Chereads / E.Y.E.S: Fractured Destiny / Chapter 6 - ZRRRTT AAAARGH MAMAAAA

Chapter 6 - ZRRRTT AAAARGH MAMAAAA

Di pusat Miracle of Technology, ruangan utama yang biasanya penuh dengan kejeniusan dan aura superior ilmuwan elite... hancur total.

Ilmuwan? Panik.

Teknisi? Bingung.

Petugas keamanan? Udah kek bocah yang kena tilang polisi.

Semuanya diem, tegang, nunduk, nunggu badai yang mau meledak.

Dan badai itu adalah Dr. Fushida.

Fushida, sang ilmuwan jenius yang udah ngorbanin puluhan tahun hidupnya buat proyek ini, mengamuk, kata-kata mutiara pun meraung di laboratorium.

Rambut peraknya yang biasanya rapi sekarang udah acak-acakan kek sapu ijuk kena puting beliung.

Matanya melotot, urat di lehernya keluar ampe mirip peta sungai Amazon.

Dia menunjuk kepala petugas keamanan, yang sekarang mukanya udah pias kek kain kafan.

"LO SEMUA UDAH NGABISIN JUTAAN DOLLAR BUAT SISTEM KEAMANAN!"

"PUNYA DRONE SEGINI BANYAK!"

"PUNYA TEKNOLOGI SENSOR CANGGIH YANG BISA LACAK KUPU-KUPU CEBOOK DI AFRIKA!"

"TAPI KOTAK SATU BIJI ILANG GITU AJA?!"

"DAN LO NYURUH GUE TENANG?!?!"

BOOM! 

Tangannya ngibasin clipboard ke meja, beberapa ilmuwan di belakangnya reflek nahan napas.

Petugas keamanan? Udah hampir nge-DC dari dunia ini.

Kepala petugas keringetan ampe ngucur ke dalam seragam.

Sementara di belakangnya...

Ilmuwan lain pura-pura serius, tapi sebenernya lagi nyubit-nyubit tangan sendiri, nahan ngakak.

Mereka udah sering liat Fushida ngamuk... TAPI KALI INI LEGENDARIS.

Salah satu ilmuwan gigit bibir ampe pucet, yang lain kepaksa gigit ujung jas lab, ada juga yang nunduk ke meja biar ketawanya gak bocor.

Dan di momen klimaks kemarahan, saat seluruh ruangan mencekam...

TIBA-TIBA...

FUSHIDA KEPELESET.

Entah karena keringetnya sendiri atau karma ilahi, kakinya kena kabel, dan dalam slow-motion dramatis...

DIA JATUH, NGEBANTING LANTAI, CELANA MELOTOT—EH, MELOROT!

SEPARO KOLOR PUTIH TERSINGKAP.

Ruangan: HENING.

Ilmuwan: KETAWA DALAM HATI AMPE MENGGIGIT KABEL LAPTOP.

Teknisi: BISA-BISANYA NGECET MULUT SENDIRI PAKE SPIDOL.

Petugas keamanan: BERZINAH DENGAN EMOSI SENDIRI.

Tapi yang paling epic...

FUSHIDA BERDIRI LAGI DENGAN GAYA COOL.

SEOLAH TIDAK TERJADI APA-APA.

Dia ngebenerin kacamatanya, ngepasin rambut, terus dengan penuh wibawa, NENDANG KAOS KAKI KE ORANG PALING DEKET.

"NGAKAK LO?!"

Orang malang itu auto freeze.

Mata udah basah, bahu geter karena nahan ketawa.

Sialnya, temennya yang di samping juga udah megap-megap merah, nyubit-nyubit tangan sendiri kek orang kerasukan.

Fushida memandang mereka satu per satu, penuh dengan aura pembunuh.

"YAKIN LO PADA NGGAK NGAKAK?!"

"..."

"..."

"ENGGAK PAK!" jawab mereka serempak.

Fushida akhirnya menghembuskan napas panjang.

Masih kesel.

Tapi sekarang, suasana tiba-tiba berubah dingin.

Karena...

Tok. Tok. Tok.

Terdengar langkah kaki berat mendekat.

Setiap injakan sepatu nyebar hawa dingin ke seluruh ruangan.

Asap rokok tipis melayang di udara.

Muncul seorang pria.

Tinggi. Rambutnya tersisir rapi ke belakang, wajahnya penuh karisma.

Matanya sayu—bukan karena lelah, tapi karena auranya santai. Namun di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang membuat orang segan.

Ia memegang tongkat hitam di tangannya, mengetuk-ngetukkannya ke lantai dengan ritme pelan.

Semua orang menahan napas.

Bukan karena takut.

Tapi karena pria ini... berbeda.

Ia menatap lurus ke Fushida.

"Fushida."

Suaranya tenang.

Datar.

Udara di ruangan terasa turun beberapa derajat.

Fushida mengangkat wajah, matanya menyipit. Campuran antara kesal dan waspada.

"Apa?"

Pria itu menarik napas perlahan, sebelum mengembuskan asap rokoknya.

Ia mengangkat tongkatnya sedikit, mengetuk meja sekali.

"Kamu terlalu banyak bicara."

Hening.

Para ilmuwan terdiam.

Petugas keamanan tak bergerak.

Bahkan suara komputer terdengar seolah-olah ikut membeku.

Tatapan pria itu semakin tajam.

"Daripada mengamuk tanpa arah, lebih baik kamu temukan solusi."

Fushida mengepal rahang, menahan sesuatu yang nyaris keluar dari mulutnya. Tapi ia tidak membalas.

Ia tahu siapa yang sedang berbicara dengannya.

Desisan pelan lolos dari bibirnya. "Terserah."

Akhirnya, perintah pun turun.

Petugas bubar mencari E.Y.E.S yang kini hilang ntah dimana.

Ilmuwan mulai tracking sinyal alat itu.

Tapi... data yang muncul?

KOSONG.

E.Y.E.S. seakan lenyap dari dunia ini.

Pria bertongkat itu diam sejenak, menatap layar monitor kosong.

Asap rokoknya mengepul lagi.

Di belakangnya, salah satu ilmuwan menggigit jari, bingung.

"Apa mungkin... ada pihak lain yang campur tangan?"

Tapi siapa?

Di ruangan itu, semua orang sadar satu hal:

Sekarang, benda itu ada di tangan siapa?

Di ruangan itu, hening. Bahkan suara napas pun terasa terlalu keras.

Di layar monitor, hanya ada kegelapan. Kosong.

Pria bertongkat itu menghembuskan asap rokoknya pelan.

Di luar sana, dunia terus berjalan seperti biasa... tanpa menyadari apa yang baru saja terjadi.

Langit biru.

Angin sepoi-sepoi.

Burung-burung berkicau.

Di atap sekolah, Krishna masih tiduran santai lagi berjemur kek ikan peda. Hidup damai.

Sampai tiba-tiba...

Kotak di dalam tasnya hidup kedip-kedip.

ZRRRTTT!!!

Cahaya biru meledak dari permukaannya.

ZAPPPPP!!!

"AAAAARGH!!!"

Dia loncat kek disundut setan.

Baru aja mau napas...

ZRRRTTTT!!

SETROM LAGI.

DOR! DOR! DOR!

Krishna ngegelinding dari genteng, palanya nyangkut di talang air.

"WOIIII BANGSAAAAAT!!!"

Dari lantai dua, Half-bun lagi pegang ember.

"WC penuh..., buang ke atas aja deh."

SPLAAAAASHHH!!!

Air meluncur. 

Disaat yang sama Krishna baru aja bangun.

TIGA... 

DUA... 

SATU...

SPLAAAAAAAAAAAASSSHHHHH!!!!

KRISHNA KEGUYUR AIR PEL.

"..."

ZRRRTTT!!!

SETROM LAGI.

"AAAAAAAARRRGGGHHH!!!"

Kali ini lebih brutal. Tangannya kejang, mulutnya error.

"MAMAAA—ZZZTT—HELP MEEE—"

Ia Kepleset.

JATUH KE LANTAI 2.

GUBRAK!!!

Lira diem.

Masih megang ember kosong.

"..."

Di depannya, Krishna kejang-kejang kek ikan dilempar ke got.

"ZZZZT—AAUUU—INI AKHIR HIDUP GUE—ZZZTTT—"

MATANYA PUTIH.

Half-bun atau lo bisa sebut dia Lira.

Panik.

Doi buru-buru ngejatuhin embernya.

"EH??" Lira melongo.

"Krishna?!"

Tangannya langsung megang bahu Krishna, ngeguncang pelan paggil-panggil namanya.

Tapi bocah itu MASIH KESETRUM.

"ZZZTT—AAUUUU—"

Tiba-tiba...

SETROMANNYA BERHENTI.

SENYAP.

Krishna freeze.

MATANYA PUTIH.

BADANNYA KAKU.

Lira nahan napas.

Bocah ini... KOIT?!

Tapi terus...

Krishna ngedip.

"H-HEH?"

Napasnya ngos-ngosan.

"ANJIR GUE MASIH HIDUP?!?!"

DIA JONGKAT JONGKIT KE BELAKANG.

Lira hampir nangis lega.

Tangannya langsung nimpuk dada Krishna.

"KAMU NGAPAIN, SIH?!?!"

Mukanya merah. Matanya masih penuh panik.

"Krishna, aku kira kamu... aku kira kamu..."

Suaranya nyangkut di tenggorokan. Tangannya ngegenggam rok.

Krishna noleh, masih ngos-ngosan.

"Tadi... tadi gue kek.. KETEMU TUHAN BENTAR."

Lira nahan napas.

BOCAH INI MASIH NGELAWAK?!

Rasanya pengen nampol, tapi tangannya masih lemes.

Karena dalam hatinya...

Dia takut kehilangan bocah absurd ini.

Krishna masih tergeletak, napas berat, baju basah kuyup.

Terus...

ZRRRTT!

KESETRUM LAGI.

"EEEKK—KRRZZT—HAAH?!?!".

"EH—EH—INI APA?!"

Bibirnya ketarik ke kanan-kiri. Matanya muter.

Lira makin panik.

"Krishna! Jangan gitu...aku takut!"

Dia pegang bahu Krishna lebih erat.

Krishna angkat tangannya lemes.

ZRRRTTT!!!

"UUAAAAAARGHH!!!"

DIA MELOMPAT KEK POWER RANGERS ERROR.

Doi ngamuk.

Megang kepalanya, muka masih ngelecet ke kanan-kiri.

Nafasnya ngos-ngosan parah.

Lira makin panik, hampir nangis.

Tangannya kencengin genggaman di seragam Krishna.

"Krishna, aku gak ngerti kok kamu jadi gini, kita harus panggil guru atau siapa kek—"

"NGGAK USAH!!!" Krishna nyolot.

Tapi...

ZRRRTT!!!

KESETRUM LAGI.

"ANJIR LAGI!!!"

BADAN MELENTING KE SAMPING.

Lira TERIAK KECIL, makin takut.

"KRISHNA!"

Doi buru-buru maju, nangkepin Krishna biar gak jatoh lagi.

Dan pas Lira masih bingung mau ngapain...

DARI ARAH TOILET, ADA DUA SOSOK MUNCUL.

Dua bocah.

Dua bestie Krishna.

HAMADA & BRANDON.

Jalan santai.

Ngobrol random.

Sampai...

MEREKA LIAT KE DEPAN.

"..."

"..."

Dua-duanya BERHENTI.

MATA MEMBESAR.

OTAK NGEFREEZE.

DI DEPAN MEREKA:

Krishna? NGESOT KEJANG DI TANAH.

Lira? MEGANGIN BAJUNYA PANIK.

Krishna? MUKA MASIH ERROR.

Krishna? BAJU BECEK.

Hamada ngedip pelan.

Brandon ngucek mata.

Terus...

Hamada: "WOYYYYY!!!!!"

Brandon: "IN BOCAH KENAPA DAH?!?!?!"

Mereka langsung LARI KE ARAH KRISHNA.

"KRISHNA LO KENAPA JIR?!?"

"KITA KIRA LO BOLOS!!"

Lira buru-buru ngeliat mereka.

MATANYA MASIH PANIK.

"TOLONGIN DIA! DIA TERUS KESETRUM!"

Brandon & Hamada: "?????"

Krishna masih ngos-ngosan.

Muka udah ngelipet ke segala arah kek file corrupt.

Tangan masih kedutan.

Mulut masih gagap.

"G-gguuee—AAAUUU—GUE!!! GUE GAK TAU!!"

Lira, Hamada, & Brandon: "..."

DI UKS, 15 MENIT KEMUDIAN...

Krishna tergeletak di kasur UKS.

Badan dibungkus selimut.

Muka masih sedikit pucat.

Matanya ngelirik ke atas, meratapi hidupnya yang barusan hampir tamat.

Seragamnya?

Basah kuyup, lagi dijemur di gantungan UKS.

Di seberangnya, Lira, Hamada, dan Brandon duduk, masih kaget, masih belum ngerti apa yang barusan terjadi.

TAPI SATU HAL YANG BELUM DISADARI...

TAS KRISHNA, YANG DI TARO DI MEJA, MASIH KEDIP-KEDIP.

Di sisi lain, perawat sekolah berdiri dekat lemari obat, nyiapin sesuatu.

Bu Karina.

Umurnya sekitar 35-an, seragam putih rapi, rambut dikuncir simpel.

Gesturnya tenang, formal, tapi tetap hangat.

Doi nyamperin Krishna, matanya cekatan ngecek kondisinya.

"Krishna," suaranya lembut tapi tegas, "gimana perasaannya sekarang?"

Krishna ngedip pelan.

Mulutnya kebuka dikit.

"...Saya kayak... abis perang ama petir Zeus."

Lira ngelirik dia, masih khawatir.

Bu Karina ngeh, tapi tetep profesional.

Dia naro alat pengukur tekanan darah di lengan Krishna, ngecek sambil ngomong,

"Tadi kamu ngalamin gejala yang mirip dengan arus listrik statis dalam jumlah besar."

Hamada & Brandon langsung noleh ke perawat.

"Maksudnya, Bu?" Hamada bertanya.

Bu Karina tetap fokus ngecek Krishna, lalu jelasin,

"Biasanya, kejutan listrik kecil bisa terjadi kalau ada gesekan antara tubuh dan benda tertentu. Tapi dari gejala yang kamu alami tadi..."

Matanya sedikit menyipit, seakan menganalisis sesuatu.

"...itu bukan cuma kejutan listrik biasa."

Lira makin serius dengerin.

Brandon noleh ke Krishna. "Lo beneran gak main colokan tadi?"

Krishna megang jidatnya, masih pusing.

"Anjir, kagak lah! Gue kan cuma tiduran, tahu-tahu... ZZZTTT!!!"

DOR.

Krishna NGEGET JEDUG SENDIRI.

Badannya masih ada efek nyetrum DIKIT.

Bibirnya kesentak aneh.

Bu Karina ngeliat reaksi itu, sedikit curiga.

Dia ngelirik meja, tempat tas Krishna ditaro.

Lira juga ngelirik tasnya... dan akhirnya sadar.

Dia narik napas, lalu ngomong, "Untuk sekarang, Krishna istirahat dulu ya?. Saya akan panggil guru piket."

Dia noleh ke Hamada & Brandon.

"Kalian jaga dia dulu, ya."

Hamada & Brandon ngangguk, tapi masih panik dalam hati.

Lira masih duduk di tempatnya, sekilas melirik tas Krishna lagi.

Dia tahu ada sesuatu yang aneh di situ.

Sesuatu yang gak masuk akal...

Tapi sekarang bukan waktunya buat ngomong.

Dia ngelirik Krishna lagi.

Bocahnya masih merem, nafasnya udah lebih stabil.

Lira ngelepas napas pelan.

Untuk sekarang, yang penting Krishna udah baikan.

Tapi perasaan di dalam hatinya?

Masih campur aduk.

Hamada & Brandon duduk di sebelah kasur, masih bingung campur penasaran.

Hamada nyender di kursi, nyilangkan tangan di dada. "WOY."

Brandon nyengir. "Lo kenapa tiba-tiba jadi setrikaan gosong, jir?"

Krishna ngelirik mereka, masih males gerak.

"...Gue juga gak tau, bro."

Hamada melotot. "JANGAN BOHONG!"

Brandon ikut nyocor, "TADI PAS KITA KELUAR TOILET, TAU-TAU LO UDAH JUNGKIR BALIK KEJANG DI LANTAI."

Hamada: "DAN BAJU LO JUGA BASAH KUYUP!"

Krishna diem bentar, ngumpulin napas, terus akhirnya ngomong.

"...Jadi tadi gue tiduran di genteng..."

Hamada & Brandon: "..."

"GENTENG?!"

Krishna lanjut.

"Damai tuh, eh TIBA-TIBA kejet badan gue."

Hamada: "LO NGAPAIN MAENIN LISTRIK KALI DI GENTENG?!"

Krishna "GUE GAK NGAPAIN-NGAPAIN, TOLOL!!!"

Hamada & Brandon ngakak.

Krishna mau nimpuk bantal, tapi males gerak.

Terus... dia ngelirik Lira.

Lira diem di kursinya, kepalanya nunduk dikit.

Mukanya keliatan gak enak.

Dia denger semuanya.

Dan sekarang, rasa bersalah mulai naik.

Krishna masih rebahan, kepala berat.

Listrik di badannya masih nyisa.

BZZT.

"Ugh... sialan, masih nyetrum..."

Dia melirik ke gantungan di UKS.

Seragamnya basah. Netes-netes.

ZRRRTT!

KESEREMPET LISTRIK LAGI.

"EH—HEK!!!"

Brandon ngakak.

"Bro, lu charger HP sekarang?"

Krishna ngelirik Lira yang diem di sudut.

"Lir?"

Lira kaget dikit. "H-hah?"

"Gue mau nanya."

Dia ngerutukin otot yang masih nyetrum, lalu tatap Lira.

"Yang nyirem gue siapa?"

Lira langsung tegang.

"Lo kan ada di sana..."

Krishna sempitkan mata.

"Jangan-jangan lo lagi?"

Hamada nyeletuk cepat.

"Eh, lo jangan nuduh gitu ama cewek."

Brandon langsung nimbrung, cengir.

"Iya bro, kasian Lira."

Krishna angkat alis, nyengir dikit.

"Ya siapa tau, kan? Soalnya pas gue liat, dia ada depan gue."

Lira langsung gigit bibir.

Matanya makin panik, tangannya ngegenggam ujung roknya.

Hamada ngelirik Lira, trus nyeletuk pelan.

"...Lo gak sadar, ya? Dia tadi hampir nangisin lo."

Krishna kedip.

Dia noleh pelan ke Lira.

"Lo beneran nangisin gue?"

Lira FREEZE.

Mukanya otomatis memerah.

"Ng-nggak! Apaan sih?! Aku cuma... kelilipan!"

Brandon & Hamada: "HAHAHAHAHAHA!!!"

Brandon ngetok meja, ngakak.

"ALIBI YANG AMATIR!"

Hamada cengir tajam.

"Kelilipan sampe mata merah? iyaa, Lir, percaya banget gue."

Lira mau nimpuk mereka pake buku.

Krishna masih natap dia, senyum dikit.

"...Yah, tetep aja. Berarti lo peduli sama gue, kan?"

LIRA OTAK CRASH.

RAM MENTOK.

"EHHH?!?!"

Tiba-tiba...

KREEKK.

Pintu UKS kebuka.

Bu Karina masuk bareng Pak Yanuar.

Guru piket yang mukanya serius kek polisi investigasi.

Tangannya megang clipboard, matanya langsung nge-scan ruangan.

"Mana Krishna?"

Krishna angkat tangan lemes.

"Disini, Pak..."

Pak Yanuar jalan ke ranjang, lirik Bu Karina. "Apa yang terjadi?"

"Dugaan awal... kejutan listrik." Bu karina ngejelasin.

Pak Yanuar sempitin mata. "Listrik?"

Krishna cengar-cengir. "Hehe... ini dia yang misteri, Pak."

Pak Yanuar tatapan interrogasi mode on. "Maksud kamu?"

Krishna males jelasin panjang, tapi tetep harus kasih jawaban.

"Jadi... tadi saya di luar, terus tiba-tiba ZRRT! Kesetrum gitu aja."

Pak Yanuar makin curiga. "Lagi di luar?"

Hamada nyaut, "Iya, Pak. Pas kita keluar toilet, dia udah kesurupan di lantai."

Brandon cengir jahannam.

"Iya, kek ikan lele dilempar ke wajan panas."

Pak Yanuar tetep serius.

"Apa kamu nyentuh kabel atau alat elektronik?"

Krishna geleng.

"Nggak ada, Pak. Saya santai, terus... ZRRT! Nyala kek disko."

Lira keringet dingin.

Dia tahu kenapa Krishna kejang gara-gara dia.

Tapi... dia gak berani ngomong.

Tangannya narik roknya, kepalanya makin nunduk.

Pak Yanuar liat ekspresi Krishna. "Jadi, kesetrum tanpa sebab?"

Krishna angguk.

Pak Yanuar tarik napas panjang.

"Baiklah. Istirahat dulu. Besok, jam pertama, saya mau kamu ke ruang guru."

Krishna ngeluh.

"Pak, saya PTSD listrik, masa besok langsung diperiksa kek tahanan KPK?"

Pak Yanuar gak peduli.

"Besok. Jangan bolos."

Beliau langsung cabut.

Krishna ngeluh lagi.

"Baru aja hidup, udah dipanggil sidang."

Tapi belum selesai.

Krishna noleh ke Lira.

Cewek itu diem aja dari tadi.

Mukanya... keliatan bersalah.

Krishna sempitin mata.

"Lira?"

Lira kaget dikit.

"Eh?! A-apa?"

Krishna makin curiga. "Loh... lo diem banget."

Lira makin gelisah..

Mukanya... keliatan bersalah.

Tangannya narik ujung roknya pelan.

Krishna mau nanya lagi, tapi...

Setetes air jatuh ke tangannya.

Krishna kedip. "Hah?"

Lira buru-buru ngusap mata.

"A-aku... gak sengaja... sumpah..."

Suara dia pelan banget.

Krishna, Hamada, Brandon. Bertiga ngeliatin dia.

Diem.

Lira ngelap air matanya lagi.

"...Maaf..."

Krishna MLONGO.

Hamada & Brandon ikut freeze.

Bertiga gak nyangka dia beneran nangis.

Hamada sampe nunduk dikit, ngeliat Lira dari bawah. "Eh... dia nangis beneran."

Brandon masih shock. "Buset."

Lira masih nunduk. Matanya merah dikit.

"Aku gak tau ada orang di genteng... aku cuma..."

Dia mengerutkan ujung roknya makin kenceng.

Krishna ngeliatin dia... terus, tanpa sadar, senyum kecil.

Dia angkat tangan ke atas, nyerah.

"Yah... gak jadi marah deh gue."

Lira nengok ke dia, masih ngelap mata.

Brandon cengar, "Anjir, ngalah ngga tuh."

Hamada nyengir, "Romantis banget."

Lira langsung cubit tangan Krishna. "DIEM KALIAN!!!"

Krishna masih meringis.

Bekas cubitan Lira panasnya setengah mati.

Brandon & Hamada? Ngakak puas.

Lira buru-buru kabur duluan sebelum kena roasting lagi.

Krishna ngelus tangannya, ngeluh dalem hati.

Tadi kesetrum, sekarang dicubit cewe pemalu.

Hamada & Brandon masih nyengir pas cabut ke kelas masing-masing.

Krishna hela napas, liatin langit-langit UKS.

Baru lolos dari maut, sekarang balik ke kenyataan.

Sekolah emang tempat keras.

Pulang Sekolah – UKS

BEL SEKOLAH BUNYI.

KREEEK.

Pintu UKS kebuka.

Krish & Srada masuk.

Srada langsung jalan duluan, ekspresi langsung berubah total pas liat Krishna yang masih di tempat tidur UKS.

"HAH?! LO NGAPAIN DI SINI?!"

Krishna, yang udah setengah duduk sambil pake seragam, mendesah.

"Lagi meditasi gue."

Srada: "MEDITASI PALA LO! JAWAB YANG BENER!"

Krish, yang dari tadi diem di belakang, akhirnya nyeletuk.

"Ni anak ngga bisa di ajak serius.."

Krishna ngelirik Krish dengan muka males.

"Bisa diem gak lo?"

Krish angkat bahu.

"Bisa. Tapi gak mau."

Srada udah gondok maksimal.

"UDAH JAWAB AJA, BEGO! LO KENAPA?!"

Krishna akhirnya ngelirik mereka berdua, trus males-malesan buka mulut.

"Gue kesetrum."

Srada ngelotot lebih gede.

"LO NGAPAIN AMPE KESETRUM?!"

Krishna angkat bahu.

"Gak tau. Tiba-tiba aja ZRRRT! gelap, terus Gue udah di sini."

Krish masih diem.

Matanya sekilas lirik Krishna dari atas sampe bawah.

"Hmm. Apa lo mulai jadi magnet listrik?"

Krishna ngelotot ke dia.

"Bisa gak lo satu menit aja gak bikin gue gondok?"

Krish mikir sebentar.

"...Gak bisa."

Srada udah makin kepo.

"Seriusan lo? Kesetrum tiba-tiba? Lo nyentuh kabel? Lo maen hape sambil charge?"

Krishna ngelirik dia, kesel.

"Enggak, Srada. Gue bukan bapak-bapak boomers yang viral di TikTok."

Srada: "TERUS KENAPA?!"

Krishna males ngejelasin lebih lanjut.

Karena semakin dia ngejelasin, semakin banyak pertanyaan bakal muncul.

Dan ya kali dia bilang seharian dia gak masuk kelas, malah tidur di genteng?!

Krish, yang diem dari tadi, akhirnya nyeletuk pelan.

"Menarik."

Krishna ngelirik curiga.

"Apanya yang menarik?"

Krish senyum dikit.

"Ya, fenomenanya."

Matanya sekilas lirik tas Krishna lagi.

Tapi dia gak ngomong apa-apa.

Krishna udah males debat.

"Yaudah, gue mau cabut."

Krishna buru-buru pake seragam, siap ngeloyor keluar.

Srada: "EH, SIAPA YANG BILANG LO BOLEH KELUAR?!"

Krishna: "Gue sendiri. Gue udah sehat, udah bisa jalan, udah bisa ngemil!"

Krish ngelirik tas Krishna lagi, matanya sedikit menyipit.

Tapi diem aja.

Krishna baru aja keluar dari UKS, belum sempet kabur jauh...

SRADA UDAH NGECENGKRAM KERAH BAJUNYA.

"MANA LO MAU KABUR?!"

Krishna meringis.

"Anjir, Srada! Ngegas amat, sih?! Gue ngga maling kambing!"

Srada mencengkram makin kenceng.

"JAWAB DULU, LO NGAPAIN SEHARIAN GAK MASUK KELAS?!"

Krishna ngelirik kiri kanan, nyari alasan.

"Ehm... eksplorasi tempat baru?"

Srada menyipitkan mata.

"Eksplorasi PAKE MUKA SETRIKAAN?!"

Krish yang dari tadi diem, akhirnya jalan santai ke arah mereka.

"Santai, Srada. Kita semua tahu ni bocah sering melakukan aktivitas di luar akal sehat."

Krishna ngelirik Krish gondok.

"Lo ngomong gitu mulu, emangnya gue alien?!"

Krish masih kalem, tapi matanya sedikit menyipit.

"Bukan alien. Tapi... ada sesuatu yang lo sembunyiin, kan?"

Krishna kedip.

"HAH?! NGGAK ADA!"

Krish ngelirik lagi ke tas Krishna.

"Oh, ya?"

Krishna mendadak jadi gak nyaman.

Srada ngerasa ada yang aneh juga.

"Tunggu... lo yakin tadi gak nyentuh kabel apa pun?"

Krishna males ditanya-tanya mulu.

"GUE UDAH BILANG, GUE GAK NGAPA-NGAPAIN!"

Srada mikir, tapi akhirnya buang napas kasar.

"Udahlah. Kita pulang aja. Tapi lo belom aman, Krishna."

Krishna ngelirik.

"HAH? AMAN DARI APA?"

Srada melotot.

"DARI GUA, LAH!!!"

Krishna langsung pasang muka horor.

"EH EH, GAK USAH PAKE KEKERASAN, SRADA! KITA HIDUP DI NEGARA HUKUM!"

Krish ketawa kecil.

Mereka akhirnya jalan bareng keluar gerbang sekolah.

Tapi pas mereka jalan...

Krish masih lirik tas Krishna.

Matanya menyipit.

Dia tahu ada yang gak beres.

Tapi dia diem aja.

SISI LAIN KOTA...

Langit mulai berwarna jingga, angin sore berembus pelan.

Di salah satu kursi taman di pinggir jalan, seseorang duduk sendirian.

Angin menerbangkan sedikit ujung rambutnya.

Tangan kanannya memegang segelas kopi, sementara tangan satunya diam di sisi telinga, seolah sedang berbicara dengan seseorang.

Suaranya tenang, datar, tapi tajam.

"Kotak itu... sudah ditemukan."

SEBERANG TELEPON DIAM.

Suara kecil berdesis dari speaker.

"Lokasi?"

Orang itu menghela napas pelan, matanya melirik ke langit, menikmati angin sebentar sebelum menjawab.

"Ada di tempat yang... tidak terduga."

"Sumbernya?"

Mata orang itu menyipit sedikit.

"Seorang anak."

Hening sejenak.

Suara di telepon terdengar sedikit... tertarik.

"Hoo... Menarik."

Orang itu meneguk kopinya sekali lagi.

Lalu... senyum tipis.

"Aku akan mengawasinya lebih lama."

"Jangan buat gerakan terburu-buru."

Suaranya tenang, tapi di baliknya, ada sesuatu yang terasa... dingin.

"Ini mungkin lebih besar dari yang kita duga."

Angin sore kembali berembus.

Cangkir kopi diletakkan pelan.

Orang itu berdiri, memasukkan tangan ke dalam saku.

Sambil berjalan menjauh, menghilang ke dalam bayangan kota...

Sambungan telepon terputus.

Dan hanya suara angin yang tersisa.

Gantung tapi bukan hubungan kita kok 😜

© Zenofficial 2025. Semua hak cipta dilindungi. Dilarang menyalin atau mempublikasikan ulang tanpa izin.