Joyowati
Slara, adalah nama seorang anak perempuan yang sejak bayi di besarkan oleh sepasang suami istri, dimana ayah angkatnya adalah seorang wiraswasta dan ibu angkatnya adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Awalnya mereka tinggal di tengah kota Jakarta, tepatnya di daerah Gambir atau wilayah Taman Ria, sebelum banyak berpindah, dan akhirnya menetap di kota Bekasi.
Ia ditemukan pasca gempa besar yang melanda kota Yogyakarta. Kebetulan saat itu, Joyo yg kini menjadi ayah angkatnya sedang menjadi relawan, dan mendengar suara tangis bayi di sudut ruangan, dibawah ranjang besi di dalam puskesmas. Setelah melewati waktu berhari-hari guna mencari orang tuanya, akhirnya informasi pun datang, Slara kehilangan orang tuanya. Orang tuanya meninggal tertimpa reruntuhan bangunan yang ambruk.
Setelah banyak berdiskusi dengan warga, dan melalui proses kesepakatan yang panjang, Slara pun diadopsi oleh Joyo dan diizinkan untuk membawanya ke Jakarta. Diketahui, bahwa kedua orang tua kandung Slara ini bermata pencaharian sebagai petani. Ia berada di puskesmas karena saat itu sedang ada suntik imunisasi gratis.
Banyak hal yang dilalui Slara dengan orang tua angkatnya, ternyata kehidupan Joyo sangat memprihatikan. Tapi walau bagaimanapun, Joyo tetap optimis bahwa akan ada jalan keluar setiap mencari.
Setelah 13 tahun berlalu, Slara dapat merasakan hidup yang enak tatkala usaha Joyo kian melejit. Meski pasang surut selalu datang dan susah sudah menjadi teman, maka Slara tak pernah merasa kesulitan. Satu-satunya yang membuatnya merasakan sulit adalah ketika saat Wati mengatakan hal yang sejujurnya kepada Slara tentang dirinya. Tapi, itu tidak berlangsung lama.
Bagi Slara, mau ia dilahirkan dari siapa dan dibesarkan oleh siapa, selama orang tersebut baik kepadanya dan menyayanginya ia akan membalas hal yang sama. Karena ia percaya bahwa yang menjadi sifatnya saat ini adalah gabungan dari 2 keluarga, tapi yang dominan adalah tetap orang tua kandungnya. Sebenarnya Slara dalam hati sudah menduga akan kecurigaannya setiap kali malam Jum'at berdoa bersama-sama untuk mendoakan Mbah. Ia selalu mendengar ada dua nama yang ia tidak kenali, jadi ketika ia mendengar hal yang sebenarnya justru ia merasa bangga. Bangga akan dirinya, dan berterimakasih kepada orang tua kandungnya telah memberi anugerah yang saat ini dimiliki yaitu mengolah perasaan.
Waktu beranjak saat masa-masa SMA, Slara selalu menjadi anak yang paling menonjol dikelasnya. Bukan saja kepintarannya dalam pelajaran, tapi juga karena cara ia berjalan dan berbicara memiliki sebuah karakter tersendiri. Cita-citanya selalu berubah dari masa ke masa, dahulu ia ingin menjadi astronot wanita pertama, menjadi dokter, sampai ingin menjadi seorang arsitek wanita. Tapi karena perjalanan yang ia lewati, akhirnya cita-cita itu selalu berubah. Dalam hatinya yang tidak pernah berubah adalah ia ingin menjadi nomer satu.