Hujan turun deras di jalanan Seoul, membasahi trotoar yang penuh dengan orang-orang yang berjalan cepat, berusaha menghindari dinginnya malam. Dalam sebuah kamar sempit yang remang-remang, Ryu Ha-jun duduk di depan komputer tuanya, menatap layar dengan ekspresi kosong.
Saldo: ₩0
Angka merah menyala itu terasa seperti ejekan kejam dari dunia kepadanya.
Tangan Ha-jun mengepal, jemarinya gemetar saat ia menyentuh mouse. Ia sudah kehilangan segalanya. Tabungan terakhirnya habis dalam hitungan jam karena keputusan investasi yang buruk. Ia berpikir bisa membalikkan keadaan dengan membeli saham murah dan berharap harganya naik—tetapi hasilnya justru lebih buruk dari yang ia duga.
Ia mengusap wajahnya dengan frustasi.
Ini bukan pertama kalinya ia gagal.
Tiga tahun lalu, ia memutuskan keluar dari universitas di semester tiga karena merasa sistem pendidikan bukan untuknya. Ia berpikir bisa sukses tanpa gelar—tetapi kenyataannya jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan.
Ia mencoba berbagai pekerjaan, tetapi tidak ada yang bertahan lama. Ia pernah bekerja di perusahaan kecil sebagai tenaga pemasaran, tetapi dipecat karena tidak memenuhi target. Ia mencoba menjadi freelancer, tetapi klien pertama dan terakhirnya kabur tanpa membayar. Ia bahkan pernah mencoba bisnis online, tetapi modalnya habis lebih cepat daripada keuntungan yang ia dapatkan.
Dan sekarang, satu-satunya harapan terakhirnya—investasi saham—juga hancur.
Di tengah keheningan yang menyesakkan, ponselnya bergetar.
Ha-jun menatap layar ponsel dengan perasaan campur aduk. Sebuah pesan masuk dari seseorang yang selama ini menjadi satu-satunya cahaya dalam hidupnya.
Haneul:
"Ha-jun… Aku ingin kita berhenti berhubungan. Aku sudah bertunangan dengan seseorang. Maafkan aku."
Pandangannya memburam, seakan dunia di sekelilingnya kehilangan warna.
Haneul… wanita yang selalu ada untuknya selama ini. Orang yang ia cintai lebih dari siapa pun, satu-satunya orang yang masih percaya padanya, kini pergi meninggalkannya.
Jadi… bahkan cinta pun telah meninggalkannya?
Ha-jun terdiam lama, sebelum akhirnya menghela napas dalam. Ia menutup matanya sejenak, lalu berdiri.
Malam itu, ia berjalan tanpa tujuan di tengah hujan.
Ia melewati jalanan kota yang ramai. Lampu-lampu neon berkedip-kedip di sepanjang distrik perbelanjaan, restoran dipenuhi orang-orang yang tertawa bahagia, dan mobil-mobil mewah melintas dengan cepat.
Dunia ini… tidak pernah berpihak padanya.
Langkahnya membawanya ke jembatan yang menghadap Sungai Han. Ia berdiri di tepi pembatas, menatap air gelap yang bergelombang di bawahnya. Angin malam menerpa tubuhnya, tetapi ia tidak merasakan apa-apa.
"Jika aku menghilang… apakah ada yang akan peduli?"
Ia tidak tahu berapa lama ia berdiri di sana, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Lalu, tiba-tiba…
Semuanya berubah.
Dunia di sekelilingnya melambat. Lampu-lampu jalan mulai berkedip dengan ritme yang aneh, suara kota perlahan menghilang, dan tubuhnya terasa ringan.
Ponselnya—yang seharusnya mati karena kehabisan baterai—tiba-tiba menyala, menampilkan cahaya biru terang.
Kemudian, sebuah suara mekanis terdengar dalam pikirannya.
[Sistem Aktif]
[Selamat datang, Ryu Ha-jun. Anda telah dipilih untuk kesempatan kedua.]
[Proses Reinkarnasi Dimulai…]
Tubuhnya langsung terasa lemas, seolah-olah energi kehidupannya disedot keluar. Sebelum ia bisa memahami apa yang terjadi, dunia di sekelilingnya berubah menjadi kegelapan total.
Ketika Ha-jun membuka matanya, ia merasakan sesuatu yang aneh.
Udara di sekelilingnya lebih hangat. Tempat tidurnya lebih empuk. Tubuhnya terasa… lebih kecil?
Ia menoleh ke samping dan melihat kamarnya yang dulu. Kamarnya saat kecil.
Jantungnya berdebar kencang.
Dengan panik, ia bangkit dari tempat tidur dan berlari menuju cermin kecil di sudut ruangan.
Di sana, seorang anak laki-laki berusia 9 tahun menatapnya dengan mata lebar.
Matanya melebar. Itu dirinya sendiri.
Sebelum ia bisa mencerna semuanya, sebuah layar transparan muncul di udara.
[Selamat datang kembali, Ryu Ha-jun.]
[Anda telah kembali ke tahun 2008. Gunakan kesempatan ini dengan bijak.]
Ia mundur selangkah, terengah-engah.
Aku kembali…?
Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, suara seseorang terdengar dari luar kamar.
"Ha-jun! Ayo turun, sarapan sudah siap!"
Itu suara ibunya.
Jantungnya mencelos. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, ia kembali mendengar suara ibunya yang lembut dan penuh kehangatan. Tanpa sadar, air mata mulai menggenang di matanya.
Ia membuka pintu dan berjalan menuju ruang makan dengan langkah ragu.
Di sana, ia melihat ibunya—wanita yang selalu bekerja keras meskipun hidup penuh kesulitan—masih muda dan penuh semangat. Tidak ada kerutan di wajahnya, tidak ada kelelahan di matanya seperti yang ia ingat di kehidupan sebelumnya.
Di meja makan, kakak laki-lakinya, Ryu Ji-ho, duduk dengan santai sambil membaca koran. Ji-ho adalah anak kebanggaan keluarga, selalu menjadi contoh yang baik.
Di sebelahnya, adik perempuannya yang masih kecil, Ryu Min-seo, sedang mengunyah nasi dengan pipi menggembung.
Pemandangan ini… sangat familiar, tetapi juga terasa seperti mimpi.
"Ha-jun, kenapa bengong di sana?" tanya ibunya sambil tersenyum.
Suara itu… begitu hangat, begitu nyata.
Ha-jun tidak bisa menahan air matanya. Dengan langkah cepat, ia berlari ke arah ibunya dan memeluknya erat.
"Ibu…" suaranya bergetar.
Ibunya terkejut. "Kenapa, Nak? Mimpi buruk?"
Ha-jun tidak menjawab. Ia hanya menutup matanya, merasakan kehangatan pelukan ibunya. Ia pernah kehilangan ini semua. Dalam kehidupan sebelumnya, ia terlalu sibuk dengan kegagalan dan keputusasaannya sampai lupa betapa berharganya keluarganya.
Tetapi kali ini…
"Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
Pelukan itu bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Ibunya mengusap punggungnya perlahan, meskipun jelas ia merasa heran dengan sikap putranya.
"Ha-jun? Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara lembut.
Ha-jun mengangguk, tetapi ia masih belum melepaskan pelukannya. Air mata yang ia tahan terus mengalir tanpa ia sadari. Ini terasa nyata. Kehangatan ibunya, aroma sup hangat yang memenuhi ruangan, suara kakak dan adiknya di meja makan… semuanya begitu nyata.
Dalam kehidupan sebelumnya, ibunya menua lebih cepat karena kelelahan bekerja untuk menghidupi mereka. Ayah mereka telah lama pergi, meninggalkan ibu mereka untuk berjuang sendirian. Karena itu, ketika Ha-jun tumbuh dan gagal dalam hidupnya, ia merasa seperti beban yang hanya menambah penderitaan keluarganya.
Tetapi kali ini berbeda.
Ia telah kembali.
Ia memiliki kesempatan untuk mengubah semuanya.
Ha-jun menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya melepaskan pelukannya. Ia mengusap wajahnya cepat-cepat, berusaha menghapus jejak air mata. Ibunya masih menatapnya dengan khawatir, tetapi akhirnya tersenyum kecil.
"Kalau kau sakit, bilang pada Ibu, ya? Jangan diam-diam menahan diri seperti biasanya," katanya sambil menepuk kepala Ha-jun dengan lembut.
Ha-jun hanya bisa mengangguk pelan.
Ia berbalik dan menatap kakak dan adiknya.
Ryu Ji-ho, kakaknya, terlihat masih sama seperti yang ia ingat—tenang, serius, dan selalu menjaga wibawanya sebagai anak tertua. Dalam kehidupan sebelumnya, Ji-ho sering mengomelinya karena sifatnya yang malas dan tidak memiliki arah hidup. Namun, Ha-jun tahu bahwa jauh di dalam hatinya, Ji-ho peduli padanya lebih dari yang ia tunjukkan.
Ryu Min-seo, adiknya, masih kecil dan ceria. Dalam kehidupan sebelumnya, ia tumbuh menjadi wanita yang mandiri dan sukses. Tetapi sebelum itu, ia harus melalui banyak kesulitan karena keadaan keluarga mereka yang sulit.
Ha-jun menelan ludah. Jika ia bisa mengubah segalanya, maka ia tidak hanya menyelamatkan dirinya sendiri—ia bisa mengubah hidup keluarganya juga.
Dengan tekad yang baru, ia duduk di meja makan.
Ibunya menyendokkan sup panas ke dalam mangkuknya. "Makan yang banyak, Ha-jun. Hari ini kau ada ujian, kan?"
Ujian?
Ha-jun terdiam. Ia mencoba mengingat kembali, dan barulah ia sadar.
Ini adalah tahun 2008.
Ia masih bersekolah dasar, dan sebentar lagi akan masuk ke sekolah menengah. Ini berarti… Bitcoin belum rilis.
Jantungnya berdegup kencang. Dalam kehidupan sebelumnya, ia tahu betul bahwa Bitcoin pertama kali diperkenalkan pada Januari 2009. Pada saat itu, hanya sedikit orang yang peduli dengan mata uang digital tersebut.
Tetapi kali ini, ia tahu sesuatu yang orang lain belum tahu.
Jika ia bisa mendapatkan Bitcoin sejak awal, ia bisa menjadi miliarder dalam beberapa tahun ke depan.
Tangannya mengepal di bawah meja.
Ini adalah kesempatan besar. Namun, ia juga tahu bahwa ini bukan hanya tentang uang. Ia perlu merencanakan semuanya dengan hati-hati.
Untuk saat ini, ia harus fokus pada satu hal: menggunakan kesempatan kedua ini dengan bijak.
Setelah sarapan, Ha-jun kembali ke kamarnya. Ia duduk di atas tempat tidur, menatap tangannya sendiri yang jauh lebih kecil dari yang ia ingat. Semuanya masih terasa seperti mimpi.
Tetapi layar transparan yang mengambang di udara membuktikan bahwa ini bukan mimpi.
[Sistem Aktif]
[Status Pengguna: Ryu Ha-jun]
[Usia: 9 tahun]
[Tahun: 2008]
[Kemampuan Sistem: Aktif]
Sistem ini…
Dalam kehidupan sebelumnya, ia tidak memiliki hal seperti ini. Ini berarti sistem ini adalah bagian dari reinkarnasiny—sesuatu yang diberikan kepadanya sebagai bantuan.
Ha-jun mencoba menyentuh layar itu, dan tiba-tiba, beberapa opsi muncul.
[Fitur Sistem]
1. [Analisis Keuangan] – Memberikan prediksi tentang pasar keuangan, termasuk saham, properti, dan mata uang kripto.
2. [Peningkatan Kemampuan] – Memungkinkan peningkatan keterampilan dalam bidang tertentu dengan batasan tertentu.
3. [Simulasi Masa Depan] – Memberikan gambaran tentang kemungkinan hasil dari keputusan yang diambil.
Mata Ha-jun membelalak.
Dengan fitur ini… ia bisa merencanakan langkah-langkahnya dengan lebih akurat.
Tetapi ia juga menyadari sesuatu.
Di bagian bawah layar, ada tulisan kecil:
[Sistem hanya dapat digunakan dalam situasi tertentu. Penggunaan berlebihan akan mengakibatkan batasan.]
Ha-jun mengernyit. Ini berarti ia tidak bisa mengandalkan sistem ini sepenuhnya. Seiring waktu, ia harus mulai mengandalkan kemampuannya sendiri.
Namun, untuk saat ini, ia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain—pengetahuan tentang masa depan.
Ia menarik napas panjang.
"Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
Kali ini, ia akan memastikan hidupnya berubah.
Ryu Ha-jun menatap layar transparan di hadapannya, matanya berbinar penuh antusiasme. Dalam kehidupan sebelumnya, ia adalah seorang pecundang yang tidak memiliki arah. Namun, kali ini, ia memiliki sesuatu yang lebih berharga daripada keberuntungan—ia memiliki pengetahuan tentang masa depan.
Ia mengulurkan tangannya dan mencoba menyentuh opsi [Analisis Keuangan]. Begitu jarinya menyentuhnya, layar berganti, menampilkan antarmuka baru.
[Analisis Keuangan Aktif]
[Tahun: 2008]
[Kategori: Pasar Global, Investasi, Mata Uang Kripto]
Mata Ha-jun menyipit. "Mata uang kripto…"
Ia mencoba memilihnya, tetapi tiba-tiba layar berkedip, menampilkan pesan peringatan.
[Data tidak tersedia. Mata uang kripto belum dikenal secara luas.]
Tentu saja. Ini masih 2008, Bitcoin belum dirilis secara resmi. Ia harus menunggu Januari 2009, saat Satoshi Nakamoto memperkenalkan konsep blockchain ke dunia.
"Baiklah, aku masih punya waktu," gumamnya dalam hati.
Ia kembali ke antarmuka utama sistem dan melihat opsi [Simulasi Masa Depan]. Rasa penasaran menguasainya. Jika sistem ini bisa memperkirakan masa depan, apakah itu berarti ia bisa melihat hasil dari keputusannya sebelum bertindak?
Namun, saat ia mencoba memilihnya, muncul pesan lain.
[Fitur ini saat ini terkunci. Membutuhkan tingkat pengalaman lebih tinggi untuk diakses.]
Ha-jun menghela napas. Ia tidak bisa berharap sistem akan memberinya semua kemudahan begitu saja. Tapi ini sudah lebih dari cukup untuk permulaan.
Setelah menutup layar sistem, Ha-jun berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar.
"Aku harus mulai dari mana?"
Banyak hal yang ingin ia lakukan, tetapi yang paling mendesak adalah menghasilkan uang.
Ia tahu bahwa pasar saham akan mengalami gejolak besar dalam beberapa bulan ke depan. Pada 2008, dunia akan dilanda krisis keuangan global yang dipicu oleh kejatuhan Lehman Brothers dan kredit macet di Amerika Serikat. Ini adalah salah satu momen paling buruk dalam sejarah ekonomi dunia—tetapi juga merupakan peluang besar bagi mereka yang tahu apa yang akan terjadi.
"Jika aku bisa menginvestasikan uang di saat yang tepat… aku bisa memanfaatkan kehancuran ekonomi ini untuk membangun kekayaan."
Tapi ada masalah.
Ia baru berusia 9 tahun.
Ia tidak memiliki rekening bank sendiri, dan bahkan jika ia ingin membeli saham atau aset lainnya, ia butuh akses ke dana yang cukup besar.
"Aku harus menemukan cara untuk mendapatkan modal."
Saat ia sedang berpikir keras, terdengar ketukan di pintu.
"Ha-jun, kau sudah siap berangkat?" suara ibunya terdengar dari luar.
Ha-jun duduk tegak. "Eh? Berangkat ke mana?"
Pintu terbuka, dan ibunya muncul dengan ekspresi bingung. "Ke sekolah, tentu saja. Kau tidak lupa, kan?"
Ia terdiam. Tentu saja! Ia kembali ke masa kecilnya, jadi ia masih harus pergi ke sekolah seperti anak-anak lainnya.
Dalam kehidupan sebelumnya, ia selalu menganggap sekolah sebagai beban. Ia malas belajar dan sering bolos. Tapi sekarang, ia melihatnya sebagai kesempatan.
Di sekolah, ada banyak anak dari berbagai latar belakang. Jika ia bisa membangun koneksi dari sekarang, mungkin ia bisa menemukan seseorang yang bisa membantunya di masa depan.
"Baiklah, aku akan mulai dari sini."
Ia tersenyum kecil dan mengangguk. "Aku siap, Ibu."
Hari itu, Ha-jun melangkah ke sekolah dengan perasaan yang berbeda.
Sementara teman-temannya sibuk dengan tugas dan permainan anak-anak, pikirannya dipenuhi strategi dan perencanaan masa depan.
Ia harus bergerak cepat.
Ia harus memanfaatkan setiap peluang.
Ryu Ha-jun berjalan perlahan di trotoar menuju sekolah dasar. Matahari pagi bersinar hangat, menyinari jalanan Seoul yang mulai sibuk dengan aktivitas. Anak-anak lain berlarian di trotoar, beberapa bersepeda, sementara orang dewasa sibuk dengan ponsel atau berbicara satu sama lain tentang pekerjaan mereka.
Ia memperhatikan segala sesuatu dengan lebih teliti. Dalam kehidupan sebelumnya, ia tidak pernah benar-benar memikirkan dunia di sekitarnya. Namun kini, setiap detail terasa penting—karena ia tahu masa depan.
Seorang pria dengan setelan bisnis berdiri di depan kedai kopi, berbicara dengan suara cemas di telepon.
"Aku bilang, jual saja semua sahamnya! Krisis ini akan semakin parah!"
Ha-jun tersenyum kecil. Krisis 2008 memang sedang dalam tahap awal, tetapi hanya sedikit orang yang benar-benar memahami betapa buruknya keadaan yang akan datang.
Dalam beberapa bulan ke depan, banyak orang akan kehilangan pekerjaan, tabungan mereka akan lenyap, dan pasar saham akan jatuh ke titik terendah.
Namun, bagi mereka yang tahu kapan harus bertindak, ini adalah kesempatan emas.
"Tapi aku masih terlalu muda untuk berinvestasi langsung…"
Ia menghela napas. Ia butuh modal. Untuk mendapatkan modal, ia harus menemukan cara yang memungkinkan seorang bocah 9 tahun bisa mulai mengumpulkan uang tanpa mencurigakan.
Sementara pikirannya berputar mencari solusi, ia tiba di depan gerbang sekolah.
Sekolah dasar ini tidak berubah dari yang ia ingat. Bangunan bata merah, lapangan bermain kecil, dan suara riuh rendah anak-anak yang berlari-lari di sekitar halaman. Ia melewati gerbang, menatap suasana sekitarnya dengan mata yang lebih tajam.
Ia harus mengenali orang-orang yang penting.
Dalam kehidupan sebelumnya, ia mengabaikan banyak hal, termasuk siapa saja anak-anak yang berasal dari keluarga kaya dan berpengaruh. Namun, kali ini, ia tidak boleh melewatkan kesempatan untuk membangun koneksi sejak dini.
Ia memasuki kelasnya, menatap murid-murid lain.
Di barisan depan, seorang anak laki-laki dengan rambut rapi dan kacamata mahal duduk sambil membaca buku ekonomi.
"Kang Jae-hyun… anak dari pemilik perusahaan investasi terkenal."
Di sudut lain, seorang gadis dengan ekspresi angkuh sedang berbicara dengan beberapa anak lainnya.
"Han So-mi… keluarganya memiliki bisnis properti terbesar di Seoul."
Ha-jun tersenyum tipis.
Mereka adalah orang-orang yang di masa depan akan menjadi pemain besar di dunia keuangan dan bisnis.
Jika ia bisa mendekati mereka sekarang, membangun hubungan dengan mereka sejak kecil… ia akan memiliki akses ke jaringan yang sangat berharga di masa depan.
Ia berjalan menuju kursinya dengan pikiran penuh strategi.
"Langkah pertama: Bangun koneksi. Langkah kedua: Kumpulkan modal. Langkah ketiga: Investasikan di waktu yang tepat."
Ini baru permulaan.
Tetapi kali ini, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.
Ryu Ha-jun duduk di kursinya, memperhatikan suasana kelas dengan mata penuh perhitungan. Jika dalam kehidupan sebelumnya ia hanya menjalani hari-hari sekolah dengan asal-asalan, kali ini berbeda. Ia harus membuka jalannya sendiri, dan itu dimulai dari lingkungan terdekatnya.
Ia melihat ke sebelahnya, tempat seorang anak laki-laki duduk dengan kepala menunduk, sibuk menggambar sesuatu di buku catatan kecilnya.
"Kim Do-yun…"
Dalam kehidupan sebelumnya, anak ini adalah salah satu teman sekelas yang tidak terlalu menonjol. Namun, beberapa tahun ke depan, ia akan menjadi pengembang aplikasi sukses yang menjual perusahaannya ke salah satu raksasa teknologi dengan harga miliaran won.
"Aku harus mulai membangun hubungan dari sekarang."
Ha-jun tersenyum dan menepuk bahu Do-yun. "Apa yang sedang kau gambar?" tanyanya dengan nada ramah.
Do-yun tersentak kaget, lalu dengan canggung menutup bukunya. "Ah… ini hanya… sesuatu yang kupikirkan saja."
Ha-jun tertawa kecil. "Boleh kulihat?"
Do-yun ragu sejenak sebelum akhirnya membuka bukunya. Di dalamnya, terdapat sketsa kasar sebuah perangkat elektronik dengan layar kecil, mirip dengan ponsel modern tetapi dengan desain yang lebih ramping.
Mata Ha-jun sedikit membesar. Apakah ini… ide awalnya untuk aplikasi masa depan?
Dalam kehidupan sebelumnya, Do-yun menciptakan platform layanan keuangan digital yang sangat sukses, menggabungkan teknologi AI untuk mempermudah transaksi online. Jika ia bisa mendekati dan mendukungnya sejak awal, kemungkinan besar ia bisa mendapatkan tempat dalam proyek besar itu.
"Bahkan sebelum aku bisa mendapatkan modal besar untuk investasi, aku bisa mulai dengan membangun jaringan dengan orang-orang yang akan menjadi sukses nantinya."
"Ini keren," komentar Ha-jun dengan jujur. "Kau suka teknologi?"
Do-yun mengangguk, tampak sedikit lebih percaya diri. "Aku ingin membuat sesuatu yang bisa digunakan semua orang… sesuatu yang bisa mengubah dunia."
"Dan aku tahu bahwa kau benar-benar akan melakukannya," pikir Ha-jun.
Ia menepuk bahu Do-yun. "Kalau begitu, kapan-kapan kita harus bicara lebih banyak soal ide-ide ini. Aku ingin tahu lebih banyak!"
Wajah Do-yun berbinar senang. "Serius? Biasanya orang-orang menganggapku aneh…"
Ha-jun tersenyum. "Menurutku, ide-ide besar selalu terlihat aneh pada awalnya."
Ia tidak hanya membangun hubungan dengan Do-yun, tetapi juga menanamkan benih kepercayaan diri pada anak itu. Ini adalah langkah kecil, tetapi di masa depan, hubungan ini bisa menjadi aset berharga.
Hari itu berlalu dengan cepat, dan saat bel pulang berbunyi, Ha-jun mengumpulkan barang-barangnya dengan tenang.
Saat ia berjalan keluar kelas, seseorang menepuk bahunya.
"Hei, anak baru."
Ha-jun menoleh dan melihat Han So-mi, gadis yang berasal dari keluarga kaya pemilik perusahaan properti terbesar di Seoul. Ia menatapnya dengan tangan terlipat di dada, ekspresinya penuh rasa ingin tahu.
"Kau berbeda dari yang lain," katanya.
Ha-jun menaikkan alis. "Apa maksudmu?"
"Kau tidak terlihat seperti bocah sembilan tahun pada umumnya," katanya sambil menyipitkan mata. "Kau lebih… serius. Seperti orang dewasa yang terjebak dalam tubuh anak kecil."
Jantung Ha-jun berdegup kencang.
"Apa dia mencurigai sesuatu?"
Namun, ia segera mengendalikan ekspresinya dan tersenyum santai. "Aku hanya berpikir kalau belajar dan memahami dunia sejak dini itu penting."
So-mi menatapnya sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Menarik."
Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan pergi, meninggalkan Ha-jun dengan banyak pertanyaan di kepalanya.
"Sepertinya aku harus lebih berhati-hati…"
Tetapi di sisi lain, ini juga berarti ia mulai menarik perhatian orang-orang yang penting.
Setelah percakapannya dengan Han So-mi, Ryu Ha-jun melangkah keluar dari sekolah dengan berbagai pikiran memenuhi kepalanya. Ia baru saja memulai kembali hidupnya, tetapi langkah-langkah awalnya sudah mulai menarik perhatian.
"Aku harus berhati-hati. Aku tidak boleh terlalu menonjol."
Meskipun memiliki pengetahuan tentang masa depan, ia bukanlah satu-satunya orang pintar di dunia ini. Han So-mi sudah bisa membaca sikapnya hanya dari beberapa interaksi. Itu berarti orang lain pun bisa mencurigai perubahan dirinya jika ia bertindak terlalu dewasa.
Saat ia berjalan ke luar gerbang sekolah, ia melihat mobil hitam mewah terparkir di seberang jalan. Seorang pria berbadan tegap mengenakan jas hitam membukakan pintu untuk So-mi, yang dengan santai masuk ke dalam mobil tanpa menoleh ke belakang.
"Jadi dia memiliki pengawal pribadi sejak kecil? Tidak heran dia sangat percaya diri."
Di sisi lain, Ha-jun tidak memiliki kemewahan seperti itu. Ia harus pulang sendiri dengan berjalan kaki atau naik bus.
Namun, ini justru keuntungannya.
"Aku bebas melakukan apa saja tanpa terlalu banyak perhatian."
Setelah memastikan tidak ada yang memperhatikannya, ia berjalan menuju halte bus terdekat.
Saat bus melaju melewati jalanan kota Seoul, Ha-jun duduk di dekat jendela, memperhatikan gedung-gedung pencakar langit yang berdiri megah di bawah langit sore yang mulai gelap.
Ia tahu bahwa dalam beberapa bulan ke depan, ekonomi dunia akan mengalami krisis besar. Pasar saham akan runtuh, perusahaan-perusahaan besar akan bangkrut, dan banyak orang akan kehilangan pekerjaan.
Namun, mereka yang bisa melihat peluang dalam kehancuran ini akan menjadi pemenang.
"Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini."
Tapi untuk itu, ia butuh modal awal.
Ia membuka tangannya dan mencoba mengaktifkan sistemnya lagi. Layar transparan yang hanya bisa ia lihat muncul di depan matanya.
[Sistem Keuangan Terpadu]
Saldo saat ini: ₩0
Fitur yang tersedia:
[Analisis Keuangan] ✅
[Prediksi Pasar] ❌ (Terkunci)
[Simulasi Masa Depan] ❌ (Terkunci)
[Transaksi Otomatis] ❌ (Terkunci)
"Aku masih belum bisa mengakses fitur-fitur penting."
Namun, Analisis Keuangan sudah cukup untuk saat ini. Jika ia bisa menemukan peluang bisnis kecil yang bisa dimanfaatkan anak sembilan tahun, ia bisa mulai mengumpulkan modal sedikit demi sedikit.
Ia mencoba memilih [Analisis Keuangan], dan layar segera menampilkan daftar peluang bisnis yang potensial berdasarkan tahun 2008.
Mata Ha-jun menyipit saat ia membaca daftar itu.
1. Jual barang koleksi edisi terbatas (Kartu Pokemon, mainan langka, dll.)
2. Menjadi perantara perdagangan barang bekas di komunitas lokal
3. Menulis dan menjual panduan sederhana untuk anak-anak atau orang tua
4. Menyediakan jasa kecil untuk anak-anak sekolah lain (seperti membantu mereka mengerjakan tugas)
"Ini semua bisnis kecil, tetapi jika aku bisa menjalankannya dengan baik, aku bisa mengumpulkan cukup uang untuk berinvestasi di masa depan."
Tiba-tiba, matanya tertuju pada opsi pertama.
"Barang koleksi edisi terbatas?"
Ia berpikir sejenak. Dalam kehidupan sebelumnya, ada banyak mainan dan kartu koleksi yang harganya meningkat ribuan kali lipat dalam waktu 10-20 tahun. Jika ia bisa membeli beberapa barang koleksi dengan harga murah sekarang dan menyimpannya… di masa depan, nilainya bisa melonjak drastis.
"Aku harus mencari tahu lebih banyak soal ini."
Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, suara sopir bus membuyarkan lamunannya.
"Anak muda, halte terakhir!"
Ha-jun tersentak dan segera turun dari bus. Ia berjalan menuju apartemen kecil tempat keluarganya tinggal.
Saat ia membuka pintu apartemen, aroma masakan menyambutnya. Ibunya, Ryu Mi-sun, sedang memasak di dapur. Kakak laki-lakinya, Ryu Ji-hoon, duduk di sofa sambil menonton TV, sementara adik perempuannya, Ryu Min-ji, sibuk menggambar di meja kecilnya.
"Ibu, aku pulang," katanya sambil melepaskan sepatu.
Mi-sun menoleh dan tersenyum hangat. "Bagaimana sekolahmu hari ini?"
Ha-jun tersenyum tipis. "Baik. Aku mulai mengenal teman-teman baru."
Ji-hoon menoleh sekilas. "Baguslah. Jangan jadi penyendiri seperti dulu."
Ha-jun tersenyum pahit. Dalam kehidupan sebelumnya, ia memang bukan tipe yang mudah bergaul. Namun, kali ini, ia akan membangun hubungan yang kuat—bukan hanya dengan teman sekolahnya, tetapi juga dengan keluarganya.
Ia berjalan ke meja makan dan membantu ibunya menata makanan.
Mi-sun menatapnya dengan heran. "Ha-jun, sejak kapan kau suka membantu?"
Ia terkekeh kecil. "Aku hanya ingin membantu, Bu."
Ibunya tersenyum lembut. "Kau benar-benar berubah, ya…"
Ji-hoon meliriknya sebentar, tetapi tidak berkata apa-apa. Min-ji, yang baru berusia lima tahun, hanya tersenyum polos.
Saat mereka mulai makan malam bersama, Ha-jun berpikir dalam hati.
"Aku tidak hanya ingin sukses untuk diriku sendiri… aku ingin keluargaku juga hidup lebih baik."
Dalam kehidupan sebelumnya, ibunya harus bekerja keras demi membesarkan mereka. Ji-hoon akhirnya menyerah pada impiannya karena keterbatasan ekonomi, dan Min-ji tidak pernah bisa mendapatkan pendidikan terbaik yang ia butuhkan.
Tapi kali ini, ia akan mengubah semuanya.
Ia akan memastikan keluarganya tidak perlu menderita lagi.
(Dan ini baru langkah pertama).