Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

obsesion Lucifer

storynovel
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.1k
Views
Synopsis
【Mafia Kejam × Gadis Bar-bar | Bos Cantik × Cinta Pertama | Action, Romance, Drama】 WARNING 21+++ – Cerita khusus dewasa. Bocil minggir!!! **** "Kau milikku!" desis Lucifer Killian, tatapannya tajam dan penuh tuntutan. "Apa Anda gila? Saya bukan milik siapa pun, dasar bedebah!" balas Briella Luciana Storm, wanita cantik dengan aura mematikan. Dalam pertemuan yang penuh ketegangan dan gairah, dua dunia yang bertolak belakang bertabrakan: Lucifer Killian, mafia kejam berusia 27 tahun — dingin, kaya raya, dan tak tersentuh — berhadapan dengan Briella, pemimpin tim militer kedokteran berusia 23 tahun, seorang penembak jitu yang tangguh dan tak kenal takut. Setelah dikhianati oleh mantan kekasihnya, Briella mencoba melupakan luka lama dengan datang ke sebuah klub, hanya untuk diseret ke dalam permainan berbahaya milik Lucifer — pria yang ternyata sudah lama terobsesi padanya. Pertarungan pun dimulai. Antara obsesi dan kebebasan. Antara hasrat dan harga diri. Ketegangan membara, bukan hanya soal cinta, tapi juga tentang kekuasaan dan keteguhan hati. "Di mana pun kau berada... aku ada di sana, baby," bisik Lucifer di telinga Briella. "Enyah dari hidupku! Atau akan kulubangi kepalamu!" ancam Briella dengan dingin. "Aku bahkan tak sabar... merasakan tembakan mautmu, baby," balas Lucifer dengan senyum sinis. ---
VIEW MORE

Chapter 1 - bab 1 obsesion Lucifer

|Los Angeles, California|

Crimson Haze, salah satu klub mewah paling eksklusif di kawasan elit Bel-Air,selalu memamerkan kemewahan dan keangkuhannya.

Malam ini, dentuman keras musik membuat lantai dansa bergetar. Lampu strobenya menyilaukan, menyinari lautan manusia yang menari dalam ekstasi.

Di salah satu meja VVIP tersohor, seorang pria menawan bersandar di sofa merahnya dengan seringai arogannya yang sudah mendarah daging.

Lucifer.

itulah namanya! sang Don Mafia yang mengendalikan kota ini dengan tangan besi.

Otot-ototnya yang terbungkus kemeja satin hitam bergerak saat ia meraih gelas Scotch-nya, matanya tajam mengawasi rombongan pria yang mengelilinginya.

Dari sini, Lucifer bisa melihat segala sesuatu, dan itulah yang membuatnya selalu berada di atas. Semua yang dilihatnya, selalu menjadi miliknya. Dan malam ini, dia sudah punya target baru.

Raimundo, si kaki-tangan setia Lucifer, berbicara dengan suara baritonnya yang dalam.

"Boss, apa yang akan kita lakukan dengan bisnis penyelundupan senjata di Tijuana?"

Cassius, sang algojo berdarah dingin, menyeringai sadis. "Kita bisa selalu memenangi perang dengan senjata kita, Boss."

"Sabar, anak-anak..." Lucifer menenggak Scotch-nya dengan gaya berkelas bak bangsawan tua zaman dulu.

"Kalian tahu aku selalu punya rencana matang di balik semuanya."

Baginya, semuanya hanyalah permainan catur.

Dan dia adalah raja di papan itu.

Saat itulah, sesosok wanita seksi melenggang memasuki klub. Seluruh ruangan tampak terhipnotis oleh pesonanya.

Pria-pria di seluruh penjuru ruangan membatu melihat perempuan anggun berambut pirang keemasan itu melenggak dalam balutan gaun merah ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Lucifer menghentikan pembicaraannya sejenak, mata tajamnya tertuju pada wanita itu. Briella Luciana Storm.

Wanita ini bukan sembarang wanita.

Dia seorang tentara terlatih!

Dan Lucifer tahu persis bahwa apapun yang terlihat lemah di permukaan, bisa sangat mematikan di dalamnya.

Seorang pemimpin militer!!

Briella, sang primadona itu, mantan pemimpin militer medis dan penembak jitu terbaik negara. Gerak-geriknya memancarkan aura percaya diri yang luar biasa. Dia tahu pesonanya dan tak segan memanfaatkannya.

Tapi, di balik kesan kuat itu, ada sesuatu yang rapuh. Sebuah luka dari masa lalu yang terus membayangi langkahnya.

Malam ini, Briella bukan datang untuk bersenang-senang, tapi untuk membuktikan sesuatu.mungkin pada dirinya sendiri, atau mungkin pada dunia yang telah mengkhianatinya.

Begitu memasuki ruang dansa, Rosa sahabatnya yang ekspresif berbisik ketus di telinganya.

"Damn, Ella! Pandangan semua orang terarah padamu!"

Briella hanya memamerkan senyum sombongnya.

"Biarkan saja. Setidaknya mereka punya selera." Senyum itu hanyalah topeng, sesuatu yang sudah lama ia kenakan untuk menutupi luka batinnya.

Dia tak lagi peduli pada pandangan orang atau itulah yang terus-menerus dia katakan pada dirinya sendiri.

Ia kemudian melenggang santai menuju bar.

"Satu Vodka Martini, Liam, dan beberapa Jack Daniel's," gadis pirang itu menyebutkan pesanannya pada Liam, si bartender.

Liam, yang notabene playboy tingkat kawakan, bahkan terpana melihatnya. "S-segera, Briella," gumamnya tergagap sambil meracik pesanan dengan cepat.

Sambil menunggu, Briella membakar sebatang rokok yang diambilnya dari kotak rokok di bar. Asapnya ia hembuskan anggun melalui bibir merahnya yang seksi, tapi di balik tiap hembusan asap itu, ada ketegangan yang tersimpan.

Ini bukan tentang pesta, bukan tentang bersenang-senang. Malam ini adalah pertempuran, meskipun musuhnya mungkin bukan seperti yang biasa dia hadapi di medan perang.

Dari sudut VVIP tempatnya duduk, Lucifer menatap tajam pada pemandangan indah itu. Matanya terpaku pada cara Briella menghisap rokok dengan anggunnya.

Sesuatu tentang gadis ini selalu memikatnya sesuatu yang membuatnya tidak pernah bisa melepaskan pandangan. Sudah lama ia tergila-gila padanya. Bukan hanya karena kecantikannya, tetapi karena kekuatan yang tersembunyi di balik tatapan tajam itu.

"Mamma mia..." gumam Lucifer. "Dia memang selalu berhasil membuatku merinding."

"Gitu aja merinding, Boss?" Cassius terkekeh mengejek. "Masih belum move on, heh?"

"Diam kau," Lucifer mendelik tajam ke arahnya. Obsesi ini, Briella, lebih dari sekadar fisik. Ada sesuatu dalam dirinya yang tidak pernah bisa dia kendalikan dan Lucifer tidak terbiasa tidak mengendalikan sesuatu.

Dia sudah terlalu dalam obsesi dengan briella sejak melihat gadis ini tempur dengan anak buahnya!

Bak bunga mawar dengan duri yang menggoda sekaligus berbahaya, Briella menjadi satu-satunya hal yang tak pernah bisa ia gapai sepenuhnya.

Namun...semua itu akan berubah malam ini.

Meninggalkan anak buahnya, Lucifer melangkah mendekati wanita pujaannya dengan langkah arogan. Para wanita bar menjerit tertahan melihatnya berjalan seperti dewa Yunani yang turun ke bumi. Semua mata tertuju padanya, tapi dia hanya tertarik pada satu orang.

Di bar, Briella mengamati pria-pria yang berusaha mengajak Rosa menari di lantai dansa. Mendengus sebal melihat tingkah temannya yang centil itu.

Baginya, malam ini hanya ada satu tujuan.menunjukkan bahwa dia masih mengendalikan hidupnya, meski ada bagian dalam dirinya yang mulai ragu. Tapi keraguan itu langsung lenyap ketika sosok pria bertubuh tegap muncul di hadapannya.

"Well, well...look who's slumming it here tonight, baby" suara berat itu terdengar di telinga Briella.

Briella mendongak dan langsung bertemu dengan tatapan obsidian tajam seorang pria yang sangat dikenalnya. Lucifer, sang mafia legendaris.

Matanya langsung menyipit, nalurinya berteriak untuk waspada pada Pria ini.

"Lucifer," Briella membalas tatapan itu dengan keangkuhan yang sudah menjadi ciri khasnya.

"Tak bisakah kau merayuku di tempat lain selain klub ini?"

"Baby, aku akan merayumu di mana pun kau berada." Lucifer menyeringai sensual. "Karena menurutku, sepertinya kau terlalu menantangku untuk dilupakan begitu saja."

Briella memutar bola matanya, merasa jengkel.

"Menyebalkan!"

Lucifer tertawa kecil. Ia sengaja duduk di kursi bar tepat di samping Briella meski gadis itu menatapnya dingin. Dia tahu, di balik sikap dingin itu, Briella menyembunyikan sesuatu sesuatu yang membuatnya semakin terobsesi.

"Oh ayolah, Briella," ujar Lucifer menggoda.

"Tak bisakah kita meninggalkan urusan pekerjaan untuk malam ini, baby? Aku berjanji akan membuatnya... berharga untukmu seorang," Suaranya merendah sensual di akhir kalimat, tangannya yang kekar merengkuh pinggang Briella dengan gerakan posesif.

Briella memutar tubuhnya.

Membuat wajah mereka hanya berjarak sejengkal.

Tatapannya mengeras. "Tak ada rayuan cumbumu yang bisa menaklukkanku, Mafia brengsek!"

Namun Lucifer justru menyeringai menantang pada tantangan itu.

"We'll see about that, beautiful." Perlahan tangannya mengelus pipi Briella dengan s e n s u a l i t a s yang mematikan.

"We'll see..."

Napas Briella tercekat ketika Lucifer mendekatkan wajahnya yang rupawan.

Briella merasakan konflik batin yang kuat. Di satu sisi, setiap naluri prajurit di dalam dirinya berteriak untuk melawan. Di sisi lain, ada bagian dirinya yang....

Sialnya tertarik pada pria ini, meski dia tak ingin mengakuinya.

Tangan Briella bergerak cepat, mengeluarkan Glock dari balik gaunnya dan langsung menekan mulut pistol ke pelipis Lucifer. Tapi, bukannya gentar, Lucifer hanya menyeringai semakin lebar, menatap mata Briella lekat-lekat.

"Kau tak akan melakukannya, Sayang," bisik Lucifer dengan suara beratnya yang seksi. Tangannya berani membelai l e k u k pinggang Briella dengan gestur menggoda. "Kita berdua tahu, kau terlalu menikmati pertarungan ini."

"Shut your damn mouth!" Briella mendesis marah, mencoba mengabaikan detak jantungnya yang menggila saat merasakan sentuhan Lucifer.

Tangannya masih kokoh menekan Glock ke pelipis pria itu, tapi ia tahu bahwa ancaman senjata pun tak membuat Lucifer gentar.

Pria ini memang brengsek!!

Seringai m e s u m Lucifer justru melebar mendengar ancaman itu.

"Yes, lakukan saja, baby. Tembak aku hingga peluru terakhir jika itu yang kau inginkan." Jemarinya yang kekar menyusuri punggung t e l n j a n g Briella yang terbuka dengan gerakan menggelitik, membuat Briella menggertakkan giginya menahan rasa jijik.

"Tapi," lanjut Lucifer, suaranya semakin rendah dan penuh h a s r a t, "aku yakin nantinya kau yang akan memohon ampun padaku. Memohon untuk mengisi kekosongan di dalam dirimu..."

Briella merinding merasakan napas panas Lucifer menerpa wajahnya. Sialan, mengapa mafia kurang ajar ini memiliki pesona yang begitu maskulin dan berbahaya? Ia mencoba bertahan dengan keangkuhannya, meskipun jantungnya terus berdegup kencang.

"Dream on, Mother Fu—"

Namun, ucapannya terpotong saat Lucifer tiba-tiba menarik pinggangnya mendekat, membuat tubuh mereka hampir bertabrakan. Refleks Briella menekan mulut Glock-nya lebih keras ke pelipis Lucifer, tetapi tatapan pria itu seolah menantangnya untuk melakukan hal yang lebih jauh.

"Kenapa kau tak lakukan saja, baby?" Lucifer berbisik dengan nada seduktif yang mematikan. "Tembak aku sekarang juga. Tapi yakinlah, saat aku bangkit nanti...kau akan menjadi milikku seutuhnya."

Briella terengah, menatap mata obsidian Lucifer yang berkilat-kilat penuh gairah. Dia mengutuk dirinya sendiri karena merasa berdebar oleh gertakan penuh percaya diri itu. Tepat saat itu, terdengar suara melengking dari arah lantai dansa.

"My Gosh, Briella!" Rosa memekik histeris melihat aksi berani sahabatnya itu. "Apa yang kau lakukan?!"

Sahabatnya itu buru-buru menyeruak ke arah mereka, mengabaikan panggilan-panggilan para pria hidung belang yang menginginkannya tetap di lantai dansa.

Namun, langkah Rosa terhenti saat Raimundo, anak buah Lucifer, dengan cekatan mencegatnya. Raimundo mencengkeram lengannya dengan kuat, menahannya di tempat.

"Tidak semudah itu, Nona," Raimundo menyeringai dengan senyuman mengerikan di wajahnya. "Pertunjukannya belum dimulai."

Cassius yang berdiri di dekat Rosa hanya menatapnya dengan seringai sadis. "Kau sebaiknya diam saja, atau kau akan terjebak dalam masalah yang lebih besar."

Mengabaikan keributan itu, Lucifer dan Briella tetap saling menatap dalam jarak wajah yang begitu dekat. Kedua napas mereka memburu, dipenuhi ketegangan dan gairah yang menakutkan.

Di balik tatapan tajam Briella, ada bara perlawanan yang tidak akan pernah padam, meski pria di depannya semakin memperketat cengkeramannya.

"Last chance, Sayang," bisik Lucifer dengan suara berat yang menghipnotis. "Setelah ini, tak ada jalan untuk kembali."

Briella menghela napas panjang, tatapannya masih terfokus pada mata pria di depannya. Tangannya tetap memegang erat Glock-nya, menekan pelipis Lucifer dengan gerakan mengancam.

Namun, sesuatu di dalam dirinya menyadari bahwa ini bukan pertempuran yang bisa dia menangkan dengan kekuatan fisik. Dia butuh strategi, butuh waktu. Dan yang terpenting, dia butuh cara untuk keluar dari cengkeraman pria gila ini.

Dengan satu gerakan tegas, Briella menyimpan Glock-nya kembali ke balik gaunnya, melepaskan ancamannya untuk saat ini.

"Kali ini kau menang, Lucifer," Briella berkata dengan nada rendah, penuh kemarahan tertahan. "Tapi tak akan kubiarkan ini berlanjut."

Lucifer menyeringai penuh kemenangan. Ia tahu bahwa ini bukan akhir, tapi awal dari permainan yang lebih besar. "Oh, percayalah padaku, baby... setelah malam ini, tak akan ada yang bisa menghentikan ku lagi."

Lucifer menangkup wajah Briella dengan tangan kekarnya, jarinya yang kasar menyentuh pipinya dengan lembut tapi posesif. "Kau milikku, dan kau tahu itu."

Tatapan Briella yang penuh kemarahan tidak pernah luntur. Namun, tepat saat itu, langkah kecil dari rencana liciknya mulai terbentuk di benaknya. Dia akan bermain dengan cara Lucifer, tapi hasil akhirnya akan berbeda. Dia akan keluar dari permainan ini dengan kendalinya sendiri.

Lucifer menatap Briella dengan sorot lapar ketika wajah mereka hanya berjarak sejengkal. Napas mereka saling memburu, diiringi degup jantung yang menggila.

Perlahan, Lucifer mendekatkan wajahnya untuk mencuri ciuman yang sudah lama dinantikannya. Namun, tepat sebelum bibir mereka bertemu, Briella sigap memalingkan wajahnya dengan gesit.

Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat Lucifer menggeram frustrasi. Ditatapnya Briella dengan pandangan membakar yang menyiratkan kemarahan. Seketika, lengannya meraih dagu Briella dan mencengkeramnya dengan sedikit tekanan keras.

"Jangan mengelak dariku, baby!" desisnya rendah, napasnya memburu. Perlahan, Lucifer m e n j i l a t daun telinga Briella dengan gerakan sensual dan menantang. "Kita berdua tahu kau juga menginginkanku."

Tatapan tajam Briella bertemu dengan obsidian gelap Lucifer. Tangannya yang bebas mencoba menepis lengan kokoh pria itu, tapi Lucifer jauh lebih kuat.

Briella merasakan tangan Lucifer semakin mencengkeram dagunya, membuat kepalanya sedikit terangkat, memaksanya untuk menatap langsung ke dalam mata pria itu.

"Dalam mimpimu, Lucifer," desisnya angkuh, mencoba terdengar seolah dia tetap tak tergoyahkan meskipun tubuhnya gemetar oleh emosi yang meluap.

Jawaban sarkastis itu hanya membuat seringai Lucifer semakin lebar. Tersirat sebuah tantangan yang menggoda dalam sorot matanya.

"Baiklah kalau begitu," ujarnya rendah, suaranya penuh keyakinan dan sensualitas.

"Kalau memang itu yang kau inginkan, my dear. Kubuktikan mimpimu akan segera menjadi kenyataan..."