Siksa Manusia Sirik – Bagian 8
Malam itu, rumah Rahayu terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada suara jangkrik yang bersahut-sahutan dari luar jendela. Cahaya lilin bergetar pelan, menerangi ruang tengah yang kini dipenuhi suasana duka.
Mayat Bu Wiryo terbaring di tengah ruangan, ditutupi kain putih.
Rahayu duduk di sampingnya, kedua tangannya memeluk lutut. Matanya sembab, tubuhnya masih gemetar setelah kejadian mengerikan di rumah sakit tadi.
Kenapa ibu harus pergi seperti ini?
Ia merapikan lilin yang mulai miring, meniup perlahan agar apinya tetap stabil. Setiap detik terasa begitu lambat. Sinta dan Gunawan sudah tertidur di kamar sebelah, tapi Rahayu memilih tetap berjaga.
"Ibu…" bisiknya pelan, matanya menatap tubuh ibunya yang terbaring diam.
Tiba-tiba, suara berderak terdengar dari sudut ruangan.
Klek… Klek…
Rahayu menoleh cepat. Tak ada apa-apa. Hanya bayangan yang menari di dinding akibat cahaya lilin.
Ia menghela napas, mencoba menenangkan diri. Tapi beberapa detik kemudian, suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih dekat.
Klek… Klek… Klek…
Jantungnya mulai berdetak kencang.
Angin berhembus dari jendela yang sedikit terbuka, membuat kain penutup jenazah ibunya bergerak pelan.
Lalu sesuatu terjadi…
Kain itu tiba-tiba BERGERAK sendiri.
Rahayu membelalakkan mata, tubuhnya membeku di tempat. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tercekat di tenggorokan.
Klek…
Pelan-pelan, sepasang tangan pucat keluar dari bawah kain kafan.