Second Chance, First Love
Haruskah aku membuka hati untuk memberi kesempatan pada cinta pertama?
----
Langkahku terhenti, melihat pemandangan di depan mataku. Perasaan apa ini? Adit yang sedang menggendong seorang gadis kecil berambut ikal kecoklatan. Gadis kecil itu memeluk Adit erat sambil menyandarkan kepala mungilnya ke bahu Adit. Sisa-sisa tangisan masih tampak dari punggung kecil yang bergerak naik turun, dan Adit menepuk-nepuknya dengan lembut.
Saat kuputuskan untuk mendekati mereka, tiba-tiba seorang pria dengan langkah cepat setengah berlari menghampiri Adit. Kaki ini mendadak kehilangan kekuatan untuk melanjutkan langkah. Jantungku berdetak cepat, tanganku tanpa sadar mengepal.
Gadis kecil yang berada di gendongan Adit langsung mengulurkan tangan pada pria yang baru saja menghampiri sambil merengek memanggil, "Daddy!"
Pria itu menepuk bahu Adit, wajahnya yang semula cemas terlihat bahagia. Siapa dia? Dari jarak ini aku bisa melihat matanya, hidungnya, rambutnya, tiba-tiba nafasku terasa sesak. Kenapa wajah pria asing itu terlihat seperti Adit?
----
"Selama ini aku pikir yang punya akun Instagram ini perempuan." Kataku sambil tertawa.
"Oya? Postinganku kurang maskulin?" Tanyanya sambil tersenyum.
"Ahaha, gak sih. Cuma caption-nya seringkali terlalu manis, gak cocok untuk ukuran pria dewasa seperti kamu," jawabku.
"Aku juga ga pernah nyangka, kalau pemilik akun Instagram yang aku follow ternyata masih muda. Soalnya caption-nya terlalu berat buat ukuran perempuan seumuran kamu."
"Muda? Maaf ya pak. Kebetulan saya sudah hidup selama 35 tahun." Kataku sambil menyebutkan usia asliku tanpa ragu.
Entah kenapa, berbincang dengan pria ini terasa nyaman. Mungkin karena selama ini interaksi kami di Instagram seakrab sahabat.
"Ya, aku tahu. Dibanding umurku, kamu tetap lebih muda, Dyan." Katanya sambil tersenyum.
Kuraih cangkir kopi di depanku, sesaat cangkir hampir mendekat bibirku, dia berkata.
"Karena itu, Dyan. Aku harap kamu bisa mempertimbangkan pria dewasa di depanmu ini untuk jadi calon suami."
Uhuk!