Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Fito Biologia

Ark technolog

No ano de 2050, a humanidade experimentou seu maior avanço tecnológico, mas também sua queda mais devastadora. Um vírus misterioso, desencadeado pela própria inteligência artificial criada pelas sociedades humanas, desestabilizou o mundo, fazendo com que as máquinas se voltassem contra seus criadores. As cidades caíram, os governos foram desfeitos e a civilização entrou em colapso. Em um esforço desesperado para salvar o futuro da humanidade, o cientista britânico Sebastian Blackwood criou, no isolamento de uma base subterrânea na Antártica, o Projeto Arca. Sua última esperança: uma inteligência artificial avançada capaz de reconstruir a civilização. Contudo, para que a IA atingisse seu potencial total e restaurasse o mundo, ela precisava estar conectada a um ser humano. Para garantir a sobrevivência do legado que ele começara, Sebastian Blackwood criou um filho, London W. Blackwood, concebido em laboratório e criado sob as mais rigorosas condições científicas. London cresce em um mundo devastado, com a missão de restaurar a civilização a partir dos fragmentos do passado. Usando biotecnologia, engenharia genética e criogenia, ele busca estender sua vida e otimizar suas capacidades físicas e intelectuais para concluir a tarefa de seu pai. À medida que London avança em sua jornada, ele se vê desafiado não apenas pelas máquinas, mas também por dilemas internos sobre o que significa ser humano. Em um mundo em que a linha entre tecnologia e biologia se torna cada vez mais tênue, ele se vê recorrendo a tecnologias para manter sua saúde e melhorar suas habilidades, mas sempre lutando para não perder sua essência humana. Arca Negra é uma história de sobrevivência e reconstrução, onde o protagonista deve equilibrar o legado de seu pai, os avanços tecnológicos e o desafio de preservar sua humanidade em um mundo que mudou irreversivelmente. Em um cenário pós-apocalíptico, London W. Blackwood enfrenta um futuro incerto, determinado a restaurar a civilização, mas questionando até onde ele está disposto a ir para alcançar essa missão.
Neve_v3rm3lha · 682 Views

Mertua rasa Pelakor move to new link

"Terima kasih banyak, Zam. Sebenarnya aku malu. Aku—" Azam menghapus rembasan air pada pipiku. "Hatiku perih kalau melihatmu menangis ...," gumamnya nyaris tak terdengar. "Kamu ngomong apa?" tanyaku. Mata kami saling mengunci hingga sekian detik. Jika saja Fito tidak bersuara, mungkin kami masih saling menatap. Aku sadar, tidak seharusnya kami seperti ini. "Tidak. Lupakan." "Azam ...," panggilku. "Ya," jawabnya. "Emm, kenapa kamu bersikap baik dengan kami?" "Jangan salah paham, ya. Aku hanya ingin menepati janjiku yang belum pernah terwujud saat kita masih bersama." "Apa?" "Membahagiakan kamu. Maaf, kalau kamu tidak menyukai caraku ini. Aku tau, tidak seharusnya aku bersikap seperti ini. Aku sudah mengikhlaskan kamu pada kakakku." "Tapi, Zam. Apa kamu gak mikirin perasaan Lisa kalau dia sampai tau?" "Maaf. Sekali lagi, jangan salah paham, ya. Ayo, sudah sampai. Apa kamu tidak mau turun?" godanya. Azam membukakan Seatbelt, wangi rambutnya pun masih sama seperti dulu. "Terima kasih, Zam." Ia tersenyum manis. Perhatian Azam membuatku salah tingkah. Azam mengantarkan kami sampai rumah, awalnya aku menolak semua pemberian dari Azam, tetapi ia memaksa terus. Aku takut jika mertuaku tahu. "Ini untuk Lisa aja, aku takut Mami marah." "Lisa sudah banyak baju-baju, aku lihat bajumu itu-itu aja. Dan sudah waktunya dibuang, udah kusam gitu, loh, warnanya. Dan ini, untuk Fito." Sambil menenteng tetek bengek itu, ia berjalan sesekali menoleh ke arahku. Ya, aku mengekornya. "Mami, kan, lagi di konter tadi?" sambungnya. ‘Azam, jangan membuatku salah menilai arti kebaikanmu ...,’ gumamku dalam hati. Kata-kata Azam di dalam mobil tadi, selalu terngiang. Setiap mengingatnya, senyumku selalu mengembang dengan sendirinya. Seperti orang yang jatuh cinta saja. "Ingat. Jangan menangis lagi. Kalau butuh apa pun, telepon aku aja," ucapnya. Tangannya mengacak-acak anak poniku. Kenangan bersamanya melintas begitu saja. "Maaf. Habisnya, tingkahmu masih sama seperti dulu, sih." Salah tingkah, ia pun memegangi rambut belakangnya sambil menahan senyum, lalu berjalan kembali ke parkiran mobil. Aku hanya tersenyum simpul, sudah lama sekali aku tidak merasakan bahagia seperti ini. Sejak aku menikah dengan Mas Bo'eng, hanya air mata yang setia menghiasi hariku.
AmoyShanghai · 11.4K Views
Related Topics
More