1 Januari 1520, Ibu Kota Redenta, kerajaan Verland.
Sebuah kolam dengan mata air jernih yang terus mengalir terbangun dengan indah di salah satu ruangan khusus istana kerajaan Verland.
Para gadis yang bekerja sebagai pelayan istana juga telah meletakkan keranjang berisi buah-buahan di pinggir kolam serta keranjang lain berisi bunga mawar yang mereka taburkan hingga kelopak bunga yang merah merona terlihat mengambang memenuhi permukaan air jernih itu.
Kolam pemandian itu memang di buat khusus untuk seorang yang di anggap paling istimewa di kerajaan Verland, seorang gadis berkulit halus dan berwajah cantik bagaikan bidadari hingga hampir semua orang yang memandangnya akan langsung terkesima.
Dialah Lamira De La Verland sang ratu muda dari kerajaan Verland yang terkenal akan kelembutan serta sifat baik hatinya hingga sangat di cintai oleh rakyat Verland.
Para pelayan istana langsung menyambut Ratu Lamira yang telah melangkah masuk ke dalam ruang pemandian dan segera membantu melepaskan gaun indah yang telah di kenakan sepanjang hari hingga mereka merasa sudah sangat beruntung hanya dengan melihat ratu mereka yang tanpa busana di tempat itu.
"Yang mulia silahkan, kami telah menyiapkan pemandiannya untuk anda gunakan."
"Terimakasih karena kalian telah menyiapkan pemandian ini dan sekarang kalian boleh pergi untuk beristirahat."
Dengan senyum lembut Ratu Lamira berbicara kepada para pelayan istana di dalam pemandian, akan tetapi seorang gadis pelayan yang tampak masih berharap untuk dapat lebih lama dekat dengan sang ratu kemudian berbicara.
"Maafkan saya yang mulia, tapi tolong ijinkan saya untuk tetap tinggal dan membantu membasuh tubuh anda?"
"Itu tidak perlu karena saya bisa melakukannya sendiri, jadi kalian pergilah," jawab Ratu Lamira.
Para pelayan tampak sedikit kecewa atas keinginan ratu mereka yang ingin membasuh tubuhnya sendiri, tapi setelah menunduk mereka pergi meninggalkan pemandian itu, kecuali satu gadis pelayan yang masih tampak sangat berharap agar di ijinkan tetap tinggal di sana.
"Kamu kenapa masih berada di sini?"
Ratu Lamira bertanya karena ada salah satu pelayannya yang telah mengabaikan perintahnya.
"Mohon maafkan saya yang mulia, tapi mungkin yang mulia nanti akan membutuhkan sesuatu saat mandi, seperti saya dapat membantu mengupaskan buah apel untuk anda, jadi ijinkan saya tetap di sini untuk melayani yang mulia."
Gadis pelayan itu terlihat bersikeras bahkan memohon sambil memberikan sebuah alasan agar di ijinkan tetap tinggal, pelayan itu cukup yakin kalau ratunya yang begitu baik hati tidak mungkin akan membentak apalagi sampai memukulnya seperti perlakuan keluarga bangsawan lain terhadap para pelayan rendahan seperti dirinya.
Akan tetapi sebenarnya Ratu Lamira merasa sedikit kesal atas kelakuan pelayan itu meskipun dirinya tidak menunjukkannya secara langsung dan malah berbicara dengan nada rendah sambil tersenyum kepada pelayan di sana.
"Sungguh kamu ternyata benar-benar pelayan yang sangat pengertian, kalau begitu maukah kamu ikut masuk ke dalam kolam dan menemaniku mandi?"
"Eh, tapi yang mulia saya tidak pantas untuk...?"
"Bukankah kamu di sini ingin membantu membasuh tubuhku, jadi kamu juga harus ikut masuk ke dalam kolam dan mandi bersamaku," ucap Ratu Lamira.
"Tapi saya hanyalah...?"
"Sudahlah jangan bicara lagi dan segera lepaskan pakaianmu," desak sang Ratu.
Sekali lagi Ratu Ramira memotong ucapan gadis pelayan di sana dan tidak memberikan kesempatan kepada pelayan itu menolaknya.
Gadis pelayan itu tampak sedikit malu tapi dirinya juga merasa sebagai pelayan paling beruntung di dunia ini, karena orang lain mungkin hanya bisa bermimpi untuk dapat mandi bersama seorang yang sangat luar biasa cantik dan juga di kagumi oleh banyak orang seperti Ratu Lamira.
Gadis pelayan istana di sana akhirnya melepaskan pakaiannya lalu perlahan masuk ke dalam kolam yang penuh kelopak bunga mawar dan terlihat ratunya malah mendekat bahkan langsung mendekap tubuh gadis pelayan itu dari belakang.
"Yang mulia, apa yang anda lakukan?"
Gadis pelayan itu langsung terkejut dan sedikit malu dengan kelakuan ratunya.
"Kelihatannya kamu memang pelayan yang bodoh dan sangat kurang ajar, jadi nikmatilah hukumanmu!"
Ekpresi wajah gadis pelayan di sana langsung berubah seketika karena terkejut mendengar ucapan Ratu Lamira yang masih memeluk tubuhnya sambil tersenyum yang mungkin senyum itu lebih tampak seperti sebuah seringai.
Pelayan itu menyadari kalau ada sesuatu yang sangat berbeda terutama dari sikap dan nada bicara Ratu Lamira yang terdengar seperti bukan sosok lembut yang selama ini dirinya kenal.
"Yang mulia Ratu Lamira...?"
Pelayan itu menyebutkan nama ratu yang selama ini sangat dirinya kagumi namun itu merupakan kata-kata terakhirnya.
Sebuah sayatan lebar terasa di leher gadis pelayan yang saat ini berada di dekapan ratu kerajaan Verland hingga pandangannya semakin memudar dan akhirnya menjadi kosong.
Pisau kecil dalam keranjang di pinggir kolam yang seharusnya di gunakan untuk mengupas buah-buahan kini telah berada di genggaman tangan sang Ratu yang tersenyum bermandikan darah yang terus mengalir dari leher gadis pelayan yang baru saja dirinya bunuh.
Ratu Lamira sangat menikmati warna merah dari air kolam yang dirinya gunakan untuk berendam dan sama sekali tidak terlihat jijik ataupun takut dengan darah juga mayat gadis muda yang masih mengambang di dalam kolam, hingga tak lama kemudian seorang wanita lain akhirnya masuk ke ruang pemandian itu.
"Marina apakah kamu juga ingin ikut mandi bersamaku, lihatlah kolam ini sekarang menjadi sangat cantik setelah di warnai dengan darah dari gadis muda ini?"
Pandangan jijik langsung terlihat di wajah Marina, tapi itu bukanlah soal kolam darah ataupun mayat yang masih mengambang di dalamnya, tapi lebih kepada gadis muda yang tersenyum menikmati semua itu seperti seorang psikopat gila, akan tetapi sekretaris pribadi Ratu Lamira itu memang sudah tahu kalau majikannya memang sudah gila sejak kecil.
Marina memang sudah menduga hal ini akan terjadi saat mendengar dari para pelayan lain kalau masih ada seorang pelayan istana yang berada di dalam ruang pemandian bersama Ratu Lamira.
"Yang mulia sudah saya katakan kalau tidak mudah untuk mengeluarkan mayat dari dalam istana tanpa di ketahui oleh para penjaga dan pelayan lainnya!"
Marina sedikit frustasi karena ini bukan pertama kalinya ratu Lamira membunuh pegawai istana dan di kejadian sebelumnya dia sempat ketahuan oleh dua orang prajurit penjaga saat menyelundupkan mayat keluar istana hingga Marina juga harus membunuh dua prajurit itu.
"Marina bukankah itu hanya sebuah perkara yang mudah, katakan saja kalau gadis ini adalah seorang mata-mata kerajaan Orlandia yang menyamar sebagai pelayan untuk membunuhku, lagi pula para pelayan lain sebelumnya juga menyaksikan saat pelayan muda ini bersikeras untuk tetap berada di dalam ruang pemandian bersamaku."
"Itu memang dapat di gunakan sebagai alasan kalau pelayan itu memaksa tetap dekat dengan anda untuk melakukan percobaan pembunuhan yang berakhir dengan kegagalan, tapi tetap saja akan sedikit sulit untuk menjelaskan siapa yang telah membunuhnya, karena anda harus menjaga imet di depan semua orang sebagai ratu yang baik hati."
Lamira hanya tersenyum saat mendengarkan sekretaris Marina yang menasehatinya dan kemudian Lamira berbicara.
"Lalu apa yang ingin kamu laporkan padaku sampai datang kemari?" tanya Ratu Lamira.
"Ini soal pernyataan perang terhadap kerajaan Orlandia yang anda umumkan kepada rakyat saat pidato perayaan tahun baru tadi siang, beberapa pejabat tidak senang dengan kampanye perang untuk membalas dendam kematian adik anda saat melakukan kunjungan ke kerajaan itu, banyak yang meminta kejelasan apakah kematian pangeran ketiga benar-benar karena di bunuh oleh salah satu bangsawan kerajaan Orlandia atau tidak?"
"Marina bukankah dirimu tahu pasti siapa yang telah mengirimkan membunuh itu kepada adiku?"
"Ya benar, itu memang hal yang bodoh untuk di katakan di sini karena sayalah yang telah mengirim para pembunuh itu sesuai permintaan anda, tapi perang ini juga dapat mengganggu perekonomian kerajaan hingga beberapa bangsawan melakukan penentangan," ujar Marina.
"Itu juga hanya masalah kecil karena yang lebih penting apakah semua rencana awal kita sudah di jalankan?" tanya Ratu Lamira.
"Laksamana Baldar telah menerima surat perintah untuk menyiagakan seluruh armadanya di pelabuhan Akra dan Mayor Bonnet seharusnya juga telah memindahkan 3.000 prajuritnya ke dekat perbatasan barat," jawab sekretaris kerajaan Marina.
"Memindahkan satu brigade milik Mayor Bonnet ke perbatasan barat memang rencana yang bagus dan kerajaan Orlandia pasti akan segera menyadarinya."
"Dan ada satu lagi surat dari departemen penelitian sihir, mereka telah setuju untuk menggunakan artefak kuno yang merupakan harta kerajaan kita, tapi mereka mengatakan kalau tidak mengetahui bagaimana dampaknya nanti dan memperingatkan kalau mahkluk yang terpanggil dari dunia lain itu kemungkinan dapat berbalik menyerang kerajaan kita di masa depan," ujar Marina.
Ratu Lamira memang telah membaca catatan tentang artefak kuno berupa bola kristal sihir yang dapat memanggil mahkluk dari dunia lain setelah di hancurkan, seperti dalam catatan kerajaan Welko yang berhasil mendatangkan kadal raksasa yang berjalan dengan dua kaki dan memangsa orang-orang dari kristal pemanggil tingkat 2 yang terhubung ke dunia yang tidak di ketahui, serta catatan sejarah kerajaan Dorusania yang ibukotanya pernah di bakar seekor iblis yang muncul dari bola crystal pemanggil tingkat 3 yang terhubung ke dunia iblis.
Lamira tentu saja sangat tertarik dengan kekuatan besar dari artefak sihir seperti itu, apalagi ketika dirinya mengetahui kalau kerajaannya ternyata juga memiliki salah satunya yang bahkan dengan tingkat yang lebih tinggi yang tidak di ketahui mahkluk dari dunia lain seperti apa yang akan terpanggil.
"Mencoba sesuatu yang berbahaya memang adalah tindakan yang bodoh, tapi akan lebih bodoh lagi bila tidak memanfaatkan sesuatu yang kemungkinan dapat di gunakan untuk mempermudah tujuan kita, jadi suruh penyihir Ertega membawa artefak itu ke wilayah kerajaan Orlandia untuk di aktifkan."
"Tentu saja, akan segera saya kirimkan surat balasan kepada departemen penelitian sihir agar segera melakukannya."
"Meskipun artefak itu memiliki kemungkinan gagal, tapi itu tidak akan berpengaruh besar terhadap rencana utama kita untuk menginvasi kerajaan Orlandia dan kerajaan Welko."
"Yang mulia sebaiknya anda segera keluar dari dalam kolam itu karena kita juga harus membereskan mayat pelayan itu dari sana."
Ratu Lamira tidak menjawab dan hanya tersenyum sambil mengupas buah apel kemudian memakannya.
15 Januari 1520 lembah Elmus kerajaan Orlandia.
Bulan bersinar terang dan terlihat dua orang yang mengenakan jubah sihir sedang berada di tengah padang rumput yang luas.
Sebuah misi rahasia dari Ratu Lamira telah di terima oleh pasukan penyihir kerajaan Verland, namun Boris De Ertega yang menjabat sebagai kepala departemen penelitian sihir masih merasa kawatir karena menganggap permintaan dari ratunya ini terlalu beresiko, bahkan sebuah bencana besar kemungkinan akan dapat timbul karenanya.
"Tuan Ertega bukankah lebih baik bila kita mengaktifkan artefak sihir pemanggil yang anda bawa di dalam salah satu kota besar di kerajaan Orlandia?" ucap Rodo.
"Tidak, aku tidak dapat melakukan hal itu karena kerajaan kita sedang berperang dengan kerajaan ini hingga penjagaan kota-kota di wilayah Orlandia pasti akan lebih di perketat, aku tidak mau kalau sampai penyamaran kita terbongkar dan misi kita menjadi gagal," jawab Ertega.
"Tapi tuan Ertega, setidaknya kita masih dapat mengaktifkan artefak yang anda bawa di dekat kota atau benteng musuh, bukan di antah berantah yang jauh dari pemukiman seperti ini?" balas Rodo.
"Diamlah karena kamu tidak tahu apapun tentang hal gila yang sedang kita lakukan saat ini!" bentak Ertega.
'Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Ratu Lamira, padahal aku sudah menjelaskan berulang-ulang kalau hal ini terlalu beresiko dan bencana besar mungkin akan terjadi, tapi gadis polos itu tetap saja bersikeras bahkan mengabaikan peringatan dariku,' ucap Ertega di dalam hatinya.
Memang bila benar artefak yang Ertega bawa saat ini dapat memanggil mahkluk mengerikan dari dunia lain seperti yang tercatat dalam sejarah, itu akan lebih efektif bila di gunakan untuk menghancurkan salah satu kota di Orlandia yang mana akan membuat kerugian besar bagi pihak yang merupakan musuh tersebut.
Tapi Ertega tidak sampai hati untuk menjadi dalang dari bencana besar yang mungkin akan terjadi, karena monster yang terpanggil dari artefak kuno yang dirinya bawa kemungkinan akan membantai setiap manusia yang terlihat seperti yang pernah tercatat dalam sejarah kerajaan Dorusania dan kerajaan Welko.
Ertega segera mengeluarkan bola kristal pemanggil dari dalam tasnya hingga Rodo yang mengikutinya langsung terlihat mengamati artefak itu dengan penuh rasa penasaran.
"Rodo kemarilah dan alirkan energi sihirmu ke dalam artefak ini," pinta Ertega.
"Baik tuan Ertega."
Rodo langsung meletakkan kedua tangannya ke artefak yang merupakan sebuah bola kristal untuk mengalirkan energi sihir besar yang dirinya miliki dan bola kristal itu terlihat langsung menyala terang saat energi sihir mulai meresap ke dalamnya.
Ertega kemudian meletakkan bola kristal yang siap di aktifkan itu ke atas tanah dan mengeluarkan sebuah palu besar kemudian mengayunkannya ke bawah dengan kuat menghantam langsung artefak berharga itu.
Bola kristal pemanggil itupun hancur berkeping-keping dan tak lama kemudian sebuah lingkaran sihir yang bersinar redup telah terbentuk, artinya proses pengaktifan artefak itu sedang berlangsung.
"Tuan Ertega?" ucap Rodo.
Rodo terlihat mengamati lingkaran sihir yang tercipta dari bola kristal dengan penasaran, akan tetapi Ertega menyadari kalau saat ini bukan waktunya untuk tetap berdiam diri di sana.
"Rodo cepat kita harus segera pergi dari sini sebelum mahkluk dari dunia lain itu muncul!"
Setelah memperingatkan bawahannya, Ertega segera merapalkan sebuah sihir teleportasi untuk kembali ke kerajaan Verland dan mereka berdua bergegas masuk ke dalam lingkaran sihir teleportasi itu karena sihir yang Ertega ciptakan tidak akan bertahan lama.
Ertega dan Rodo bergegas pergi karena berpikir mereka akan menjadi korban keganasan mahkluk dunia lain yang akan terpanggil oleh lingkaran sihir dari artefak kuno di sana.
Berselang beberapa lama setelah bangsawan Ertega dan Rodo pergi, sesosok mahkluk kecil berbulu hitam serta memiliki empat kaki muncul dari dalam lingkaran sihir, tapi mahkluk yang terpanggil dari dunia lain itu ternyata hanyalah seekor kucing hitam, akan tetapi kucing itu tidaklah muncul sendirian karena ada seorang manusia yang ternyata ikut terbawa bersamanya.