DARI NOL
Bab 6 – Bertahan di Tengah Kesulitan
Pagi yang Berat
Udara dingin menusuk tulang saat Arga melangkah ke pasar grosir.
Luka di perutnya masih nyeri.
Tapi dia sudah terbiasa dengan rasa sakit.
Yang terpenting, dia harus tetap hidup.
Dia tidak tahu sampai kapan, tapi… setidaknya untuk hari ini.
Beban yang Tak Tertanggungkan
Bekerja di pasar bukan sekadar mengangkat barang.
Ini adalah perang bertahan hidup.
Bahu dan tangannya bergetar setiap kali dia mengangkat karung beras.
Napasnya berat.
Tetapi dia tidak mengeluh.
Lalu, seseorang menabraknya dari belakang.
Arga terhuyung, hampir terjatuh.
> "Hati-hati kalau kerja, bocah!"
Seorang pria bertubuh besar menyeringai padanya.
Arga mengenalnya.
Preman pasar.
Tapi dia tidak membalas.
Dia hanya menunduk dan kembali bekerja.
> "Huh. Dasar pengecut."
Arga pura-pura tidak mendengar.
Namun, dia tahu… mereka tidak akan membiarkannya begitu saja.
Fitnah yang Kejam
Siang itu, saat pasar mulai ramai, terdengar teriakan keras.
> "Pencuri!"
Semua orang menoleh.
Dan yang ditunjuk adalah Arga.
Jantungnya berdegup kencang.
> "Aku tidak mencuri."
Tetapi tidak ada yang mau mendengar.
Pria yang tadi menabraknya tersenyum puas.
> "Aku lihat dia mengambil uang dari warung itu."
Pemilik warung, seorang ibu tua, menatapnya dengan curiga.
> "Benarkah itu?"
Arga menggigit bibir.
Dia tahu, dunia tidak pernah berpihak pada orang sepertinya.
Dia bisa melihat tatapan jijik dari orang-orang sekitar.
> "Dia pasti melakukannya!"
> "Buruh miskin seperti dia pasti butuh uang!"
Arga bisa merasakan kemarahan mereka.
Dan sebelum dia sempat menjelaskan—
Pukulan yang Menyakitkan
Seseorang menarik kerah bajunya.
> "Anak sialan, berani mencuri di tempat ini?"
Sebuah tinju menghantam wajahnya.
Arga jatuh ke tanah.
> "Jangan biarkan dia lari!"
Pukulan dan tendangan datang bertubi-tubi.
Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya.
Orang-orang menghakimi tanpa bertanya.
Darah mengalir dari sudut bibirnya.
Ini bukan pertama kalinya dia dipukuli.
Tapi kali ini… dia tidak punya alasan untuk bangkit.
Dia hanya menutup matanya.
Dan membiarkan mereka menghancurkannya.
> Mungkin ini akhirnya.
> Mungkin inilah takdirnya.
> Mati tanpa jejak.
> Tanpa ada yang peduli.
> Tanpa ada yang mengingatnya.
> Sama seperti dulu.
Kenangan yang Menyelamatkan
Saat kesadarannya mulai pudar, suara seseorang bergema di kepalanya.
Suara itu… Aluna.
> "Arga… kau pikir hidup itu tidak berharga?"
> "Hidup bukan soal menang atau kalah. Hidup adalah tentang bertahan, bahkan saat kau tidak ingin bertahan."
> "Jangan biarkan dunia menentukan takdirmu. Lawan!"
Arga membuka matanya perlahan.
Darah menghalangi pandangannya.
Tangannya gemetar.
> "Kenapa aku masih hidup…?"
Tapi sebelum dia bisa berpikir lebih jauh—
Seseorang datang.
Sosok yang Tak Terduga
Tiba-tiba, orang-orang di sekelilingnya terlempar satu per satu.
Terdengar suara tubuh jatuh ke tanah.
Seseorang berdiri di hadapan Arga.
Tinggi, berpakaian hitam, dengan sorot mata tajam.
Bodyguard Aluna.
> "Cukup."
Suaranya datar, tetapi mengandung ancaman.
Orang-orang pasar mundur ketakutan.
> "Siapa kau?"
> "Aku hanya seseorang yang melihat ketidakadilan."
Bodyguard itu melangkah maju.
> "Jika ada yang berani menyentuhnya lagi, aku pastikan kalian tidak akan bisa berdagang di tempat ini lagi."
Para preman itu saling pandang.
Mereka tahu orang ini bukan orang biasa.
Salah satu dari mereka menggertakkan gigi.
> "Tsk. Anak itu memang pembawa sial."
Mereka pergi, meninggalkan Arga yang masih tergeletak di tanah.
Bodyguard itu berlutut dan menatapnya.
> "Bangun."
Arga tidak bisa bergerak.
Dia hanya tertawa kecil.
> "Kenapa kau menyelamatkanku?"
> "Karena seseorang memerintahkanku untuk mengawasimu."
Arga terdiam.
> Aluna.
> Dia ada di suatu tempat.
> Dia tidak datang sendiri, tapi dia tidak pernah benar-benar pergi.
Bodyguard itu menghela napas.
> "Kau ingin mati tadi?"
Arga tidak menjawab.
Dia bahkan tidak yakin dengan dirinya sendiri.
Lalu, bodyguard itu berkata, dengan suara yang datar tapi tegas—
> "Jika kau ingin mati, mati saja dengan cara yang lebih bermakna."
> "Jika kau ingin hidup, maka bertahanlah sampai akhir."
Arga menatap langit yang mulai gelap.
Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama…
> Dia ingin hidup.
> Bukan untuk dirinya sendiri.
> Tapi untuk seseorang yang percaya padanya.