Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Butterfly And Flowers Background

Seven Flowers For You (Filipino)

The Meeting of Kiara and Miah 
Kiara and Miah’s first encounter is surreal—they are doppelgängers from entirely different worlds. Kiara, a privileged heiress, and Miah, a resourceful former detective’s apprentice, quickly form a bond. Miah senses hidden darkness within Kiara’s family, especially concerning her enigmatic half-brother, Vrix. The Life Swap 
To uncover secrets about her family, Kiara proposes a life swap. Miah will impersonate Kiara to investigate the Zhi mansion, while Kiara takes Miah’s place, tasting freedom from her gilded cage. The plan excites and unsettles them as they step into each other’s lives. Miah and Vrix: Love in Disguise 
As Miah lives as Kiara, she unravels Vrix’s complexities. Vrix, noticing “Kiara’s” warmth, starts to doubt her real identity. As he discovered the truth, Miah’s also has uncovered Vrix’ biggest secret, about his rare disease in which he only had 6 months to live. Beneath his aloof, bitter exterior lies deep pain and vulnerability, which Miah finds deeply moving, making her fall in love not regarding their hidden mission. Kiara and Tobias: A Chance Encounter 
While living as Miah, Kiara meets Tobias Fuente, a blind man her father once tried to match her with. Mistaking Kiara for Miah, Tobias is drawn to her resilience. Kiara, in turn, is captivated by Tobias’s strength and clarity despite his challenges. Their connection grows, though it is built on mistaken identities.
MissKc_21 · 17.6K Views

Sweet Flower

DARAH. Aroma besi memenuhi udara, bercampur dengan wewangian mawar yang hampir tak tertahankan. Ruangan itu diterangi hanya oleh cahaya lilin yang bergetar, menciptakan bayangan yang menari di sepanjang dinding batu yang dingin. Langit-langit tinggi dan perabotan kayu gelap menambah suasana yang mencekam, seakan-akan tempat ini bukanlah bagian dari dunia nyata. Eleanor Blackwood berdiri di tengah ruangan, tubuhnya membeku dalam ketakutan dan keterkejutan. Tangannya sedikit gemetar saat menyentuh gaun sutra birunya yang ternoda merah—darah. Cairan hangat itu masih segar, merembes perlahan, meninggalkan jejak kematian di serat kain yang seharusnya sempurna. Tapi itu bukan darahnya. Tidak. Itu milik seseorang yang sekarang terbaring tak bernyawa di lantai, napasnya telah lama pergi bersama roh yang tak akan pernah kembali. Di hadapannya, seorang pria berdiri dengan tenang—Lucian Sinclair, Duke of Ravenshire. Sosoknya menjulang dalam kegelapan, dengan mantel panjang berwarna hitam yang menambah aura berbahayanya. Wajahnya tajam dan aristokratik, dilingkupi ketenangan yang mengerikan. Tidak ada bekas keterkejutan, tidak ada penyesalan. Hanya ketenangan yang sedingin batu nisan. Mata abu-abu kelamnya menatap Eleanor tanpa emosi, seolah membaca setiap ketakutan yang berputar di dalam dirinya. Namun, ada sesuatu yang lain bersembunyi di balik sorotannya—sesuatu yang lebih mengancam daripada sekadar ketidakpedulian. Itu adalah sorot mata seorang pria yang memegang kendali penuh, seseorang yang tidak terbiasa ditantang atau dipertanyakan. "Kau seharusnya tidak ada di sini, Eleanor." Suaranya rendah, dalam, dan mengandung bahaya yang terlalu nyata. Getaran dalam nada suaranya menyusup ke dalam tulangnya, membuat napasnya tercekat. Jantung Eleanor berdebar kencang, bukan hanya karena ketakutan, tetapi juga karena sesuatu yang lebih mengerikan—hasrat yang tak terhindarkan. Perasaan yang seharusnya tidak ada di sini, di tengah malam yang kelam dan berlumuran darah. Namun, ia merasakannya, sekuat ia merasakan ketakutannya sendiri. Seharusnya ia berlari. Seharusnya ia meninggalkan tempat ini sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Namun, bukannya mundur, Eleanor justru melangkah maju, menghampiri pria yang seharusnya ia hindari. "Apa yang kau lakukan, Lucian?" bisiknya, suaranya nyaris patah. Pria itu tersenyum tipis—senyum yang lebih mirip ancaman daripada kelembutan. Sebuah permainan yang hanya ia yang tahu aturannya. "Aku melindungi milikku," jawabnya. Dan sebelum Eleanor bisa bereaksi, ia merasakan sentuhan dingin di pinggangnya. Lucian menariknya dengan mudah, membuat tubuh mereka bertemu dalam benturan yang membakar. Nafasnya hangat di lehernya, begitu dekat, begitu menguasai. Jari-jari pria itu menekan punggungnya, menciptakan sensasi yang tidak semestinya muncul dalam situasi seperti ini. Eleanor seharusnya merasa takut. Ia seharusnya memberontak, menolak perangkap yang kini telah menelannya. Namun, tubuhnya tidak bergerak, pikirannya kabur, tenggelam dalam pusaran bahaya yang dibawa Lucian Sinclair. Matanya menatap wajah pria itu dalam kegelapan. Pria yang dikenal sebagai Duke of Ravenshire, pria yang ditakuti dan dihormati dalam takaran yang sama. Seorang pria yang berbahaya, yang berdiri di antara batas moralitas dan kehancuran. "Apakah ini yang kau sebut perlindungan?" Eleanor mencoba menguatkan suaranya, tetapi yang keluar hanyalah bisikan rapuh. Lucian menundukkan kepalanya, bibirnya hampir menyentuh telinganya. "Ya, Eleanor. Ini perlindungan dengan caraku. Dan kau tidak punya pilihan selain menerimanya." Jari-jarinya yang kuat menelusuri sisi wajahnya, menghapus jejak air mata yang tidak ia sadari telah jatuh. Eleanor menutup matanya sejenak, mencoba mencari pegangan di tengah badai yang mengancam untuk menelannya bulat-bulat. Namun, bagaimana mungkin ia bisa bertahan jika badai itu adalah Lucian sendiri? Ia telah jatuh ke dalam perangkap yang tidak memiliki jalan keluar. Dan yan
Ochia_rosses · 369 Views

The Withering Paper Flower

Kanika Sharma was once a woman full of life—an ambitious HR manager, a loving wife, and someone who believed in the beauty of dreams. But marriage changed everything. A miscarriage shattered her, leaving her drowning in depression, an eating disorder, and a fear of blood. Instead of love and support, she faced blame, humiliation, and neglect. Her once-devoted husband, Vibhav, saw her as a burden rather than a partner. When strange symptoms began surfacing, she turned to him for support, only to be met with indifference. With no choice but to seek help alone, she walked into a crowded government hospital—where she met him. Dr. Mokshith Kapoor was a man of logic, not emotions. A brilliant cardiologist, he had spent his life avoiding attachments, believing love was nothing but a fleeting illusion. But something about Kanika unsettled him. She wasn’t just another patient. She was someone who had been broken but still carried the weight of hope. As fate pulled them closer, a silent battle began. Her husband accused her of betrayal. Her family pressured her to return. And as Mokshith stood by her side, she began questioning herself—was this companionship, or was her heart starting to waver? Did she truly love the doctor, or was she merely seeking solace? Could she ever escape the shadows of her past, or would she be forced to return to the life that broke her? With every passing moment, Kanika’s time was slipping away. But when the final choice came, would it be love, redemption, or something entirely unexpected? A story of pain, healing, and the fragile nature of the human heart—The Withering Paper Flower will leave you questioning whether love is a cure or just another illusion.
Librascales · 172 Views
Related Topics
More