Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ceret Air Panas

The last law

The Last Law (Hanya ada satu hukum: Bertahan atau mati.) Dunia telah berubah menjadi ladang kematian. Setelah perang nuklir meledakkan peradaban, yang tersisa hanyalah gurun radioaktif, reruntuhan kota yang sunyi, dan manusia-manusia yang saling menerkam demi setetes air. Tidak ada lagi negara, hukum, atau belas kasihan—yang ada hanyalah kekuatan dan kelicikan. Di tengah dunia yang hancur, Raine hanya punya satu tujuan: bertahan hidup. Tidak ada ambisi besar, tidak ada dendam atau misi penyelamatan—hanya dirinya, pisau di pinggang, dan insting yang selalu berbisik bahwa satu kesalahan bisa berarti kematian. Kelompok tirani menguasai sumber daya yang tersisa, menjadikan air lebih berharga daripada nyawa. Mereka adalah kelompok berdarah dingin, dan Raine jelas harus berhati hati agar terhindar dari kematian,tapi bayangan mereka selalu mengintai, siap merebut apapun yang bisa dipakai untuk bertahan hidup. Setiap hari adalah perjudian antara melawan, bersembunyi, atau melarikan diri. Namun, di dunia yang telah mati ini, sesuatu masih bergerak. Desas-desus beredar—tentang tempat yang belum tersentuh kehancuran, tentang sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia ini. Raine tidak peduli. Dia tidak ingin terlibat. Tapi saat hidupnya yang selama ini bersembunyi terguncang oleh peristiwa yang tak terduga, dia dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan di bayang-bayang atau melangkah menuju sesuatu yang bisa mengubah segalanya. Di dunia tanpa hukum, berapa harga yang harus dibayar untuk tetap hidup?
LALU_GAMING · 82 Views

TEROR MAHLUK PENJILAT DARAH PEMBALUT

Malam itu, hujan turun semakin deras di kota kecil tempat Lia tinggal. Gemericik air yang menetes dari genting membuat suasana semakin mencekam. Hawa dingin merayap melalui celah-celah jendela kamar kosnya yang sederhana. Lia baru saja selesai mandi, air masih menetes dari rambutnya yang basah. Dengan cepat, ia merapatkan handuk ke tubuhnya sebelum mengenakan pakaian tidur. Namun, ketika ia hendak membuang pembalut bekas ke tempat sampah di kamar mandi, ia merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah aroma menyelinap di udara. Bukan bau darah biasa, melainkan sesuatu yang lebih busuk, seperti daging yang membusuk di tempat lembab. Lia bergidik, bulu kuduknya berdiri seketika. Ia menahan napas, mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang mulai merayap di tubuhnya. Dengan cepat, ia membuang pembalut itu ke dalam tempat sampah dan menutupnya rapat. Namun, perasaan tidak enak tidak hilang begitu saja. Seolah-olah ada sesuatu yang sedang mengawasi dari sudut kamar mandi. Lia menelan ludah, matanya bergerak mengamati sekitar, tetapi tidak ada yang berubah. Kamar mandi tetap seperti biasanya. Cermin di hadapannya berembun, meskipun ia tidak menggunakan air panas. Jantung Lia berdegup lebih cepat. Ia melangkah mendekat dan mengusap embun di permukaan cermin dengan tangannya. Samar-samar, tampak sebuah jejak... seperti lidah yang menjilati kaca. Lia terpaku, darahnya seakan membeku di dalam tubuhnya. Ia mengedip beberapa kali, berharap itu hanya bayangannya sendiri. Tapi tidak, jejak itu tetap ada, bahkan semakin jelas. Seolah-olah sesuatu—atau seseorang—benar-benar menjilati cermin dari dalam. Ia mundur perlahan, tangan gemetar meraih gagang pintu. Ia buru-buru keluar dari kamar mandi dan mengunci pintunya. Namun, ketika ia berbalik menuju ranjangnya, ia mendengar sesuatu. Sebuah suara isapan pelan, seperti seseorang sedang menjilati sesuatu dengan penuh nafsu. "Slepp... slepp..."
Endonesie_Media · 140 Views
Related Topics
More