Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Arti Nama Rajendra

INANIS: The Lost Magic at the Edge of the World

“I will build the greatest magic guild in the world, become the Khalifah Magic, and find INANIS!” A boy named Kael Luminous shouted to the endless sea. In a world with no continents — only millions of islands scattered across three great oceans. The Western Yellow Ocean. The Southern Red Ocean. The Central Green Ocean. Amidst these scattered seas, a rebellious magic guild was born. The Gild Dwan Magic Guild, the only guild brave enough to stand against the World Government formed by the three kingdoms that ruled each ocean. Gild Dwan declared war, defying the caste system that trampled the common folk. The nobles, blessed with stronger magic and bodies favored by mana, forged a cruel order in which they alone decided who would live and who would die — while the powerless, those with no magic and no favor from mana, could only obey. Gild Dwan became the first spark of rebellion. Led by Rajendra, the guild cornered the World Government with a devastating magic he called INANIS. The war between Gild Dwan and the World Government dragged on for years. In the end, Rajendra fell ill and died — but before drawing his last breath, he left behind a final vow: "I have hidden the magic I named INANIS in a place at the edge of the world. Seek it out, and conquer the world with it." Word of his dying words spread like wildfire, and thus began the Era of Magic Guilds. Adventurers rose up everywhere, founding guilds and setting sail for the ends of the earth to claim INANIS for themselves. They sailed with countless dreams in their hearts: INANIS is power. INANIS is wealth. INANIS is peace. And INANIS is a threat. Of course, the World Government, ruled by the magic nobility, would not stand by and do nothing. To them, INANIS was an abomination that could topple their reign. This is the story of a boy who dreams of building the greatest magic guild the world has ever known — who sails the boundless oceans in search of INANIS, and who dares to challenge the tyranny of merciless rulers.
Medy_Deka_Pratama · 1.1K Views

Asralux Pahlawan Dari Kegelapan

Asralux: Pahlawan dari Kegelapan Episode 1 – "Yang Dibuang" By Bagas D --- Langit mendung menggantung muram di atas Akademi Pahlawan Arkhaya, tempat para calon penyelamat bangsa digembleng dan dilahirkan. Hari ini adalah hari kelulusan. Hari penuh sorak-sorai. Tapi tidak baginya. Di tengah lapangan besar yang dikelilingi pilar-pilar emas, Ardan berdiri dengan kepala menunduk, tubuhnya penuh luka, pakaiannya compang-camping, dan kedua tangannya gemetar memegang selembar kertas lusuh. Sementara teman-teman seangkatannya berdiri dengan penuh kebanggaan, mengenakan jubah pahlawan dan menerima simbol kehormatan, Ardan hanya berdiri sendiri—dalam diam dan kehinaan. > “ARDAN.” Suara keras sang Kepala Dewan menggema dari podium. Semua perhatian langsung tertuju padanya. > “Nilaimu... adalah yang TERENDAH dalam sejarah akademi kami.” “Tidak hanya gagal. Kau memalukan.” Riuh rendah tawa dan bisikan menyakitkan menyeruak. > “Dia tuh? Yang dulu katanya latihan tiap malam? Hah!” “Mana sekarang tekadmu itu, Ardan?” Ardan hanya diam. Tapi dalam dadanya, ada yang terbakar. Luka demi luka yang tak terlihat di tubuhnya, tapi mengoyak jauh lebih dalam: harga diri. Lonceng besar berbunyi. Sebuah kristal kehormatan dilemparkan ke arah kakinya. Retak. Pecah seperti mimpi-mimpinya. > “Mulai hari ini, namamu dihapus dari catatan kami. Kau bukan lagi calon pahlawan. Kau… dibuang.” --- Senyap. Bahkan angin pun seolah menolak menyentuhnya. Ardan memungut kristal yang retak itu. Darah menetes dari telapak tangannya yang terluka. Tak ada tepuk tangan. Tak ada air mata. Tak ada siapa pun yang berdiri untuknya. > “Apa artinya jadi kuat… jika tak ada yang melihat?” “Apa gunanya semua latihan malam, semua luka, semua keyakinan… kalau ujungnya aku tetap dianggap gagal?” Ia melangkah pergi melewati gerbang Akademi. Setiap langkahnya seperti membelah dunia. Orang-orang menatapnya dengan jijik. Seorang anak kecil melempar batu kecil ke arah kakinya. Ibunya langsung menarik si anak menjauh. > “Jangan dekat-dekat! Dia buangan!” “Katanya dia gagal jadi pahlawan, bahkan tak bisa angkat pedang dengan benar!” Ardan berjalan terus. Tak ada tempat untuknya di balik dinding emas Akademi. Tak ada tempat untuk orang seperti dia—orang dengan tekad tapi tanpa nama. --- Di kejauhan, seorang perempuan berkerudung hitam berdiri di atas menara. Matanya bersinar redup. Ia memperhatikan langkah Ardan dengan seksama. > “Akhirnya… matahari telah jatuh ke bayang-bayang.” “Dan dari kegelapan… lahirlah cahaya baru.” --- Senja tiba. Ardan duduk di atas tebing, melihat ke arah kota Arkhaya yang indah dari kejauhan. Langit berubah merah, seperti simbol perang batin dalam dirinya. Tangannya masih berdarah memegang pecahan kristal. Tapi dia tak melepaskannya. Karena itulah satu-satunya bukti bahwa ia pernah mencoba. Bahwa ia belum selesai. > “Jika dunia tak menginginkanku… aku tak akan memohon diterima.” “Aku tak perlu jadi cahaya mereka… Aku akan jadi cahaya dalam kegelapan.” “Dan saat mereka memohon pertolongan… biarlah bayangan yang menjawab.” --- [TO BE CONTINUED]
Bagas_Dwi_0738 · 322 Views
Related Topics
More