(Bukan)
Wanita Pengganti
"Kenapa kamu nggak bisa memperlakukan saya sama seperti kamu memperlakukan Melisa?"
"Karena kamu bukan dia."
Gadis yang bertanya tadi terdiam. Ia memilin pelan rok abu-abu selutut yang dikenakannya, lantas memejamkan mata. Sekejap, selepas itu kembali menatap lurus pada sosok lelaki di depan sana. Agam.
"Jika saya berubah menjadi seperti Melisa, apakah kamu bisa menerima saya, Ga?"
Si lelaki bernama Agam masih setia dengan wajah datar nan dingin miliknya. Ia sama sekali tidak berselera meladeni pertanyaan basa-basi dari Dara, gadis berambut hitam sebahu di depannya itu.
Namun, sebagai laki-laki, apalagi mereka teman sekelas, maka Agam memutuskan mendengar beberapa kalimat dari Dara. Padahal, ia sungguh ingin enyah dari sana dan segara bergegas menemui Melisa di kelas sebelah.
"Dengar, Dara. Kamu dan Melisa berbeda, kalian tidak serupa. Bagaimanapun upayamu menjadi Melisa, kamu tetap tidak bisa menggeser sedikit pun posisinya di hidupku."
Perkataan Agam telak sekali menampar Dara secara tak langsung. Tanpa menambah satu kalimat pun lelaki bertubuh tinggi itu sudah melangkah pergi. Meninggalkan Dara seorang diri yang terus diselimuti perasaan kesal, marah, kecewa, sedih, dan entah apa lagi.
Ia sudah biasa menerima penolakan dari keluarga. Lantas, apakah dirinya harus mengecap hal serupa juga untuk masalah cinta?