Awal perjalanan
Di tengah ketenangan yang langka, Zikurifuka, sang pemimpin Dragon Lands, berdiri di puncak menara istana yang menjulang tinggi, memandang dunia yang terbentang luas di bawahnya. Angin sepoi-sepoi membawa hawa dingin, menggoyangkan rambut hitam panjangnya yang selalu rapi. Di sana, jauh di bawah, terlihat kehidupan yang sibuk—rakyat yang bekerja, petani yang menanam, pejuang yang berlatih—semua berputar dalam ritme yang stabil, namun jauh di dalam dirinya, Zikurifuka merasakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.
"Apakah ini yang aku inginkan?" pikirnya. "Dunia yang damai… tanpa peperangan, tanpa ancaman. Apakah ini berarti akhir dari semua perjuanganku?"
Sejak usia muda, Zikurifuka sudah terbiasa dengan pertempuran. Ia dilatih untuk menjadi pemimpin, bertarung untuk melindungi kerajaan dan rakyatnya, dan memikul harapan besar yang tak kunjung berakhir. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, setelah ancaman besar dari dunia luar mereda, dunia ini terasa lebih hening—terlalu tenang, bahkan untuk seseorang seperti dia.
Di belakangnya, pintu terbuka perlahan, dan seorang wanita muda muncul. Elysha, istrinya, yang sudah setia menemani sejak masa muda mereka. Meskipun Zikurifuka tidak terlalu memperlihatkan emosinya, Elysha bisa merasakan kegelisahan yang mengendap di hatinya.
"Zikurifuka," kata Elysha dengan lembut, suara serak karena kecemasan. "Kamu sudah lama tak bicara tentang dirimu. Apa yang sedang mengganggumu?"
Zikurifuka menoleh, matanya yang tajam menatap Elysha dengan tatapan yang penuh makna. Ia tersenyum samar, mencoba menenangkan perasaan yang datang dalam gelombang. "Aku hanya... berpikir. Dunia ini mungkin sudah damai sekarang, tapi dalam kedamaian ini, ada sesuatu yang hilang."
Elysha melangkah mendekat, meraih tangan Zikurifuka. "Apa itu? Apa yang hilang?"
Zikurifuka terdiam sejenak, seperti sedang mencari kata-kata yang tepat. **"Tantangan, Elysha. Aku merasa seakan ada sesuatu yang lebih besar di luar sana. Sesuatu yang belum kita ketahui. Ada sesuatu yang mengintai di balik kedamaian ini, dan aku tidak tahu apakah itu akan menghancurkan
semuanya atau justru membawa perubahan besar dalam hidup kita."**
Elysha menatap suaminya dengan penuh perhatian. Dalam matanya, ada rasa khawatir, namun juga kekaguman yang mendalam. "Kamu selalu merasa bahwa ada sesuatu yang lebih, bahkan ketika kita sudah mencapai titik yang tenang. Aku mengerti perasaanmu, Zikurifuka, tapi kamu harus ingat, kita sudah berjuang jauh. Semua itu tidak sia-sia."
Zikurifuka menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia tahu bahwa Elysha selalu ada di sisinya, memberikan dukungan yang tidak pernah goyah. Namun, hatinya tetap gelisah, seolah ada bagian dari dunia ini yang belum ia pahami sepenuhnya. "Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini. Aku merasa, ada sesuatu yang besar akan datang. Sesuatu yang mungkin akan menguji kita lebih dari yang pernah kita bayangkan."
Saat itulah, sebuah suara berat terdengar dari balik pintu. "Zikurifuka."
Zikurifuka dan Elysha menoleh, terkejut dengan suara itu. Pintu menara terbuka lebih lebar, dan seseorang melangkah masuk. Talius, sosok yang pernah menjadi musuh terbesar Zikurifuka, kini berdiri di ambang pintu, mengenakan jubah hitam yang menyelimuti tubuhnya. Meski penampilannya tampak tenang, ada aura gelap yang menyelimutinya—sebuah kekuatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
"Talius..." Zikurifuka mengerutkan kening, tidak terlalu terkejut, namun tetap merasa waspada. "Apa yang membawamu ke sini?"
Talius mengangkat tongkatnya, yang kini tampak lebih sederhana setelah banyak hal yang terjadi antara mereka. "Aku merasakan getaran yang sama," jawabnya dengan suara rendah. "Ada sesuatu yang tidak beres. Sesuatu yang datang dari luar."
Elysha menatap Talius dengan hati-hati. "Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
Talius menatap Zikurifuka dengan tajam. "Kita harus bersiap. Aku tidak tahu apa itu, tapi energi yang ku rasakan... jauh lebih kuat dari apa pun yang pernah kita hadapi."
Zikurifuka merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Kata-kata Talius mengingatkannya pada masa lalu yang penuh kekacauan, saat mereka bertarung di benua tak berpenghuni, menghancurkan dunia yang ada di sekeliling mereka. Namun, kali ini, rasanya berbeda—ini bukan sekadar ancaman biasa. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih besar.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Zikurifuka, suaranya tegas namun penuh pertanyaan.
Talius mendekat dan menundukkan kepala, seolah memikirkan langkah selanjutnya. "Kita harus pergi ke Boundless," kata Talius akhirnya. "Di sana, kita mungkin bisa menemukan jawabannya. Jika tidak, dunia ini akan terjerumus ke dalam kegelapan yang lebih dalam lagi."
Zikurifuka menatap Talius sejenak, menimbang-nimbang kata-katanya. "Boundless... itu adalah tempat yang berbahaya. Tapi jika itu adalah satu-satunya jalan, kita tak punya pilihan lain."
Elysha menggenggam tangan Zikurifuka dengan erat. "Aku akan ikut denganmu, Zikurifuka. Tidak peduli seberapa bahaya perjalanan ini, aku tidak akan membiarkanmu pergi sendiri."
Zikurifuka memandang Elysha dengan lembut. "Kamu tahu aku tak bisa melindungimu dari segala sesuatu, Elysha. Perjalanan ini berbahaya."
Elysha tersenyum kecil. "Aku tahu. Tapi aku tidak akan membiarkanmu sendirian. Kita akan menghadapi ini bersama."
Di luar menara, langit mulai memudar menjadi senja, sebuah tanda bahwa malam akan segera tiba. Namun, malam kali ini terasa lebih gelap, lebih penuh dengan ancaman yang tak tampak. Zikurifuka, Elysha, dan Talius berdiri bersama di puncak menara, memandang horizon yang tak pasti. Mereka tahu perjalanan mereka baru saja dimulai. Dunia yang mereka kenal mungkin tidak akan pernah sama lagi, dan tantangan yang lebih besar dari sebelumnya sedang menanti di depan mata.
"Perjalanan kita belum berakhir," kata Zikurifuka, menguatkan tekad di hatinya. "Ini baru permulaan."
Dengan langkah pasti, mereka meninggalkan menara itu, siap menghadapi perjalanan yang penuh dengan misteri, bahaya, dan perubahan besar yang akan mengguncang alam semesta mereka.