Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Tangan Berkerut Kena Air

Contract Marriage with My Secret Partner in Crime

Zephany Draven is a shy, clumsy celebrity journalist who is constantly ridiculed for not getting the big scoops. She is soft-spoken and easily intimidated, so she looks weak. However, behind closed doors, she's Eclipse, an altogether tougher, loud-mouthed agent and quite ruthless and efficient. Kendrick Montclair is a gentle, positive artist who loves his family and remains optimistic despite his struggles. His gentle nature makes him easy to take advantage of. But secretly, he's Obscura, a cold, ruthless agent who is efficient and silent. Both work as partners in a secret organization that preserves hidden truths erased by governments, yet they remain completely unaware of each other's true identities. Their goal is to reach the highest level of clearance to access classified information. But just when they're on the verge of success, they fail. Then, a mysterious man appears with an offer—a contract marriage in exchange for the information they desperately seek. Trapped with no alternative, they sign the deal. But neither expected what would happen next. ------------- Kendrick and Zephany sat by the glass wall, waiting for their food when a car suddenly crashed through. Kendrick pulled Zephany to safety just in time, but both got small cuts from the broken glass. "Are you okay?" they asked, checking each other. To their astonishment, the cuts healed before their eyes. Their minds raced. "Beside me, the only person I know who has that ability is." "No! She can't be that loud, short-tempered woman!" "No! He can't be that silent, obnoxious man!" "Did I marry my secret partner in crime?" They both shuddered at the thought.
Air_Ace · 10.3K Views

Setelah Menjadi Umpan Meriam, Dia Menampar Wajah Semua Orang

Ketika Ling Miao membuka matanya, dia menemukan bahwa dia telah membaca buku itu dan menjadi pasangan wanita umpan meriam yang tidak berguna dalam novel pengembangan otak cinta. Dia memiliki akar spiritual tingkat rendah dan diracuni oleh racun aneh kekuatannya. Untuk berbaring dan mati dengan tenang, dia memilih untuk melarikan diri dari sekte tempat pahlawan wanita itu berada, berlari sejauh mungkin. Tanpa diduga, dia melarikan diri ke kandang pahlawan wanita lain, di mana semua orang menunggu untuk menumpahkan darah mereka demi pahlawan wanita tersebut.    Awalnya, dia hanya ingin mencari sudut untuk menjadi pecundang kecilnya secara diam-diam, tapi tuan dan kakak laki-lakinya sangat baik, jadi dia memutuskan untuk menyelamatkan Mereka.    Kakak laki laki senior jatuh cinta pada pahlawan wanita itu pada pandangan pertama dan bersedia menjadi gudang obat mujarab kelilingnya.    Kakak Senior: Begitu dia menitikkan air mata, mau tak mau aku jatuh cinta padanya.    Ling Miao dengan tenang mengikat orang itu dan menemukan seseorang yang menangis padanya sepanjang hari. Sejak saat itu, dia menjadi stres setiap kali dia melihat pahlawan wanita itu menangis.    Kakak laki-laki kedua yandere memaksakan terobosan untuk menyelamatkan pahlawan wanita itu tetapi diganggu dan menjadi gila.   Kakak Kedua: Penatua Wu menghitung bahwa aku akan mengalami bencana bunga persik hari ini. Aku akan bertemu seorang wanita dan disakiti olehnya.    Ling Miao dengan elegan memecat kakak laki-laki kedua dan memukulnya: Panatua Wu sangat kuat, dia bahkan berpikir bahwa aku akan menyerangmu secara diam-diam hari ini!    Kakak keempat yang lucu memblokir serangan fatal raja iblis terhadap sang pahlawan wanita, dan meninggal secara tragis di pelukan sang pahlawan wanita.    Ling Miao langsung menendang orang itu ke dalam sarang monster itu, dan sebelum meledakkan pintu masuknya, dia juga memberinya pesan: Otak cinta adalah kejahatan besar.    Semuanya: Mengapa dia, seorang pecundang kecil dengan akar spiritual tingkat rendah, begitu gila?    Ling Miao terkekeh: Saya sangat kuat! Di bawah tangan besi, semua makhluk hidup setara!
hanaahanaa17 · 24.6K Views

The Darkness Island

The Darkness Island Prolog: "Cepat katakan! Dimana para bawahanmu dan alasan kenapa kau menghancurkan terowongan itu!" sorak seorang polisi dengan sangat kuat sambil mencambuk seseorang yang kedua tangannya di ikat dengan rantai. "Su-sudah kubilang, aku sama sekali tidak tau apa yang kau bicarakan," jawab orang itu dengan nada lelah dan suara yang pelan. "Kau masih saja mengelak sialan!" Polisi tadi langsung mengambil pistol di pinggangnya. Dorr!! Ia tanpa ragu menembak paha kiri laki-laki itu. "Aaahh!!!" pekiknya dengan sangat kesakitan. "Cepat katakan!!" Laki-laki itu tidak merespon dan hanya menunduk kebawah dengan putus asa. Tubuhnya tampak seperti sudah tidak sanggup menerima rasa sakit lagi. "Bukankah sudah kubilang dari beberapa hari sebelumnya, saat proses interogasi dan kau berani tidur, maka kau akan merasakan ini!" teriak polisi itu masih dengan nada kuat dan sangat kesal. Ia kemudian mengambil cambuknya tadi. Lalu membakar cambuk tersebut dengan sebuah korek api. Rupanya cambuk itu dari tadi sudah terlumuri dengan minyak tanah. Begitu pula dengan seluruh bagian dada laki-laki itu yang hari ini sudah tercambuk puluhan kali. Hanya dengan sekali pukulan. Dan wuzzz!! Seluruh bagian dada laki-laki yang diikat di rantai itu langsung terbakar. "Aaackkk!!!" teriaknya dengan kesakitan dan langsung mendapatkan kembali kesadarannya. Sebelum api itu merambat sampai ke kepalanya. Ia langsung di guyur air yang berasal dari atas. Laki-laki itu menatap polisi tersebut dengan mata penuh dendam. "Bukankah aku sudah bilang! Aku tidak tau apa-apa kau Bangs*t!" ucapnya dengan sangat kesal. "Sialan! Bagaimana ini terjadi, aku hanya ingin liburan dengan keluargaku, namun semuanya hancur saat kami memasuki sebuah terowongan yang tiba-tiba saja meledak. Gara-gara kalian! Gara-gara kalian adikku dan ayahku mati di dalam terowongan itu! Aku dengan ini bersumpah. Bahwa aku akan menemukan dalang atas semua ini! Dan membalas dendam akan keluargaku!!" teriaknya di dalam hati yang langsung meronta dengan sangat kuat. Dari arah dinding sebelah kiri, tiba-tiba saja sebuah peluru bius di tembakan. Peluru itu langsung mengenai tangan kanan laki-laki itu. Yang secara perlahan membuatnya pingsan. Coming soon~ ~Higashi.
Kazehiro · 5.8K Views

TEROR MAHLUK PENJILAT DARAH PEMBALUT

Malam itu, hujan turun semakin deras di kota kecil tempat Lia tinggal. Gemericik air yang menetes dari genting membuat suasana semakin mencekam. Hawa dingin merayap melalui celah-celah jendela kamar kosnya yang sederhana. Lia baru saja selesai mandi, air masih menetes dari rambutnya yang basah. Dengan cepat, ia merapatkan handuk ke tubuhnya sebelum mengenakan pakaian tidur. Namun, ketika ia hendak membuang pembalut bekas ke tempat sampah di kamar mandi, ia merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah aroma menyelinap di udara. Bukan bau darah biasa, melainkan sesuatu yang lebih busuk, seperti daging yang membusuk di tempat lembab. Lia bergidik, bulu kuduknya berdiri seketika. Ia menahan napas, mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang mulai merayap di tubuhnya. Dengan cepat, ia membuang pembalut itu ke dalam tempat sampah dan menutupnya rapat. Namun, perasaan tidak enak tidak hilang begitu saja. Seolah-olah ada sesuatu yang sedang mengawasi dari sudut kamar mandi. Lia menelan ludah, matanya bergerak mengamati sekitar, tetapi tidak ada yang berubah. Kamar mandi tetap seperti biasanya. Cermin di hadapannya berembun, meskipun ia tidak menggunakan air panas. Jantung Lia berdegup lebih cepat. Ia melangkah mendekat dan mengusap embun di permukaan cermin dengan tangannya. Samar-samar, tampak sebuah jejak... seperti lidah yang menjilati kaca. Lia terpaku, darahnya seakan membeku di dalam tubuhnya. Ia mengedip beberapa kali, berharap itu hanya bayangannya sendiri. Tapi tidak, jejak itu tetap ada, bahkan semakin jelas. Seolah-olah sesuatu—atau seseorang—benar-benar menjilati cermin dari dalam. Ia mundur perlahan, tangan gemetar meraih gagang pintu. Ia buru-buru keluar dari kamar mandi dan mengunci pintunya. Namun, ketika ia berbalik menuju ranjangnya, ia mendengar sesuatu. Sebuah suara isapan pelan, seperti seseorang sedang menjilati sesuatu dengan penuh nafsu. "Slepp... slepp..."
Endonesie_Media · 163 Views

War Scars

The drums of war beat a relentless rhythm, echoing across the land and shaping the destinies of three individuals bound together by conflict yet driven by vastly different motivations. Their interwoven and complex stories paint a stark portrait of the human cost of war, shifting perspectives to reveal the brutal truths hidden beneath banners and battle cries. First, we meet Lairia Lights, a 20-year-old knight, the shining beacon of her kingdom. Her name, ironically, reflects the deceptive nature of her reality. Lairia is celebrated as a hero, a symbol of unwavering loyalty and strength. But beneath the polished armor and skilled swordsmanship lies a pawn. Her unwavering devotion to the crown makes her easily manipulated, a weapon wielded by those who prioritize power over principle. She believes in the righteousness of her kingdom’s cause, blindly charging into battles fueled by propaganda and a naive belief in honor. Her narrative is a cautionary tale of blind loyalty. Then there is Aaron Rodgers, an 18-year-old warrior consumed by the fires of revenge. Marked by his race and ostracized by prejudice, Aaron has known hardship since birth. The war has taken everything from him, leaving a burning desire to avenge the injustices inflicted upon his people. Unlike Lairia, Aaron sees the cracks in the kingdom’s facade. He understands the war not as a glorious crusade, but as a brutal land grab fueled by greed and power. His motivations are raw and visceral; he fights not for ideals, but for survival and retribution. His story is a testament to the resilience of the human spirit, even in the face of overwhelming adversity. Finally, we encounter Clayton Danks, a 37-year-old veteran warrior, a ghost haunted by the specters of his past. Clayton has seen too much, done too much. The war has stripped him of his innocence, leaving him burdened by the weight of his past mistakes. More profoundly, the war has cost him his family, the loss of his daughter a constant, agonizing reminder of the price of conflict. He grapples with PTSD, struggling to reconcile the man he once was with the broken individual he has become. Clayton’s story serves as a stark warning about the long-term consequences of war, the invisible wounds that fester long after the battles have ended. He represents the forgotten casualties, the veterans left to silently battle their demons while the world moves on. As the war intensifies, the paths of Lairia, Aaron, and Clayton are destined to intersect. Will Lairia’s blind loyalty finally be shattered, forcing her to confront the true nature of her kingdom? Can Aaron find solace beyond revenge, or will his thirst for retribution consume him? And will Clayton ever find peace, or is he doomed to forever wander the desolate landscape of his past?
Air_Beather · 612 Views
Related Topics
More