Di bawah hamparan langit malam yang bertabur bintang, negeri Aetheria terlelap dalam kedamaian yang rapuh. Cahaya bintang berkelip lembut di cakrawala, seakan menari bersama angin malam, menciptakan nuansa magis yang menyelimuti kerajaan. Namun, ketenangan itu hanyalah ilusi yang dapat terkoyak kapan saja, mengingat ancaman pasukan iblis yang terus mengintai, dipenuhi ambisi gelap yang tak kunjung padam.
Di tengah taman kerajaan yang terletak di jantung Aetheria, Itqiriu, Dewa Hakim muda sekaligus pemimpin negeri tersebut, duduk di atas kursi berukir kuno. Wajahnya tampak tenang, namun sorot matanya mengungkapkan kecamuk kekhawatiran yang mendalam. Rambutnya yang pendek berayun lembut diterpa angin malam yang membawa aroma dedaunan dan bunga-bunga yang bermekaran.
"Itu hanya masalah waktu," bisiknya lirih, matanya terpaku pada bintang paling terang di langit, seakan mencari jawaban atas kegelisahan yang menghantuinya.
Tangannya terlipat di pangkuan, seolah berusaha meraih kehangatan yang tak lagi ia temukan di udara. Ia menarik napas panjang, membiarkan udara malam yang sejuk mengisi paru-parunya sebelum menghembuskannya perlahan.
"Aku berharap tidak ada lagi yang harus kehilangan orang yang mereka cintai. Aku tidak ingin mimpi buruk itu terulang kembali."
Kata-katanya melayang di udara, menyatu dengan kesunyian malam yang sesaat terasa begitu menekan, sebelum akhirnya terbawa angin, hilang dalam kegelapan yang membentang di atas Aetheria.
Itqiriu, Sang Dewa Hakim dari Aetheria
Bayangan kelam dari perang 900 tahun silam masih melekat dalam ingatan Itqiriu. Teriakan pilu, darah yang membasahi tanah, serta kehilangan yang tak terelakkan terus menghantui setiap malamnya. Meskipun ia telah melindungi Aetheria dengan kebijaksanaan dan kekuatan yang melampaui usianya, ketakutan akan kegagalan tetap mengintai di sudut hatinya, menolak untuk sirna.
Di kejauhan, suara para penjaga malam terdengar samar, menandakan kesiagaan yang senantiasa terjaga. Malam mungkin tampak damai, tetapi bagi Itqiriu, itu hanyalah jeda singkat sebelum badai berikutnya datang. Namun, ia sadar bahwa ketakutan tidak boleh menguasainya. Sebagai pemimpin, sebagai Dewa Hakim yang dipercaya menjaga keseimbangan dan keadilan, ia harus tetap teguh. Aetheria, dengan seluruh keindahan dan rahasianya, harus dilindungi, apa pun yang terjadi.
Menghela napas panjang, Itqiriu menutup matanya sejenak, membiarkan udara dingin meresap ke dalam dirinya. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, ia akan terus berjaga—berbekal doa, harapan, dan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Di bawah sinar bintang yang berkelip, ia duduk di taman kerajaan, mengenakan jubah panjang berpotongan tegas dan simetris. Warna putih keemasan mendominasi kainnya, dihiasi aksen perak dan hitam di bagian bahu serta lengan, mencerminkan keagungan dan otoritasnya. Lapisan kain hitam tipis di bagian dalam melambangkan netralitasnya sebagai hakim tertinggi. Kerah tinggi berbentuk setengah lingkaran menambah kesan berwibawa, sementara lengan jubah yang lebar dihiasi motif ukiran samar—simbol hukum kuno Aetheria.
Di balik jubahnya, ia mengenakan baju tempur ringan berbahan logam halus berwarna perak, dihiasi ukiran misterius yang hanya bersinar saat ia menggunakan kekuatannya. Sebuah sabuk lebar dengan gesper berbentuk lingkaran suci menjaga penampilannya tetap rapi. Celana hitam dengan jahitan emas halus serta sepatu bot tinggi dari kulit, lengkap dengan pelindung logam di bagian lutut dan ujung kaki, semakin menegaskan statusnya sebagai pemimpin tertinggi.
Rambutnya yang berwarna kuning keemasan sedikit berantakan, tetapi tetap memancarkan aura kewibawaan. Beberapa helai jatuh di samping wajahnya, membingkai mata tajam berwarna kuning yang penuh ketegasan. Tatapannya mengintimidasi, namun tetap elegan. Ia tidak mengenakan mahkota, tetapi di pergelangan tangan kanannya melingkar gelang lebar yang menyerupai stempel penghakiman—simbol otoritasnya sebagai penjaga tanah Aetheria.
Malam terus bergulir, tetapi Itqiriu tetap diam di tempatnya, menatap cakrawala berbintang. Dalam kesunyian, ia bersumpah untuk terus melindungi negerinya, apa pun yang terjadi.
Itqiriu, Sang Dewa Hakim Aetheria
Sebagai Dewa Hakim sekaligus pemimpin kerajaan Aetheria, Itqiriu bukan hanya dikenal karena parasnya yang menawan, tetapi juga karena kekuatan, kebijaksanaan, dan kebaikan hatinya. Rakyatnya mencintai dan mengaguminya tanpa ragu, melihatnya sebagai sosok pemimpin yang tegas namun penuh kasih—seorang pelindung sejati bagi negeri yang mereka cintai. Namun, di balik kedamaian malam, bayangan ancaman lama dari suku iblis terus mengintai, menguji keteguhan hatinya yang tak pernah goyah.
"Para penjaga telah menjalankan tugas mereka dengan baik. Semoga mereka senantiasa selamat dari segala bahaya," ucap Itqiriu dengan suara tenang, meski udara malam semakin menusuk.
Pandangan matanya yang tajam menyapu cakrawala, mengamati para penjaga yang berjaga di seluruh penjuru negeri—dari langit yang luas, puncak gunung yang menjulang, hutan yang lebat, hingga pemukiman yang tertata rapi. Negeri Aetheria, dengan segala keindahan dan kejayaannya, kini bertumpu pada keteguhan dan kekuatan yang ia miliki untuk melindunginya dari ancaman yang belum sepenuhnya sirna.
"Rasa dingin ini tidak akan melemahkanku, dan aku tidak boleh lengah," gumamnya lirih, tetap teguh dalam kesunyian malam yang kian mencekam.