Jejak Yang Menghilang
Lima tahun telah berlalu sejak dunia Diego hancur.
Hari itu, Elian menghilang tanpa jejak—seperti bayangan yang tersapu cahaya pagi. Tak ada peringatan, tak ada pesan perpisahan. Hanya kehampaan yang merayap dalam sunyi, merampas segalanya yang tersisa.
Diego mencari. Dari lorong-lorong kota hingga gang-gang gelap, dari reruntuhan harapan hingga batas kewarasan. Namun, semakin jauh ia melangkah, semakin kabur jejak yang ia kejar. Seolah-olah Elian bukan hanya menghilang—melainkan dihapus dari dunia ini.
Dan semakin ia mencari, semakin dalam ia tenggelam.
Rasa kehilangan itu berubah menjadi obsesi. Obsesinya berubah menjadi kemarahan. Kemarahan itu membakar segalanya. Kota yang dulu menjadi tempat perlindungannya kini terperosok dalam kekacauan. Bangunan runtuh, darah mengotori jalanan, dan bisikan ketakutan menyebut satu nama—
Diego Winters.
Namun, pada suatu malam yang dingin dan sunyi, sesuatu yang mustahil terjadi.
Langit terbelah, udara bergetar, dan dalam sekejap, realitasnya retak.
Diego terhempas ke masa lalu.
Ia terbangun di dunia yang seharusnya tak lagi ada.
Di sana, Elian masih hidup.
Namun, sesuatu terasa salah.
Elian berdiri di hadapannya, tetapi bukan sebagai adik yang ia kenal. Mata yang dulu penuh cahaya kini suram, kosong. Luka yang tak terlihat menggores lebih dalam daripada yang bisa dijangkau oleh waktu.
Diego menatapnya, hatinya berdegup kencang.
Apakah ini kesempatan untuk memperbaiki segalanya?
Atau ini hanyalah awal dari tragedi yang lebih kelam?