> Di sudut kamar kecil yang nyaris tak layak disebut tempat tinggal—tumpukan kardus, kabel kusut, dan kaleng kosong berserakan seperti tak pernah ada kehidupan di dalamnya.
Inilah duniaku. Sepi, pengap, dan diam.
Aku hanya seorang pemuda introvert yang lebih nyaman bersembunyi di balik layar monitor ketimbang menatap dunia nyata.
Hidupku berputar di satu hal: game.
Sebuah game online yang bernama Aetherion yang bukan hanya jadi pelarian, tapi juga candu. Game ini bukan sekadar permainan… ini adalah dunia yang membuat banyak orang lupa waktu, bahkan rela menghabiskan uang hanya untuk gacha karakter kesukaan mereka.
Nama ku adalah Steven Aku… seorang pemuda berusia 30 tahun.
Belum menikah, tak punya pekerjaan, dan hidup dalam kamar sempit yang bahkan tak bisa disebut layak.
Hari-hariku hanyalah rutinitas tanpa makna. Bangun, menyalakan komputer, dan menenggelamkan diri dalam satu-satunya hal yang membuatku merasa “hidup”—game.
Game ini bukan sekadar permainan. Ini adalah dunia tempat aku merasa… menjadi seseorang.
Lalu, pada suatu malam, ketika lagi asik bermain game tiba tiba aku tersengat arus listrik dari kabel monitor ku yang membuat ku mati
Tiba tiba aku terbangun di dunia lain , dan saat kubuka mata.
aku berada di dalam game yang sedang ku main kan.
Apa ini adalah perpindahan dimensi seperti yang ada di film film dan siapa aku aku tidak pernah tau ada karakter dengan penampilan sangat sangat biasa bahkan tidak mencolok sekali dengan karakter di game lain nya
Apa aku NPC yang mati pun tidak ada yang tau.
Tanganku buru-buru meraba setiap saku celana.
Jantungku berdetak kencang saat ujung jariku menyentuh selembar kartu keras.
[Kartu Identitas Pelajar - Akademi Aetherion]
Akademi Aetherion?
Itu... akademi paling bergengsi di seluruh benua.
Tempat para calon pahlawan dilatih untuk menghadapi kemungkinan terburuk: kebangkitan Raja Iblis.
Bahkan karakter utama dan teman-temannya... semua berasal dari sana.
Tapi aku?
Kenapa aku bisa di sini? Bukankah aku hanya NPC biasa?
Belum sempat berpikir lebih jauh, sesuatu muncul di hadapanku.
Sebuah cahaya biru muda, transparan—mengambang di udara.
Ting!
> [Sistem Awakened]
Selamat datang di dunia Aetherion.
Anda menerima undangan dari Dewi Elyria.
[Terima] / [Tolak]
“Dewi Elyria?” gumamku dengan suara nyaris tak terdengar.
Nama itu langsung membangkitkan memori dari game yang begitu ku sukai. Ia adalah salah satu entitas tertinggi di dunia Aetherion, Dewi Kebijaksanaan, sang penenun takdir yang bisa melihat segala kemungkinan masa depan. Tapi… kenapa ia mengundangku? Aku bukan siapa-siapa. Bahkan di dunia ini, aku hanya karakter tak bernama. NPC figuran yang tak pernah masuk ke dalam cerita.
Mungkin ini ada kaitannya dengan perpindahan ku
Tanpa sempat berpikir panjang, aku menekan pilihan [Terima].
---
Dalam sekejap, dunia runtuh di sekitarku.
Suara, warna, gravitasi—semuanya menghilang. Hanya tersisa satu: cahaya putih yang menyilaukan hingga membuat mataku perih. Tubuhku terasa ringan, seolah terangkat ke angkasa.
Saat kesadaranku kembali, aku berdiri di ruang putih tak berbatas. Seakan dunia ini hanyalah kanvas kosong. Sunyi. Kosong. Damai… namun juga mengerikan.
Dan di tengah ruangan itu, dia berdiri.
Elyria.
Sosok yang hanya pernah kulihat dalam potret ilustrasi dalam game, kini berdiri nyata di hadapanku. Gaun putih berkilauan membalut tubuh rampingnya, dan rambut perak panjangnya melayang lembut meski tak ada angin. Matanya—bercahaya lembut bak bulan di malam paling sunyi—menatapku dalam-dalam.
“Steven,” panggilnya, suaranya halus seperti aliran air.
“Akulah yang memanggilmu ke sini.”
Jantungku berdegup keras. Tenggorokanku kering.
“Kenapa aku…?” bisikku. “Aku hanya manusia biasa.
Elyria tersenyum samar. Tapi senyumnya mengandung kesedihan yang dalam, seakan ia memikul beban ribuan tahun di balik keanggunannya.
> “Raja Iblis akan bangkit… enam tahun dari sekarang,” katanya.
“Dan pada saat itu, kekuatannya akan mencapai puncak. Dunia ini akan tenggelam dalam kehancuran. Aku telah melihatnya—berulang kali.”
Tubuhku menegang.
“Bukankah… Erick? Bukankah dia pahlawan di Dunia ini? Dia seharusnya bisa—”
> “Tidak,” potongnya dengan lembut.
“Aku telah melihat setiap kemungkinan. Semua jalan berakhir sama: kehancuran. Erick… para pahlawan… bahkan gabungan semua kekuatan suci tak mampu menahan kebangkitan itu.”
Dia menatapku—tajam, namun penuh harapan yang rapuh.
> “Kau, Steven. Hanya kau yang masa depannya tak bisa kulihat.”
“Dalam setiap kemungkinan… kau adalah satu-satunya titik buta. Titik yang tak terikat oleh takdir.”
Aku membeku.
> “Karena itulah aku memilihmu.”
“Sistem yang muncul padamu—itu adalah pemberian terakhirku. Sisa kekuatanku yang kupadatkan dalam bentuk sistem, untuk membantumu berjalan.”
Dia menghela napas, dan seketika seluruh cahaya di ruang putih itu meredup.
> “Aku telah mengorbankan segalanya… bahkan waktu hidupku… demi kesempatan kecil ini.”
“Dunia ini… kini berada di tanganmu.”
Suaranya bergetar saat berkata demikian. Tak seperti dewi sempurna yang kukira sebelumnya. Di hadapanku… ia hanyalah seorang wanita yang mempertaruhkan harapan terakhirnya pada orang asing.
“Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan…” kataku pelan.
“Ini bukan seperti di game… semuanya terasa nyata.”
Elyria mendekat. Jemari tipisnya menyentuh pipiku.
> “Dengarkan suara hatimu.
Kau tidak perlu menjadi pahlawan…
Jadilah dirimu sendiri. Dan ubahlah dunia ini.”
Cahayanya mulai memudar.
> “Kita… tidak akan bertemu lagi.”
“Tapi aku percaya padamu, Steven.”
Dalam sekejap, Elyria menghilang—dan dunia putih itu runtuh, seperti kaca yang pecah.
---
[Sistem Diaktifkan.]
> Selamat datang, Pemilik Sistem.
Misi utama: Cegah kebangkitan Raja Iblis.
Waktu tersisa: 6 tahun.
Dan saat aku membuka mata, aku kembali ke asramaku di Akademi Aetherion… .