Putra Mahkota dari Masa Depan
Tahun 2045. Iskandar Arifin, seorang arkeolog muda berdarah Minang, tengah meneliti reruntuhan kuno Kerajaan Melayu di pinggiran Sungai Batanghari. Di tengah penggalian, ia menemukan batu permata emas bertuliskan mantra dalam aksara kuno. Saat menyentuhnya, badai petir yang tidak wajar menghantam tanah itu—dan ia terlempar ke tahun 1487, ke masa ketika kekuasaan di Sumatra berada di ambang perpecahan.
Iskandar terbangun di istana kuno yang asing, dan yang lebih mengejutkan: para bangsawan menganggapnya sebagai Putra Mahkota Iskandar Syah, pangeran yang dikabarkan hilang setahun sebelumnya dalam pelayaran. Karena wajah dan namanya persis, mereka percaya ia telah “kembali” dengan keberkahan para leluhur.
Terjebak dalam identitas baru, Iskandar mencoba bertahan di lingkungan istana yang penuh intrik, ritual, dan persaingan kekuasaan. Ia menyadari bahwa dirinya kini adalah calon raja dari Kerajaan Melayu Dharmasraya, di masa ketika Kesultanan Malaka mulai mengincar kekuasaan di Sumatra, dan bangsa asing dari barat mulai terdengar dalam desas-desus dagang.
Dengan pengetahuan sejarah masa depan, Iskandar bisa saja mengubah jalannya sejarah—menyatukan kerajaan, membendung kolonialisme lebih awal. Tapi setiap langkahnya bisa merusak waktu, dan membuka celah pada bencana yang lebih besar.
Apakah ia akan menerima takdir sebagai penguasa masa lalu? Atau mencari jalan pulang, sebelum sejarah berubah terlalu jauh?