Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Gerbang Gaib

Aran, Pewaris Kekuatan Dewa

Aran, seorang pemuda lemah di desa terpencil, hidup dalam bayang-bayang ejekan dan kekerasan. Tubuhnya ringkih, tak punya bakat bertarung, membuatnya jadi sasaran bully teman-temannya dan diremehkan warga desa. Di tengah hinaan, hanya Lira, seorang gadis pemberani yang diam-diam mengaguminya, selalu membela Aran dengan tulus. Namun, hidup Aran berubah drastis saat sekelompok pembenci memukulinya habis-habisan dan membuangnya ke hutan belantara yang diselimuti misteri, tempat yang ditakuti karena legenda makhluk gaib dan kekuatan kuno.Tanpa sepengetahuannya, di dalam hutan itu, sesuatu membangunkan kekuatan terpendam dalam diri Aran—kekuatan dewa yang tak tertandingi, mengalir dalam darahnya sejak lahir. Ketika sadar, Aran kembali ke desa, menjalani hari-harinya seperti biasa, tak menyadari potensi dahsyat yang kini bersemayam di tubuhnya. Ejekan dan bully terus berlanjut, hingga suatu hari, amarah Aran memuncak. Di depan mata semua orang, kekuatannya meledak, mengguncang desa dan membuat semua orang tercengang. Aran, pemuda tampan yang selama ini dianggap lemah, ternyata menyimpan rahasia besar: dia adalah titisan dewa.Perjalanan Aran kini dimulai, bukan hanya untuk membuktikan dirinya, tetapi juga mengungkap asal-usul kekuatannya, menghadapi musuh yang jauh lebih besar, dan melindungi mereka yang dicintainya—termasuk Lira, yang selalu percaya padanya. Akankah Aran mampu mengendalikan kekuatan dewa dalam dirinya, atau justru terjebak dalam kutukan yang menyertainya? Novel ini adalah kisah epik tentang keberanian, cinta, dan kebangkitan dari seorang yang dianggap tak berarti menjadi legenda.
Rai_Shan · 4.6K Views

TABIR TUJUH LANGIT

Arya, seorang mahasiswa sejarah yang hidupnya cuma berputar antara deadline tugas dan mi instan, tiba-tiba menghadapi kenyataan yang lebih gila dari mitos-mitos kuno yang ia pelajari. Sebuah kotak peninggalan kakeknya yang misterius—seorang kolektor barang antik yang ternyata punya rahasia kelam—menyimpan sebuah pecahan Cincin Solomon. Benda kuno itu bukan sekadar perhiasan; ia adalah kepingan dari artefak legendaris yang dulu digunakan Raja Solomon untuk mengendalikan jin dan membangun Tabir Pemisah antara dunia manusia dan dunia gaib. Namun, Tabir itu kini menipis. Termakan usia ribuan tahun dan diperparah oleh ulah tak terduga kakek Arya, dinding dimensi itu mulai retak. Jin-jin yang dulunya terkurung—dari Jin Ghul yang kelaparan hingga Jin Ifrit kuat yang haus kekuasaan—kini mulai menyusup ke dunia manusia, membawa kekacauan dan horor yang tak terbayangkan. Di tengah kebingungan dan ancaman yang tak masuk akal ini, Arya menemukan kenyataan pahit: ia adalah keturunan Nephilim, darah kuno yang memberinya kekuatan tersembunyi, tapi juga menjadikannya target utama para jin yang membenci warisan Solomon. Dengan insiden tak terduga, ia secara paksa "mengikat" Barbatos, seorang Jin Ifrit perokok nan cerewet yang dulunya terkurung oleh Solomon, menjadi mentornya yang enggan. Bersama Barbatos yang sarkastik, Arya harus menguasai kekuatan Nephilim-nya yang baru bangkit, menghadapi gelombang invasi jin yang semakin kuat, dan memulai pencarian berbahaya untuk menemukan sisa-sisa pecahan Cincin Solomon yang tersebar di seluruh Nusantara. Dari kuil angker di pedalaman Jawa hingga reruntuhan kuno yang tak terjamah di pelosok Indonesia, Arya harus berlomba melawan waktu, menguak rahasia Raja Solomon, dan menghadapi kenyataan bahwa kakeknya mungkin bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas kehancuran Tabir.
Trisno_Kusuma · 112 Views

Asralux Pahlawan Dari Kegelapan

Asralux: Pahlawan dari Kegelapan Episode 1 – "Yang Dibuang" By Bagas D --- Langit mendung menggantung muram di atas Akademi Pahlawan Arkhaya, tempat para calon penyelamat bangsa digembleng dan dilahirkan. Hari ini adalah hari kelulusan. Hari penuh sorak-sorai. Tapi tidak baginya. Di tengah lapangan besar yang dikelilingi pilar-pilar emas, Ardan berdiri dengan kepala menunduk, tubuhnya penuh luka, pakaiannya compang-camping, dan kedua tangannya gemetar memegang selembar kertas lusuh. Sementara teman-teman seangkatannya berdiri dengan penuh kebanggaan, mengenakan jubah pahlawan dan menerima simbol kehormatan, Ardan hanya berdiri sendiri—dalam diam dan kehinaan. > “ARDAN.” Suara keras sang Kepala Dewan menggema dari podium. Semua perhatian langsung tertuju padanya. > “Nilaimu... adalah yang TERENDAH dalam sejarah akademi kami.” “Tidak hanya gagal. Kau memalukan.” Riuh rendah tawa dan bisikan menyakitkan menyeruak. > “Dia tuh? Yang dulu katanya latihan tiap malam? Hah!” “Mana sekarang tekadmu itu, Ardan?” Ardan hanya diam. Tapi dalam dadanya, ada yang terbakar. Luka demi luka yang tak terlihat di tubuhnya, tapi mengoyak jauh lebih dalam: harga diri. Lonceng besar berbunyi. Sebuah kristal kehormatan dilemparkan ke arah kakinya. Retak. Pecah seperti mimpi-mimpinya. > “Mulai hari ini, namamu dihapus dari catatan kami. Kau bukan lagi calon pahlawan. Kau… dibuang.” --- Senyap. Bahkan angin pun seolah menolak menyentuhnya. Ardan memungut kristal yang retak itu. Darah menetes dari telapak tangannya yang terluka. Tak ada tepuk tangan. Tak ada air mata. Tak ada siapa pun yang berdiri untuknya. > “Apa artinya jadi kuat… jika tak ada yang melihat?” “Apa gunanya semua latihan malam, semua luka, semua keyakinan… kalau ujungnya aku tetap dianggap gagal?” Ia melangkah pergi melewati gerbang Akademi. Setiap langkahnya seperti membelah dunia. Orang-orang menatapnya dengan jijik. Seorang anak kecil melempar batu kecil ke arah kakinya. Ibunya langsung menarik si anak menjauh. > “Jangan dekat-dekat! Dia buangan!” “Katanya dia gagal jadi pahlawan, bahkan tak bisa angkat pedang dengan benar!” Ardan berjalan terus. Tak ada tempat untuknya di balik dinding emas Akademi. Tak ada tempat untuk orang seperti dia—orang dengan tekad tapi tanpa nama. --- Di kejauhan, seorang perempuan berkerudung hitam berdiri di atas menara. Matanya bersinar redup. Ia memperhatikan langkah Ardan dengan seksama. > “Akhirnya… matahari telah jatuh ke bayang-bayang.” “Dan dari kegelapan… lahirlah cahaya baru.” --- Senja tiba. Ardan duduk di atas tebing, melihat ke arah kota Arkhaya yang indah dari kejauhan. Langit berubah merah, seperti simbol perang batin dalam dirinya. Tangannya masih berdarah memegang pecahan kristal. Tapi dia tak melepaskannya. Karena itulah satu-satunya bukti bahwa ia pernah mencoba. Bahwa ia belum selesai. > “Jika dunia tak menginginkanku… aku tak akan memohon diterima.” “Aku tak perlu jadi cahaya mereka… Aku akan jadi cahaya dalam kegelapan.” “Dan saat mereka memohon pertolongan… biarlah bayangan yang menjawab.” --- [TO BE CONTINUED]
Bagas_Dwi_0738 · 330 Views
Related Topics
More