Tahta keabadian
Dalam kegelapan terdalam, di tempat di mana cahaya tak pernah menjamah, sesosok tubuh berdiri tegak. Di hadapannya, bayangan berkilau seperti cahaya bintang, menari liar di udara, membentuk sosok naga purba dengan mata menyala seperti bara.
“Sudah lama...” bisik suara itu, dingin seperti kematian, namun lembut seperti bisikan ibu. “Sudah lama aku menunggu momen ini.”
Sosok itu perlahan membuka matanya—sepasang mata berbeda warna, satu emas membara, satu hitam kelam bagai lubang hitam.
Dulu dia adalah seorang raja.
Dulu dia mengenakan mahkota yang bersinar seolah menantang langit.
Namun takdir berkata lain.
Dihancurkan oleh dewa, dikhianati oleh yang dicintai, dia jatuh.
Namun dari kejatuhan itu, lahirlah sesuatu yang baru.
Sesuatu yang lebih gelap. Sesuatu yang lebih terang.
“Aku bukan lagi raja kalian...” gumamnya pelan. “Aku adalah penjual bayangan, pemungut cahaya, penguasa tak bertakhta…”
Di atas gunung yang menjulang, di bawah langit yang berkecamuk, naga bayangan mengaum. Dunia mulai bergetar.
Hari itu, legenda baru lahir.
Hari itu, dunia mengenal nama yang tak akan pernah mereka lupakan.
Nama seorang Raja Tanpa Mahkota....