Langkah sang Elang
Saat interogasi dimulai, Faiz hanya menjawab dengan singkat dan dingin. Setiap pertanyaan dari Andri, ia balas dengan kata-kata seperlunya. Sikapnya membuat Andri semakin frustrasi.
"Kenapa kamu nggak ikut MOS?" bentak Andri.
"Ada urusan."
"Urusan apa?"
"Penting."
Andri mengepalkan tangan. "Jangan main-main, Faiz! Jawab dengan benar!"
Faiz menatapnya dingin. "Aku sudah jawab."
Kesabaran Andri habis. Tanpa pikir panjang, ia melayangkan pukulan ke wajah Faiz. Semua yang ada di ruangan itu terkejut, termasuk Nabila. "Andri! Kita ini pelajar, bukan preman!" katanya marah.
Namun, yang lebih mengejutkan bukan pukulan itu, melainkan reaksi Faiz—atau lebih tepatnya, ketiadaan reaksi. Faiz sama sekali tidak menunjukkan ekspresi sakit atau marah. Ia hanya menatap Andri tanpa emosi, lalu berkata dengan tenang, "Kalau urusan kalian sudah selesai, aku mau pergi. Ada hal lebih penting."
Lintar, ketua OSIS, menahan Faiz sebelum ia keluar. "Boleh pergi, tapi dengan satu syarat. Lari keliling lapangan 30 kali."
Nabila ingin menentang, tapi sebelum sempat bicara, Faiz sudah menjawab, "Tidak masalah. Akan kulakukan."