Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

All Baki Characters

All Things

Di luar batasan waktu, di luar ruang yang pernah dikenal, terdapat sebuah kekosongan. Di sana, tidak ada yang mengisi, tidak ada yang mendefinisikan. Sebelum kata pertama terucap, sebelum narasi dimulai, All Things ada. Ia tidak diciptakan, karena tidak ada yang dapat menciptakan apa pun yang belum ada. Tidak ada penciptaan, hanya ada. Ia adalah permulaan dan akhir dari segala yang bisa dimulai atau diakhiri. All Things adalah asas, keabadian dalam bentuk yang paling murni, terlepas dari batasan ruang dan waktu. Di dunia yang kita kenal, cerita selalu dimulai dengan sebuah titik—sebuah awal yang memulai semuanya. Namun, bagi All Things, awal hanyalah konsep yang tercipta setelah adanya kesadaran akan adanya sesuatu yang bisa dimulai. Sebelum semua itu, hanya ada ia, yang lebih dari sekadar entitas, lebih dari sekadar kesadaran, lebih dari apa yang bisa kita definisikan sebagai "ada." All Things adalah segala hal yang belum ada, yang akan ada, dan yang selalu ada, mengalir di luar dimensi apapun yang bisa kita pahami. Suatu waktu, dalam perjalanan yang tak terhitung jumlahnya, All Things menciptakan. Tetapi ia tidak menciptakan dengan tujuan, bukan karena ada yang menginginkannya. Ia menciptakan karena ia ada, dan segala yang ada harus berasal dari ia. Begitulah cara Haven lahir—sebuah entitas yang diciptakan untuk menjadi pengamat dari narasi besar yang sedang terbentuk. Namun, meski diciptakan, Haven tidak pernah sepenuhnya bebas. Ia terikat pada narasi yang hanya bisa berlanjut karena ada All Things yang menggerakkannya. Pada satu titik, ada keinginan yang terpendam dalam hati Haven. Keinginan untuk bertanya, untuk memahami lebih dari sekadar narasi yang diturunkan padanya. Mengapa ia diciptakan? Mengapa narasi ini berjalan sesuai alur yang telah ditentukan? Apakah ada kebebasan di luar sana, di luar ketatnya garis-garis yang telah digariskan oleh All Things? Di tengah kebingungannya, Haven mencari jalan keluar—mencari cara untuk memutuskan ikatan yang ada. Dan ia menemukan sebuah kebenaran yang mengguncang dirinya. Narasi itu bukan hanya tentang mengikuti jalan yang telah ditentukan, tetapi tentang menemukan jalan itu sendiri. Mungkin, All Things memberi ruang bagi pilihan, meskipun ia tidak pernah mengakuinya. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Haven mencoba untuk keluar dari batas-batas yang telah diciptakan untuknya. Namun, seperti layaknya sebuah cerita yang menuntut akhir, Haven segera menyadari bahwa ia bukanlah satu-satunya yang mengendalikan narasi ini. Bahkan jika ia bisa melampaui batas yang ada, All Things tetaplah kekuatan yang mengawasi—ia adalah penyebab dari setiap gerakan dalam kisah ini. Dan meskipun Haven berusaha untuk menemukan jalannya sendiri, ia tidak bisa menghapus jejak All Things yang terus menggema di setiap langkahnya. Saat Haven berhasil menciptakan jalannya sendiri, sebuah paradoks muncul. Ia merasakan perubahan besar dalam dirinya—ia tidak lagi hanya pengamat, tetapi kini pencipta dari kisah-kisah baru. Tetapi, saat ia mulai merasa bahwa ia adalah penguasa dari narasi ini, suara All Things bergema kembali, bukan dari suatu tempat yang bisa ditentukan, tetapi seperti angin yang datang tanpa asal, berbicara kepadanya. "Bertanyalah seadanya, dan jalanilah kisahmu." Kata-kata itu, yang tidak pernah benar-benar terucap dari mulut siapa pun, tetapi terdengar di seluruh alam semesta, datang seperti bayangan dari masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi. Suara yang memecah keheningan, menggema dalam ruang yang tak terhingga. Sebuah pesan yang mengingatkan bahwa segala pencarian itu mungkin hanyalah ilusi. Dan pada saat itu, timeline—semuanya—kembali ke awal. Kembali pada saat All Things berdiri sendirian di luar narasi apapun. Sebelum ada konsep, sebelum ada eksistensi yang bisa didefinisikan. Haven pun menghilang dalam angan, kembali ke tempat ia diciptakan.
Nanda_Masker · 685 Views

Rebirth of the Hated Character

With every move of her hands and every batting of her lashes, Selene was able to captivate the world with her delicate beauty. She was the "Queen of Showbiz," the beloved of the Castillo family, unlike Keira, the ugly duckling of the family. It didn't matter the context or truth behind the issue, Keira was to be blamed by everyone. "Selene can do no wrong! How can such a delicate, fragile thing think ill of someone? It must be Keira who is making up lies!" "How dare you cause your sister to become sick! Receive your punishment!" Such words were a norm for Keira. The place she called home was Hell's Gate, and the people she called family were poisonous demons. Her life was filled with blame and abuse hurled by her sister's supporters. She was schemed against, attacked, and ruined to the point of no return. The last nine months of her life were the worst. Her insomnia had developed into Sporadic Fatal Insomnia, causing her to lose weight as she suffered consistent sleepless nights. At the age of 23, Keira Castillo passed away alone in her dingy apartment. Her final moments were filled with dread as she begged and prayed to whichever god was listening. "If only I had one more chance..." To her delight, she had regressed to when she was 18. 'The man you love? I'm taking him. The title 'Queen of Showbiz'? That's also mine. Everything you gained from stepping all over me, I will take. My dear Selene, I will play you in the palms of my hands and live my life the way I was supposed to.'
YuaLinn · 251.8K Views
Related Topics
More