Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Harimau Merah

Asralux Pahlawan Dari Kegelapan

Asralux: Pahlawan dari Kegelapan Episode 1 – "Yang Dibuang" By Bagas D --- Langit mendung menggantung muram di atas Akademi Pahlawan Arkhaya, tempat para calon penyelamat bangsa digembleng dan dilahirkan. Hari ini adalah hari kelulusan. Hari penuh sorak-sorai. Tapi tidak baginya. Di tengah lapangan besar yang dikelilingi pilar-pilar emas, Ardan berdiri dengan kepala menunduk, tubuhnya penuh luka, pakaiannya compang-camping, dan kedua tangannya gemetar memegang selembar kertas lusuh. Sementara teman-teman seangkatannya berdiri dengan penuh kebanggaan, mengenakan jubah pahlawan dan menerima simbol kehormatan, Ardan hanya berdiri sendiri—dalam diam dan kehinaan. > “ARDAN.” Suara keras sang Kepala Dewan menggema dari podium. Semua perhatian langsung tertuju padanya. > “Nilaimu... adalah yang TERENDAH dalam sejarah akademi kami.” “Tidak hanya gagal. Kau memalukan.” Riuh rendah tawa dan bisikan menyakitkan menyeruak. > “Dia tuh? Yang dulu katanya latihan tiap malam? Hah!” “Mana sekarang tekadmu itu, Ardan?” Ardan hanya diam. Tapi dalam dadanya, ada yang terbakar. Luka demi luka yang tak terlihat di tubuhnya, tapi mengoyak jauh lebih dalam: harga diri. Lonceng besar berbunyi. Sebuah kristal kehormatan dilemparkan ke arah kakinya. Retak. Pecah seperti mimpi-mimpinya. > “Mulai hari ini, namamu dihapus dari catatan kami. Kau bukan lagi calon pahlawan. Kau… dibuang.” --- Senyap. Bahkan angin pun seolah menolak menyentuhnya. Ardan memungut kristal yang retak itu. Darah menetes dari telapak tangannya yang terluka. Tak ada tepuk tangan. Tak ada air mata. Tak ada siapa pun yang berdiri untuknya. > “Apa artinya jadi kuat… jika tak ada yang melihat?” “Apa gunanya semua latihan malam, semua luka, semua keyakinan… kalau ujungnya aku tetap dianggap gagal?” Ia melangkah pergi melewati gerbang Akademi. Setiap langkahnya seperti membelah dunia. Orang-orang menatapnya dengan jijik. Seorang anak kecil melempar batu kecil ke arah kakinya. Ibunya langsung menarik si anak menjauh. > “Jangan dekat-dekat! Dia buangan!” “Katanya dia gagal jadi pahlawan, bahkan tak bisa angkat pedang dengan benar!” Ardan berjalan terus. Tak ada tempat untuknya di balik dinding emas Akademi. Tak ada tempat untuk orang seperti dia—orang dengan tekad tapi tanpa nama. --- Di kejauhan, seorang perempuan berkerudung hitam berdiri di atas menara. Matanya bersinar redup. Ia memperhatikan langkah Ardan dengan seksama. > “Akhirnya… matahari telah jatuh ke bayang-bayang.” “Dan dari kegelapan… lahirlah cahaya baru.” --- Senja tiba. Ardan duduk di atas tebing, melihat ke arah kota Arkhaya yang indah dari kejauhan. Langit berubah merah, seperti simbol perang batin dalam dirinya. Tangannya masih berdarah memegang pecahan kristal. Tapi dia tak melepaskannya. Karena itulah satu-satunya bukti bahwa ia pernah mencoba. Bahwa ia belum selesai. > “Jika dunia tak menginginkanku… aku tak akan memohon diterima.” “Aku tak perlu jadi cahaya mereka… Aku akan jadi cahaya dalam kegelapan.” “Dan saat mereka memohon pertolongan… biarlah bayangan yang menjawab.” --- [TO BE CONTINUED]
Bagas_Dwi_0738 · 316 Views

[BL] Thriller Trainee

Author: Wang Ya Genre: Unlimited Flow, Horror, Supernatural Pesulap Zong Jiu yang sudah tidak bernyawa bertransmigrasi ke dalam novel horor dengan alur cerita yang tak terbatas tentang pertunjukan bertahan hidup, menggantikan umpan meriam yang meninggal secara tragis di babak evaluasi pertama. Pertunjukan ini sangat menarik. Dari puluhan ribu orang, hanya seratus orang yang dapat bertahan hidup, dan posisi c (pesaing terkuat) bahkan dapat memperoleh tiket keinginan universal. Kalau orang lain, mereka mungkin akan ketakutan setengah mati. Tak seorang pun menyangka bahwa Zong Jiu tidak hanya tak kenal takut, tetapi juga menimbulkan kehebohan yang sensasional, tanpa malu-malu memamerkan triknya sepanjang jalan. Setelah tipu muslihatnya berhenti, dan hidupnya dapat dianggap aman dan tenteram, ia berakhir dalam persaingan dengan penjahat besar dalam novel tersebut. Hari ini kau berusaha menyerangku, besok aku akan menyerangmu lagi, bolak-balik, itu cukup menyenangkan, heh. Alhasil, meski hanya main-main, suatu kali mereka terbawa suasana dan benar-benar berakhir tidur bersama. Melihat musuh bebuyutan yang menekannya ke tanah, Zong Jiu dengan malas mengangkat pandangannya. "Jika kau ingin membunuhku, bunuh saja aku, jangan bicara omong kosong." Bahkan saat dalam posisi yang kurang menguntungkan, dia tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut, dan malah terus memprovokasinya. Orang itu menggunakan jarinya yang sedingin es untuk menelusuri telinganya, dan gerakan menuju aorta tiba-tiba terhenti. “Sayang sekali. Aku sudah berubah pikiran.” — Dulu dia sangat ingin membunuh Zong Jiu secara pribadi. Setiap hari, dia selalu menyesal karena tidak mencungkil dagingnya, mematahkan lehernya sendiri. Namun setelah orang ini jatuh ke tangannya, keinginan lain yang lebih mendesak tumbuh seperti rumput liar. Dibandingkan menang atau kalah, ia lebih suka melihatnya menangis dan terengah-engah, dengan mata merah, memohon belas kasihan.
Elhafasya · 131.2K Views

Prasasti Langit : Bangkitnya Cakra Buana

A reincarnation. A forgotten empire. A second chance beneath a blood-red sky. --- “So… let me get this straight,” Baoyu leaned in, frowning. “You were a royal scholar in the Yuan Dynasty, got framed, died tragically, and then—what—woke up in a jungle palace somewhere in ancient Sunda?” Li Tianhe—well, *Ragaputra* now—half-smiled, toying with the pendant that pulsed faint blue light against his chest. “Technically, it was a forest temple. And I wasn’t just a scholar. I was a tactical advisor, thank you very much.” Baoyu blinked. “Bro, you were twenty and already wearing those weird black robes like you knew how the world worked.” “And now I wear bark-textured armor and argue with spirit tigers.” Tianhe sighed. “Funny how life… or death… works.” --- In a world where ancient China crossed paths with the secretive kingdom of Pajajaran, **fate weaves across dynasties**. *Li Tianhe*—once a disciplined, calm, and brilliant strategist of the Yuan court—meets his end not on the battlefield, but through betrayal, scapegoated for a crime soaked in imperial politics. He never saw it coming. Until he opened his eyes again, reborn beneath the canopy of tropical stars. Now he’s **Ragaputra Maheswara**, the illegitimate son of a vanishing concubine no one dares name, with fragments of ancient texts burned into his soul and a weapon of Sunda origin pulsing at his side. A kujang of blue flame. --- “Let me ask you this,” Tianhe said, staring at the stars with a rare softness in his voice. “If your second life begins in a land that speaks with its forests, writes in forgotten scripts, and remembers history through the bones of kings—do you try to live quietly?” Baoyu shrugged. “Not when your *first* life was a mess because you stayed quiet.” “Exactly.” --- But Pajajaran is not a peaceful kingdom. *It is a crossroad of worlds*: * Riddled with mystical **Wangsakerta manuscripts** * Guarded by the **ghosts of treaties with ancient China** * Haunted by the **mist-shrouded figure of Prabu Siliwangi**, the last king who vanished… but never truly left. And somewhere in those ruins, hidden between **rituals, rebellion, and royal secrets**, lies the truth behind the **Prasasti Langit**—the Sky Inscription—that binds Tianhe’s two lives together. --- So what’s the deal? The Yuan Dynasty thought they erased him. But in the deep woods of Sunda, the sky remembered. And Ragaputra? He’s not just surviving. He’s rewriting the game—one ancient prophecy, one ghost-pact, one flaming kujang at a time. Because this time… He remembers everything. --- *Think of it like Avatar: The Last Airbender meets Nirvana in Fire meets Nusantara’s hidden history—told through daily banter, mystical past lives, political chessboards, and the quiet weight of a boy caught between empires.* Ready to uncover what the sky never forgot?
Harimau_Sholawat · 7K Views

Chronicles of the Skyborne Zayan Remedy

In the realm of Nurghazira, where prayers drift like mist and mountains breathe ancient secrets, lived a boy with no name but a thousand destinies—Zayan. Raised in the shadow of ruins and old remedies by a blind healer known only as Master Faatir, Zayan never imagined the old man’s chants and clay bottles held more than herbs. But on the night the moon bled silver, the old master whispered his final breath and left behind a book—a living script written in light, sealed with the sighs of seven jinn. The Book of Breath and Bone. Its verses could only be read by a soul cleansed in silence and dawnlight. Its pages did not speak of war—but of wounds: physical, spiritual, and those too deep for any blade or balm. It was a manual of healing and harmony, of energy and equilibrium—meant to rebuild a shattered world, one heartbeat at a time. But peace is a forbidden art in a world built on control. From the Ashen Exorcists of the Eastern peaks, to the Gu Sorcerers of the Southern swamps, powers stir—hunters of sacred knowledge, chasers of divine fire. They come not for healing, but for the final seal: Afaaj, the crest of celestial dominion. Zayan must journey through ancient ruins veiled in jasmine mist, cross cities where potions are politics, and learn to wield techniques born not just from muscle or mind—but from soul memory. He will learn of the Sky Pulse, of Talismanic Breaths, of Eye Gurah and Spirit Points. He will walk the thin thread between healer and warrior—between savior and heretic. And above all, he must answer the whisper of the pages: “Are you the Healer of the End, or the End of all Healers?”
Harimau_Sholawat · 20.6K Views
Related Topics
More