Just For a Word Thanks
Aku seekor kucing jalanan. Ibuku mati tertabrak mobil saat hendak menyebrang, perutnya hancur berserakan. Di mulutnya terdapat sepotong daging ayam kecil, dia bawakan untuk aku dan adik-adikku.
Semenjak ibu pergi, kami hidup sebatang kara penuh duka. Kami empat bersaudara, dengan 3 warna.
Satu persatu, saudraku tiada. Tinggallah aku hidup sebatang kara, menjalani hidup dengan penuh kenistaan manusia.
Ditendang, dipukul, bahkan disiram air panas. Semua kepedihan itu aku rasakan seorang diri, aku lapar dan tak punya tempat berteduh.
Hingga datanglah seorang manusia baik hati, menyelamatkanku dan merawatku hingga sehat kembali.
Dia menyayangiku, membesarkanku dengan penuh cinta. Namun, suatu hari aku meninggal tertabrak mobil.
Air mata yang tulus mengalir dari kedua bola matanya.
Belum sempat aku mengucapkan terimakasih, nyawaku telah tiada. Sebelum menghembuskan napas terakhir, aku meminta kepada Tuhan agar diberi kesempatan hidup sekali lagi.
Tuhan mendengar permohonanku, memberiku 8 nyawa. Aku dihidupkan kembali sebagai kucing dengan warna dan tempat yang berbeda, menjalani suka duka bersama teman-teman kucingku lainnya.
Aku juga dipelihara oleh manusia lain, namun, ketika aku sakit, aku di abaikan hingga mati.
Berkali-kali aku mati dengan cara yang berbeda. Aku terus mencari orang yang dahulu merawatku, aku berharap bisa menemukannya meskipun dengan warna tubuh dan tempat yang berbeda.
Di setiap menjelang ajalku, aku selalu memohon kepada Tuhan untuk menghidupkanku sebagai seorang manusia.
Aku ingin mengucapkan terimakasih kepada manusia yang telah merawatku dahulu, meskipun untuk sebentar saja.
Di kesempatan hidupku yang terkahir, aku berhasil menemukan orang yang dahulu telah merawatku. Kali ini, dia kembali mengobati luka bakarku. Merawatku sampai sehat kembali.
Awalnya, aku tidak menyadari jika dia adalah manusia yang dahulu merawatku. Dia telah berubah, wajahnya sudah keriput dan tidak secantik dahulu. Tubuhnya bungkuk dan ringkih, namun, aku mengenalinya ketika dia bercerita tentang seekor kucing yang sangat ia cintai.
Kemudian, ingatan-ingatan kenangan masa lalu ketika bersamanya melintas dipikiranku. Aku mengenalinya, dialah orang yang aku cari selama ini.
Menjelang kematianku yang ke sembilan, aku sakit parah. Dia kembali menangisiku dengan tulus, tangannya yang keriput memelukku dengan hangat. Air matanya menetes di tubuhku.
Ada cahaya terang benderang yang menghiasi jalan kepergianku, aku tersenyum menyambut ajalku.
Tuhan mengabulkan permohonanku menjadi seorang manusia, detik-detik dalam hidupku, aku gunakan dengan baik untuk mengucapkan terimakasih kepadanya.