range of Magical Beasts seperti sekarang ini. Namun di saat yang sama, harus kukatakan juga bahwa kalian sangat beruntung karena tidak bertemu dengan para bandit selama menuju Mountain Range of Magical Beasts."

"Bandit?" Kalan dan lainnya bertukar pandang. Mereka memang tidak bertemu dengan bandit.

Mountain Range of Magical Beasts lebarnya lebih dari sepuluh ribu kilometer. Ada banyak rute yang bisa dipilih setiap orang. Jadi wajar saja jika ada yang tidak bertemu dengan bandit.

"Kuberitahu kalian. Jika kalian tidak ingin mati, segera tinggalkan gunung ini." Linley berkata terus terang.

"Mengapa? Apakah banyak Magical Beast tingkat lima lainnya di wilayah luar?" pria muda bernama Tony itu bertanya penasaran.

Linley menjelaskan dengan tenang. "Di gunung ini, terutama di area luar, bahaya yang paling besar bukanlah dari Magical Beasts, tapi dari manusia lain. Kalian berempat masih lemah dan belum berpengalaman. Aku yakin orang-orang yang serakah tidak akan membiarkan kalian lolos. Kurasa kalian belum bertemu orang-orang seperti itu karena ini baru hari pertama kalian. Jika tidak, mungkin kalian berempat sudah mati sekarang.

"Yang paling berbahaya adalah manusia lain?" Kalan merengut, namun seketika wajahnya berubah.

Kalan berkata dengan penuh hormat kepada Linley, "Tuan Mage, kami baru saja memasuki pegunungan ini dan hanya tahu sedikit tentang area ini. Ini memang keputusan kami sendiri untuk datang kesini. Kuharap kau mau membantu kami, tuan Mage. Bawalah kami keluar dari pegunungan ini."

Linley hanya memberengut.

Dia tidak suka masalah. Namun jika keempat orang ini bertemu bandit di perjalanan pulang mereka, mereka pastilah habis.

"Tuan Mage, kami mohon bantuanmu." Alice juga memohon.

Linley memandang Alice. Dia melihat matanya yang memohon, lalu membayangkan dia dibunuh oleh para bandit. Hati Linley melunak. Sambil mengangguk, dia berkata, "Baik. Lagipula akupun juga dalam perjalan pulang. Kalian berjalanlah bersamaku. Namun jika nantinya kita benar-benar bertemu bandit di jalan, aku hanya bisa janji melakukan yang terbaik yang aku bisa. Kalaupun akhirnya kalian terbunuh, itu di luar kuasaku."

Kalan cepat-cepat mengangguk dengan gembira. "Tuan Mage, kau sudah mau membantu kami saja kami sudah sangat berterima kasih."

Linley mengangguk dan segera berjalan. Dia berbalik memunggungi keempat orang itu dan berkata, "Ikuti aku." Kalan dan teman-temannya mulai berjalan mengikuti Linley. Di bawah lindungan Linley, mereka meninggalkan Mountain Range of Magical Beast dan menuju kota.

…..

Di perjalanan kembali itu, Kalan dan lainnya mengetahui nama Linley. Alice, yang juga merupakan Mage elemen bumi, sangat mengagumi Linley. Dia juga baru berusai 15 tahun dan dia adalah si jenius nomor satu di Wellen Institute.

Meski begitu, Alice hanyalah Mage tingkat empat. Di Ernst Institute, hal ini pasti tergolong kemampuan rata-rata.

Mereka beristirahat. Linley, Kalan, Alice, dan yang lainnya sedang makan. Linley dan Alice duduk bersebelahan.

"Kakak Linley, kau benar-benar luar biasa. Kau sudah jadi Mage tingkat lima di usia 14. Aku pastilah baru bisa mencapai tingkat lima saat usiaku 20." Alice menatap Linley dengan mata penuh kekaguman.

"Aku bukan apa-apa. Anak yang paling pintar di institut kami, Dixie, sudah menjadi Mage tingkat empat pada usia 9 tahun. Di usia 12, dia sudah menjadi Mage tingkat lima." Linley berkata dengan santai. Dia tidak menjelaskan bahwa dia pun menjadi Mage tingkat 4 di usia 13. Dan di usia 14 dia menjadi Mage tingkat 5.

Dixie membutuhkan 3 tahun untuk mencapai itu semua, namun Linley hanya butuh waktu 1 tahun.

"Menjadi Mage tingkat 4 pada usia 9 tahun? Aku sekarang 15 tahun, tapi baru menjadi Mage tingkat empat. Itupun aku sudah dianggap paling bagus di sekolahku. Wellen Institute tidak bisa dibandingkan dengan Ernst Insititute." Alice mendesah.

"Kakak Linley, kurasa Earthen Spear Arraymu sangat kuat dan hebat, apalagi jika dibandingkan dengan kemampuan mage tingkat lima lain di sekolahku. Bagaimana bisa begitu?" Alice juga Mage elemen bumi. Maka tentu dia merasakan perbedaan di Magic Linley.

Linley tersenyum kecil. Itu bukan hanya soal kekuatan. Kecepatan yang dihasilkannya pun sangat tinggi.

"Asal dari Magic elemen bumi adalah inti bumi…" Linley mulai menjelaskan kepada Alice. Jujur saja, pemahaman Linley soal earth magic lebih dalam, bahkan jika dibandingkan dengan pemahaman guru elemen bumi di Ernst Institute. Ini karena dia punya seorang Saint-Level Grand Mage yang menjadi tutor pribadinya.

Alice menatap Linley, fokus dan berkonsentrasi penuh padanya.

Yang satu mendengarkan selagi yang lain bicara. Selagi berbicara, jarak di antara mereka berdua pun semakin dekat. Karena terlalu larut pada pembicaraan soal teori magic, Linley baru menuyadari betapa dekatnya wajah mereka saat berhenti bicara. Wajah keduanya kini hanya terpisah jarak sekepalan tangan.

Linley terkejut. Ini pertama kalinya dia sedekat itu dengan perempuan. Dalam jarak sedekat itu, dia bisa melihat jelas kedua mata Alice yang lembut dan menyejukkan, bentuk hidungnya yang bagus… Linley bahkan mengira dia bisa merasakan nafasnya serta mencium aroma tubuhnya.

"Kakak Linley, kenapa kau berhenti bicara?" Alice bertanya curiga. Namun beberapa saat kemudian dia pun mengerti. Dia cepat-cepat mundur, wajahnya menjadi semerah apel.

Linley berusaha keras menenangkan dirinya, lalu berdiri menghadap lainnya. Dia berpura-pura tidak ada apa-apa dan berkata, "Baiklah, kalian makanlah. Kita akan segera melanjutkan perjalanan. Kita harus berusaha agar bisa sampai di kota pagi-pagi sekali."