Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bisikan angin dan kenangan

Ryansaputra_3919
--
chs / week
--
NOT RATINGS
334
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Angin yang berhembus penuh kenangan.

Di sore hari terlihat Sorang pemuda sedang duduk di tepi danau yang tenang, Aditya menatap permukaan air yang berkilauan diterpa sinar matahari sore. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan dedaunan di atasnya, menciptakan suara gemerisik yang menenangkan. Di sampingnya, seekor anjing kecil berbulu putih duduk diam, sesekali menggerakkan telinganya mengikuti hembusan angin.

"Kita sudah lama tidak ke sini, ya?" gumam Aditya sambil mengelus kepala anjingnya, Luna. Ia tersenyum kecil, meski ada kegetiran di baliknya.

Danau ini adalah tempat yang penuh kenangan. Dulu, ia sering datang bersama seseorang yang kini hanya ada dalam ingatannya—Ayla. Gadis yang selalu tertawa ceria, yang mengajarinya bagaimana menikmati momen-momen kecil dalam hidup. Ayla adalah satu-satunya yang mengerti dirinya, tetapi kini, hanya kenangan yang tersisa.

"Angin masih berbisik seperti dulu, Luna," katanya pelan. "Seperti saat kita duduk di sini bersama Ayla."

Luna mengibas-ngibaskan ekornya, seolah memahami isi hati Aditya. Ia menarik napas dalam, membiarkan aroma rumput dan air menyusup ke dalam dadanya. Dalam keheningan ini, ia bisa mendengar suara Ayla, mengingat tawa dan kata-katanya yang selalu membawa kehangatan.

Setahun yang lalu, Ayla pergi. Kepergiannya meninggalkan luka yang sulit disembuhkan. Hari-hari yang dulu penuh warna, kini terasa hampa. Tapi, di tempat ini, ia merasa Ayla masih ada. Angin yang berhembus seakan membawa bisikan lembut gadis itu.

"Jangan terlalu lama bersedih, Adit," seakan suara itu terdengar lagi, mengingatkannya pada janji yang pernah ia buat kepada Ayla—untuk tetap melangkah, untuk menemukan kebahagiaan meski tanpa dirinya.

Aditya menutup mata sejenak, membiarkan dirinya tenggelam dalam kenangan. Lalu, dengan perlahan, ia tersenyum. Mungkin Ayla benar. Mungkin sudah saatnya ia tidak hanya hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Mungkin sudah saatnya ia membuka hatinya kembali untuk dunia.

Luna menggonggong kecil, membuyarkan lamunannya. Aditya tertawa kecil dan mengelus kepala sahabat kecilnya itu.

"Ayo pulang, Luna," katanya sambil berdiri. "Besok kita ke sini lagi. Biar angin terus membawa cerita kita kepada Ayla."

Dengan langkah ringan, Aditya berjalan meninggalkan tepi danau. Ia tahu, kenangan akan selalu ada, tapi hidup tetap harus berjalan. Danau ini akan tetap menjadi saksi dari kisahnya—kisah tentang cinta, kehilangan, dan harapan yang perlahan tumbuh kembali.

Angin kembali berhembus, membawa bisikan yang tak terdengar, namun terasa di hati. Aditya tersenyum. Ia tahu, Ayla pasti juga tersenyum di sana.