Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

ANEH !

🇮🇩Main_8754
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Ketika Semuanya 'Start'

Aneh !

***

Pagi itu, Ah terbangun karena suara keras dari luar jendela kamarnya. Bukan suara petir atau hujan badai, melainkan suara seperti sesuatu yang jatuh—berdebam keras. Ia bergegas membuka tirai, tapi hanya menemukan seekor burung yang menabrak kaca jendela. Burung itu terbaring lemas beberapa saat sebelum akhirnya terbang lagi.

"Mengapa burung itu menabrak jendela?" gumam Ah bingung sambil mengucek-ucek matanya. "Mengapa ya?"

Setelah sarapan pagi yang sederhana—nasi goreng racikan Bubu yang dibawa pulang semalam—Ah kemudian membuka laptopnya untuk melihat-lihat hasil pekerjaannya kemarin. Sebagai jurnalis foto dan video lepas, ia sering mendokumentasikan kejadian sehari-hari di kota metropolitan tempat ia tinggal. Namun, pagi itu, ada sesuatu yang aneh di salah satu rekamannya.

Di dalam salah satu fotonya, yang ia ambil di sebuah pasar tradisional, ada bayangan samar berbentuk manusia meskipun tidak ada siapa pun di sana saat ia memotret. Awalnya, Ah berpikir itu mungkin kesalahan teknis kameranya atau refleksi cahaya. Tapi ketika ia memperbesar gambar itu, ia menyadari bahwa bayangan itu memiliki detail yang sangat jelas—terlalu jelas untuk sekadar efek cahaya.

"Ini aneh sekali," gumamnya pelan. "Bayangan tanpa tubuh? Apakah ini semacam ilusi optik?"

Belum sempat ia memikirkannya lebih lanjut, telepon genggamnya berdering. Panggilan masuk dari Bubu.

"Ah, kamu sudah sarapan? Ada sesuatu yang harus kamu lihat," kata Bubu dengan nada serius.

"Ada apa, Bu? Kenapa nadanya terdengar seperti sedang menyembunyikan rahasia besar?" tanya Ah, penasaran.

"Bukan rahasia besar, Nak. Hanya... sesuatu yang mungkin bisa menjelaskan semua keanehan yang kamu alami belakangan ini."

Ah menghela napas. "Keanehan? Bu, aku bahkan belum sempat bercerita tentang apa pun kepada Ibu."

"Tapi aku tahu, Nak. Ibu selalu tahu."

***

Sesampainya di rumah Bubu, Ah disambut dengan senyum misterius ibunya. Di meja tamu, tergeletak sebuah kain tua yang tampak rapuh dan penuh dengan simbol-simbol aneh.

"Ini milik ayahmu," kata Bubu. "Dia bilang, jika kau melihat ini, maka waktunya telah tiba."

"Waktu untuk apa? Untuk menyelesaikan teka-teki ini ?Bahkan aku tidak tahu apanya?" tanya Ah, matanya masih tertuju pada kain itu.

Bubu tersenyum misterius. "Itu tugasmu untuk mencari tahu. Tapi ingat, anakku, setiap langkah yang kamu ambil haruslah demi kebaikan. Jangan biarkan rasa takut menghalangi niat baikmu."

Ah mengambil kain itu dan mulai memeriksanya. Saat itulah ia merasakan getaran aneh di tangannya, seolah-olah kain tersebut hidup. Setelah diperhatikan lebih dekat, ia menyadari bahwa simbol-simbol di kain itu adalah pola geometris yang sangat presisi—terlalu presisi untuk dibuat oleh tangan manusia.

"Bu, apakah Ayah pernah menjelaskan lebih detail tentang kain ini?" tanya Ah, matanya masih tertuju pada kain itu.

Bubu menggeleng pelan. "Tidak pernah. Dia hanya bilang bahwa kain ini adalah petunjuk. Hanya orang yang pantas yang bisa memahaminya."

Ah tersenyum tipis. "Orang yang pantas? Aku bahkan tidak tahu apakah aku layak untuk hal seperti ini."

Bubu menepuk bahu Ah dengan lembut. "Jangan merendahkan dirimu sendiri, Nak. Kadang-kadang, kebaikan kecil yang kita lakukan bisa menjadi pintu menuju hal-hal besar."

***

Sebelum meninggalkan rumah Bubu, Ah melihat seorang anak kecil bermain sendirian di halaman depan. Anak itu tampak sedih karena mainannya rusak. Tanpa berpikir panjang, Ah mendekati anak itu.

"Hei, ada masalah, dik?" tanya Ah, berjongkok agar sejajar dengan anak itu.

"Mainannya rusak," jawab anak itu dengan mata berkaca-kaca.

Ah mengambil mainan itu dan memeriksanya. "Hmm... sepertinya aku bisa memperbaikinya. Kamu mau menunggu sebentar?"

Anak itu mengangguk pelan. Dengan alat-alat sederhana yang ia bawa di tas kameranya, Ah berhasil memperbaiki mainan tersebut. Senyum anak itu langsung merekah.

"Terima kasih, Om!" katanya riang.

Namun, saat Ah berbalik, ia melihat bayangan aneh di dinding—bayangan yang tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya. Ia berhenti sejenak, memandang bayangan itu dengan heran.

"Apakah ini juga bagian dari keanehan hari ini?" gumamnya pelan.

***

Malam harinya, Ah memutuskan untuk bertanya kepada Cici, teman masa kecilnya yang seorang ilmuwan, tentang kain misterius itu. Ia mengirim pesan singkat:

Ah: "Ci, aku butuh bantuanmu. Ada sesuatu yang aneh."

Beberapa detik kemudian, balasan datang.

Cici: "Aneh? Bukankah hidupmu selalu dipenuhi hal-hal aneh? Apa lagi sekarang?"

Ah: "Ini serius,Ci. Ada kain tua dengan simbol-simbol geometris yang sangat presisi. Aku merasa ada sesuatu yang istimewa tentang benda ini."

Cici: "Oke, oke. Datang saja ke lab besok pagi. Aku akan coba lihat-lihat nanti. Tapi ingat, aku tidak janji bisa menjelaskan semuanya."*

Ah tersenyum membaca balasan itu. Cici memang selalu skeptis, tapi ia juga selalu siap membantu.

***

Ketika Ah kembali ke apartemennya, ia memutuskan untuk menulis di blognya tentang keanehan yang ia alami hari itu. Judulnya: "Keanehan Pertama: Bayangan yang Tidak Ada." Tapi sebelum ia selesai mengetik, telepon genggamnya berdering lagi. Kali ini, panggilan masuk dari Pak Entrik, tetangganya yang eksentrik.

"Pak Entrik?" tanya Ah, heran.

"Ah, aku tahu kamu sedang bingung. Tapi aku punya sesuatu untukmu," kata Pak Entrik dengan nada penuh misteri.

"Apa itu?" tanya Ah, penasaran.

"Datanglah ke rumah malam ini. Jam sepuluh tepat. Jangan terlambat."

Ah menghela napas. "Baiklah, Pak. Aku akan datang."

***

Jam sepuluh malam, Ah tiba di rumah Pak Entrik. Di ruang tamu, ia menemukan Pak Entrik duduk di kursi goyang dengan segelas kopi itam di tangannya.

"Kamu tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya Pak Entrik, matanya berkilat-kilat.

"Tidak. Kenapa?" tanya Ah.

Pak Entrik tersenyum. "Karena aku tahu kamu sedang mencari jawaban. Dan aku punya sesuatu yang mungkin bisa membantu."

Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari bawah mejanya. Di dalam kotak itu, ada sebuah kunci tua yang terlihat sangat antik.

"Inilah kuncinya," kata Pak Entrik. "Kuncinya untuk membuka pintu yang belum pernah kamu lihat sebelumnya."

Ah menatap kunci itu dengan bingung. "Pintu apa?"

Pak Entrik tertawa renyah. "Itu tugasmu untuk menemukannya. Tapi ingat, jangan paksa apa pun. Biarkan semuanya mengalir seperti air."

***

Ah pulang ke apartemennya dengan pikiran penuh tanda tanya. Ia meletakkan kain misterius, kunci tua, dan foto bayangan aneh itu di atas meja. Lalu ia duduk di kursi, memandangi semua barang-barang itu dengan tatapan kosong.

"Apa yang sedang terjadi?" gumamnya pelan.

Tiba-tiba, lampu di kamarnya berkedip-kedip sebelum akhirnya padam total. Dalam kegelapan, Ah merasakan getaran aneh di tubuhnya. Suara-suara samar terdengar di kepalanya, seperti bisikan dari tempat yang jauh.

"Selamat datang," kata suara itu, sebelum semuanya kembali sunyi.

***

"ANEH!"