Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Emptiness at the deepest point

DaoistPJrN5A
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.1k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - chapter 1: kekosongan

"Aku... di mana?"

Saat membuka matanya, Katsuo mendapati dirinya berdiri di tengah lapangan luas. Tak ada satu pun hewan. Hanya hamparan rumput, dedaunan, dan bunga-bunga yang tertiup angin lembut.

Ia memandang sekeliling dengan perasaan campur aduk—takut, bingung, dan penasaran. Semuanya bercampur menjadi satu, membuat dadanya terasa berat.

Tak tahu harus apa, ia akhirnya mulai melangkah. Tidak ada tujuan. Tidak ada arah. Ia mencoba berpikir, namun pikirannya sepenuhnya kosong.

Namun anehnya... ada perasaan tenang, nyaman. Tapi bersamaan dengan itu juga muncul rasa takut yang tak jelas asalnya.

Ia mulai berlari. Angin menerpa wajahnya, membuatnya merasa bebas—setidaknya untuk sesaat.

"Apakah...! Ada orang...!" teriaknya.

Tak ada jawaban.

Ia terus berjalan, hingga tiba di sebuah hutan. "Mungkin ada hewan di sana," pikirnya.

Tapi hutan itu pun sunyi. Ia berjalan masuk, rasa penasaran menghantuinya. Hingga akhirnya ia menemukan danau kecil tersembunyi di dalam hutan itu.

Ia memutuskan mandi, mencoba melupakan segala yang terjadi. Airnya dingin dan menenangkan.

Setelahnya, ia duduk di atas batu, merenung. Tapi tetap... pikirannya kosong. Hanya ada rasa sesak yang terus membayangi.

Ia melanjutkan perjalanan, kembali ke lapangan luas. Setelah menempuh jarak jauh, ia menemukan sebuah benteng besar dan kokoh berdiri tegak.

Perasaan senang muncul. "Mungkin... ada orang lain di sini," harapnya.

Ia berlari mendekat. Temboknya tinggi dan kokoh. Ia menyusuri sisi tembok, mencari pintu masuk.

Dan akhirnya... ia menemukannya.

Namun di sana, tidak ada siapa pun. Tak ada penjaga. Tak ada suara.

"Mungkin cuma perasaanku saja," gumamnya.

Ia masuk.

Tapi di dalam, kota itu...

Kosong.

Tidak ada kehidupan. Tidak ada manusia. Tidak ada suara langkah, tidak ada tawa. Hanya keheningan yang memekakkan telinga.

Ia mencoba memikirkan sesuatu. Apa yang sedang terjadi?

Namun seperti biasa... kosong.

Dadanya mulai sesak. Perasaan sakit yang tak bisa dijelaskan. Ia mulai berlari, seolah bisa lari dari rasa itu.

"Agh... p-perasaan apa ini?!"

Ia berteriak. Putus asa. Tapi tak ada yang mendengar.

Kota itu benar-benar kosong.

Katsuo terus menyusuri jalanan sunyi. Ia mencoba memasuki salah satu rumah. Pintu terkunci rapat. Ia mendorong, menendang—sia-sia.

"Aku harus masuk..."

Ia memutar ke jendela. Tapi kaca jendela itu—tak bisa dipecahkan. Ia mengambil batu besar, menghantamnya berkali-kali. Tidak ada retakan sedikit pun.

Ia mendekat. Mengintip.

Yang terlihat hanya... dirinya sendiri.

Bukan isi rumah. Bukan bayangan ruangan.

Seolah kaca itu... cermin.

Tubuhnya bergetar. Ia mundur, mencoba memahami—tapi pikirannya tetap kosong. Hampa.

Langit di atasnya abu pucat. Tak ada awan. Dan saat ia mendongak—

"Akh—!"

Matanya perih. Seperti ditusuk ribuan jarum halus.

Ia memejamkan mata cepat-cepat, napasnya memburu.

Langkahnya membawanya keluar kota. Ia terus berjalan.

Tak merasa lelah. Tapi dadanya...

Semakin sesak.

Gatal. Seolah ada sesuatu di balik kulitnya. Ingin keluar. Ingin merobeknya dari dalam.

"Ahm~... ah..."

Suara desahnya keluar tak terkendali. Bukan sakit. Bukan geli. Tapi... apa?

Ia ingin menggaruk dadanya sekuat tenaga, tapi tubuhnya tak sanggup bergerak. Ketakutan membelenggunya.

Tiba-tiba—

Hiii~

Sebuah suara.

Pelan.

Jauh.

Tapi nyata.