Bab 1: Awal Perjalanan Sang Swordman
Matahari baru saja terbenam di balik pegunungan, menciptakan langit merah menyala yang menerangi jalanan berbatu menuju Sekte Pahlawan. Kagi, seorang pemuda berusia 16 tahun dengan rambut hitam panjang yang terikat rapi, berdiri tegak di depan gerbang besar yang menjulang tinggi. Angin yang berhembus membawa rasa dingin, tetapi tekad di dalam dirinya jauh lebih panas daripada suhu udara di sekitarnya.
"Ini tempatnya..." gumamnya pelan, matanya menyusuri gerbang yang dikelilingi oleh tembok tinggi. Tembok itu seolah mengingatkan Kagi bahwa di baliknya terdapat dunia baru yang penuh tantangan.
Pedang kecil yang digenggamnya, pedang yang sudah menemani perjalanan berat selama bertahun-tahun, kini terasa lebih berat dari biasanya. Bukan karena fisiknya, tapi karena beban mimpi yang terus menggelora di dalam dirinya. Dia tidak bisa menyerah, tidak bisa membiarkan dirinya kalah begitu saja.
Kagi bukanlah anak yang lahir dengan bakat luar biasa. Sejak kecil, dia hanya seorang anak desa biasa yang tidak pernah dianggap serius oleh orang lain. Tapi, sebuah keyakinan menggerakkan langkahnya ke sini—di depan gerbang Sekte Pahlawan.
"Kalau aku ingin mengubah takdirku, aku harus berusaha lebih keras daripada siapa pun," pikir Kagi, matanya menyala penuh semangat.
Gerbang besar itu perlahan terbuka. Di dalam, sebuah halaman luas dengan bangunan-bangunan megah dan pelatihan petarung yang sibuk menyambut kedatangannya. Teriakan para petarung yang berlatih terdengar di mana-mana, masing-masing dengan senjata mereka, berusaha memaksimalkan potensi diri. Semua orang tampak lebih kuat darinya, dan itu membuat jantung Kagi berdegup lebih cepat.
Sekte Pahlawan adalah tempat para petarung dari berbagai belahan dunia berkumpul untuk mengasah kekuatan. Ada dua cabang utama di dalam sekte ini—Cabang Utama, tempat para petarung terbaik yang telah membuktikan kekuatan mereka, dan Cabang Pengasingan, tempat bagi mereka yang dianggap "terlalu lemah". Sekte ini memang keras, hanya yang terkuat yang bisa bertahan. Kagi tahu, dia bukanlah yang terkuat. Namun, itu tidak akan menghentikannya.
"Hei, anak baru!" Tiba-tiba, suara keras seseorang menginterupsi pikirannya. Seorang pria kekar, dengan tatapan meremehkan dan senyum yang menantang, mendekatinya. "Kamu datang ke sini berpikir bisa jadi pahlawan? Hahaha! Jangan mimpi, anak kecil."
Kagi menatap pria itu tanpa gentar, meski ada sedikit rasa cemas dalam hatinya. "Saya di sini untuk berlatih. Tidak ada yang bisa menghalangi saya."
Pria itu tertawa terbahak-bahak, "Berlatih? Haha, kamu tahu kan, hanya mereka yang benar-benar kuat yang diterima di Cabang Utama. Kamu? Sepertinya kamu akan menemui nasib seperti para pengasingan di sana."
Dengan sikap santai, pria itu menunjuk ke arah sebuah area yang jauh lebih sepi di balik tembok. Kagi bisa merasakan bahwa pria itu berusaha merendahkan dirinya, namun dia tetap mempertahankan ketenangannya.
"Aku tidak peduli dengan pendapatmu," kata Kagi, tegas. "Aku di sini untuk membuktikan sesuatu."
Pria itu tersenyum sinis, tetapi tidak berkata apa-apa lagi. Kagi melanjutkan perjalanannya, menuju ke dalam sekte. Di dalam, semua orang tampak sibuk dengan pelatihan mereka, berlatih dengan berbagai jenis senjata dan sihir. Beberapa orang melemparkan bola api yang menyala, beberapa lainnya terbang di udara dengan bantuan sihir angin. Pedang-pedang terayun dengan kecepatan tinggi, seolah mengiris angin yang lewat. Kagi merasa cemas. Apakah dia benar-benar bisa bertahan di tempat ini?
"Sekarang kita lihat, anak baru," bisik Kagi pada dirinya sendiri.
Di tengah keramaian, seorang petarung tua dengan janggut panjang menghampiri Kagi. Wajahnya penuh garis-garis keriput, tetapi matanya tajam, penuh kebijaksanaan.
"Kamu baru?" tanya pria tua itu dengan suara berat, namun tidak ada kekasaran dalam kata-katanya.
Kagi mengangguk, "Ya, saya Kagi. Saya ingin belajar dan menjadi lebih kuat."
Petarung tua itu menatap Kagi lama, seolah menilai. "Kamu punya tekad, itu terlihat jelas. Tapi ingat, tekad saja tidak cukup. Sekte ini bukan tempat untuk orang yang hanya bermimpi. Di sini, kamu harus membuktikan dirimu."
Kagi mengangguk mantap, "Saya tahu. Saya akan berusaha keras."
Namun, tak lama setelah percakapan itu, seorang pengurus sekte mendekati Kagi dengan wajah serius. "Kamu di sini untuk mendaftar, kan? Ikuti aku."
Kagi mengikuti pengurus itu, berharap untuk segera memulai pelatihannya. Tetapi yang terjadi berikutnya sangat mengejutkan. Pengurus sekte itu berhenti di depan sebuah pintu besar yang lebih kecil daripada yang ada di cabang utama.
"Kamu tidak diterima di Cabang Utama. Kamu akan ditempatkan di cabang pengasingan," kata pengurus sekte tanpa ekspresi. "Di sana, kamu akan belajar untuk bertahan hidup. Tidak ada yang bisa kamu lakukan selain berlatih keras di sana."
Kagi terdiam sejenak. "Pengasingan?" Ia tak bisa menyembunyikan rasa kecewa di wajahnya, meski hatinya masih penuh dengan tekad. "Tapi saya ingin menjadi lebih kuat—saya—"
"Jika kamu ingin menjadi kuat, terima kenyataan ini!" kata pengurus itu, seraya mengarahkan Kagi menuju pintu yang lebih kecil, di mana petarung-petarung yang lebih lemah terlihat berlatih tanpa semangat.
Kagi menatap tempat itu dengan hati yang berat. Namun, setelah beberapa detik, ia tersenyum tipis. "Ini bukan akhir. Ini baru permulaan. Aku akan buktikan bahwa aku bisa lebih dari ini."
Dengan langkah penuh tekad, Kagi memasuki Cabang Pengasingan. Para petarung di sana tampak lesu, tidak ada semangat yang terpancar dari mereka. Mereka berlatih, tetapi tidak ada gairah. Kagi tahu, dia harus berbeda. Sekarang, lebih dari sebelumnya, ia harus berlatih lebih keras dari siapa pun.
"Jika aku ingin menjadi yang terkuat, aku harus berjuang lebih keras. Tidak ada jalan pintas," bisik Kagi, matanya yang penuh semangat menatap ke depan.
Tamat Bab 1