Yuki berdiri di tengah-tengah lingkaran siswa yang mengelilinginya. Pandangannya beralih ke kiri dan kanan, mencari celah untuk kabur. Namun, tidak ada jalan keluar.
Di depannya, Yuya Kato, siswa bertubuh besar dari kelas 1F, menatapnya seperti harimau lapar yang siap menerkam mangsanya.
"Sial… Harusnya gue menolak pertarungan ini dari awal," pikir Yuki.
Namun, sebelum dia bisa berpikir lebih jauh,
BLAKK!
Pukulan keras mendarat tepat di wajahnya.
Tubuh Yuki terpental ke belakang dan jatuh keras ke lantai rooftop. Rasa sakit menjalar ke seluruh rahangnya, membuat kepalanya berputar.
"Oi, Nana! Kalau dia kalah, itu artinya kita kalah, kan?" ujar Keisuke sambil melirik Nana yang masih berdiri tenang. "Jangan bilang lu sengaja memilih Yuki buat pertarungan pembuka biar bisa menghindari pertarungan sama Yui?"
Nana menoleh perlahan ke arah Keisuke, tatapannya tajam dan menusuk.
Melihat itu, Naoki langsung menepuk kepala Keisuke. "Diam, bodoh."
Namun, keduanya langsung membelalakkan matanya, ketika melihat Yuki mulai bangkit kembali.
Yuya, yang sudah yakin bahwa pukulan pertamanya adalah akhir dari pertarungan ini, mendadak terdiam.
Yuki berdiri dengan goyah, darah mengalir dari sudut bibirnya. Tapi dia tetap tegak, meskipun tubuhnya sedikit gemetar.
Yuya menggeram. Dengan penuh amarah, dia kembali maju dan melayangkan pukulan ke perut Yuki.
DUAGH!
Yuki terhuyung ke depan, tubuhnya melengkung kesakitan. Namun, belum sempat dia menarik napas, tinju Yuya berikutnya menghantam wajahnya, membuatnya terlempar ke belakang.
BUGH!
Yuki terbaring di lantai dengan pandangan buram.
"Hah! Mampus lu, brengsek!" Yuya tertawa penuh kemenangan.
Tapi di tengah rasa sakit yang menjalar, Yuki mengingat sesuatu.
"Gue tidak boleh mengecewakan Nana… Dia sudah memilihk gue. Kalau gue kalah di sini, kelas 1C juga kalah."
Dengan sisa tenaga, Yuki menekan kedua tangannya ke lantai dan berusaha bangkit lagi.
Semua orang yang menyaksikan langsung membelalakkan mata.
Bahkan Yui Nakahara, yang awalnya terlihat santai, kini menatapnya dengan ekspresi serius.
"Yuya Kato sudah memukulnya dua kali, tapi kenapa dia masih bisa berdiri?" pikir Yui dalam hati.
"Oi, si bodoh itu nggak punya rasa sakit atau gimana?" gumam Naoki, tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Yuya mengepalkan tangannya erat-erat, wajahnya merah padam karena amarah.
"DASAR NYAMUK, MATI LU!"
Dia berlari ke arah Yuki, tinjunya siap menghancurkan wajah lawannya.
Tapi kali ini, Yuki sudah siap.
Dia memperhatikan gerakan Yuya dengan saksama, mencoba membaca pola serangannya.
Saat tinju Yuya melayang ke arahnya,
SRET!
Yuki menghindar ke samping dengan cepat.
BRAK!
Yuya kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke lantai.
Sorakan bergemuruh di antara siswa kelas 1B dan 1C yang menonton pertarungan itu.
"Bagus, Yuki!" teriak Keisuke, kini benar-benar menikmati pertarungan.
Yuya bangkit lagi, kali ini lebih marah. Dia langsung berlari cepat, kepalan tangannya siap menghajar Yuki dengan kekuatan penuh.
"Dia terlalu cepat!" pikir Yuki.
Namun, dalam sepersekian detik, Yuki melihat celah.
Saat Yuya hampir sampai, Yuki melangkah ke samping dan mengayunkan lengan kirinya.
DUAKK!
Tinju Yuki tepat menghantam leher Yuya.
Yuya tersentak, matanya melebar. Dengan kecepatan seperti itu, tanpa perlu pukulan penuh tenaga pun, serangan itu cukup membuatnya jatuh dan kehilangan keseimbangan.
BRUK!
Yuya jatuh terduduk, tangannya mencengkeram lehernya sendiri. Nafasnya tersengal-sengal, wajahnya merah padam karena sesak.
Sementara itu, Yuki juga terjatuh ke lututnya, namun dengan sisa tenaganya, ia bangkit dan berdiri.
Suasana rooftop terdiam sejenak.
Lalu seluruh siswa menghitung mundur.
"3… 2… 1…!" Yuya masih tidak bangkit.
Siswa kelas 1B dan 1C langsung bersorak riuh!
"HIDUP YUKI!!!"
Naoki, Keisuke, dan beberapa siswa lainnya langsung berlari ke arahnya, menopang tubuh Yuki yang kelelahan, dan melemparkannya ke udara.
"Hahahaha! Menang! Kita menang!" seru Keisuke.
Yuki hanya bisa tertawa kecil, meskipun tubuhnya terasa sakit di mana-mana.
Tapi kebahagiaan itu hanya berlangsung sebentar.
Nana tiba-tiba mengangkat tangannya.
Suasana langsung hening.
Nana menatap Yui dengan datar. "Sudah ada pemenangnya, kan?" katanya santai.
Yui mendecak kecewa. Dengan tatapan dingin, dia melihat ke arah Yuya yang masih kesakitan di lantai.
Tanpa mengatakan apa-apa, Yui berbalik. "Kita pergi."
Siswa kelas 1F langsung membubarkan diri setelah mendengar perintah pemimpinnya.
Dengan kemenangan Yuki, pertarungan di rooftop ini selesai. Jika Yuki kalah atau pertarungannya berakhir seri, Nana dan Yui harus bertarung. Tapi sekarang, Nana tidak perlu turun tangan.
Setelah itu, kelas 1B dan 1C juga mulai membubarkan diri, mengikuti Nana dan Yuna yang melangkah meninggalkan rooftop.
Sementara itu, Keisuke dan Naoki memapah Yuki yang masih kelelahan.
"Hahaha! Kau hebat, Yuki!" kata Keisuke sambil menepuk bahunya.
Mereka bertiga keluar dari sekolah, lalu mampir di vending machine di pinggir jalan. Naoki membeli tiga kaleng minuman dingin dan menyerahkannya kepada mereka.
"Terima kasih, Naoki," kata Yuki sambil meneguk minumannya.
Naoki menatap Yuki dengan senyum kecil. "Sebaliknya, kami yang harus berterima kasih sama lu. Kalau tadi lu kalah, itu artinya kelas 1C kalah."
Yuki terdiam.
"Dia berpikir, bukankah pertarungan inti seharusnya antara Nana dan Yui kan?"
"Kalau pertarungan lu tadi berakhir seri, maka Nana harus bertarung melawan Yui," jelas Keisuke.
Yuki menghela napas panjang.
Tpu, dia masih belum mengerti kenapa Nana memilihnya untuk pertarungan pembuka.
Sambil duduk bersama Keisuke dan Naoki di bawah cahaya senja, untuk pertama kalinya sejak masuk sekolah ini, Yuki merasa benar-benar diterima.
**
Malam mulai larut. Lampu jalan di sepanjang trotoar mulai menyala, menerangi kota dengan cahaya keemasan yang redup.
Di pinggir jalan, Yuki, Keisuke, dan Naoki masih duduk santai setelah minum dari vending machine. Meski tubuhnya masih terasa sakit setelah pertarungan dengan Yuya, Yuki mulai merasa nyaman berada di sekitar mereka.
"Oi, lu tinggal di mana?" tanya Keisuke, sambil meregangkan tubuhnya yang terasa lelah.
Yuki berpikir sejenak, lalu meneguk minumannya sebelum menjawab, "Kontrakan gue tidak jauh dari sini. Mau ikut?"
Keisuke dan Naoki saling pandang sebentar sebelum akhirnya berdiri.
"Ya udah, sekalian lihat tempat tinggal anak baru," kata Naoki, setengah bercanda.
Tanpa banyak bicara, mereka bertiga mulai berjalan menuju kontrakan Yuki.
---
Kontrakan itu ternyata sebuah bangunan dua lantai, sederhana namun cukup nyaman. Di setiap lantai terdapat empat kamar kontrakan, dan Yuki tinggal di lantai dua, kamar paling ujung.
Yuki membuka pintu dan mengajak mereka masuk. Interiornya tidak mewah, hanya ada sebuah kasur single, meja belajar kecil dengan beberapa buku berserakan di atasnya, serta lemari pakaian yang agak usang.
Di luar kamar, ada balkon kecil. Mereka bertiga memilih duduk di sana.
Yuki dan Naoki duduk di lantai, sementara Keisuke nangkring santai di pagar balkon, kakinya bergoyang-goyang di udara.
Angin malam yang sejuk berhembus pelan.
Keisuke menatap Yuki dengan penasaran, lalu bertanya, "Kenapa lu pindah ke SMA Kageyama?"
Yuki menyandarkan punggungnya ke tembok, menatap langit sejenak sebelum menjawab.
"Kakek gue yang mendaftarkan ke sana."
Naoki melirik Yuki. "Tadinya lu sekolah di mana?"
"SMA Hakai, di Hokkaido."
"Hakai, huh? Sekolah yang keras juga," gumam Keisuke. "Kenapa pindah?"
Yuki mengangkat bahu. "Gue ingin pindah ke Tokyo. Jadi kakek gue yang mencarikan sekolah, dan akhirnya gue masuk SMA Kageyama."
Naoki tertawa kecil. "Sial, kalau gitu kakek lu beneran nyuruh lu masuk neraka."
Keisuke ikut tertawa. "Memangnya gimana menurut lu sekolah kita?"
Tanpa ragu, Yuki menjawab, "Sangat buruk."
Naoki langsung mendorong kepala Yuki dengan pelan. "Kalau gitu, pindah sana ke sekolah lain," ucapnya bercanda.
Yuki hanya tersenyum kecil, lalu berkata, "Tidak, sepertinya Nana menarik."
Keisuke dan Naoki langsung menoleh tajam ke arahnya.
Keisuke melipat tangan di dada dan mendengus, "Jangan cari mati."
Yuki mengernyit. "Memangnya kenapa?"
Naoki menghela napas panjang, lalu menepuk bahu Yuki. "Percaya deh, sebaiknya buang jauh-jauh niat itu. Nana berbahaya bro"
Bukannya membuatnya takut, kata-kata mereka justru membuat Yuki semakin penasaran.
---
Di tempat lain, di sebuah kontrakan yang tidak jauh dari sana…
Nana Aoi dan Hikari Yuna duduk berdua di kamar Nana. Mereka tinggal di kontrakan yang bersebelahan, sehingga sering menghabiskan waktu bersama setelah sekolah.
Yuna menyandarkan kepalanya ke dinding sambil memainkan rambut panjangnya. "Gue pikir tadi lu memilih Yuki untuk melawan Yuya karena ingin mengalah karena tidak mau bertarung sama Yui," katanya dengan nada santai.
Nana, yang duduk di kasur sambil melipat tangan, hanya mendengus kecil. "Mana mungkin gue membiarkan harga diri kelas 1C diinjak-injak anak kelas 1F."
Yuna tersenyum tipis. "Tapi jujur, gue nggak nyangka Yuki bisa menang. Awalnya gue pikir lu hanya ingin memperpanjang waktu."
Nana mengangguk pelan. "Gue memang tidak berharap dia menang," katanya jujur. "Gue hanya butuh dia bertahan sampai waktu habis. Jika pertarungan mereka draw, maka gue lah yang akan mengalahkan Yui."
Yuna mengangkat alis, sedikit penasaran. "Tapi bagaimana lu bisa yakin kalau Yuki bisa bertahan selama itu?"
Nana menatapnya sekilas, lalu berkata santai, "Bukannya lu melihat sendiri tadi pagi?"
Yuna terdiam sejenak, mengingat kejadian yang dimaksud.
"Saat Kazuya membully-nya, anak baru itu sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Bahkan setelah dipukul berkali-kali, dia tetap berdiri dan tidak mundur."
Nana menatap Yuna dengan ekspresi tenang. "Lalu di kantin, saat Keisuke dan teman-temannya menghajarnya, dia masih bisa duduk dengan tenang tanpa menunjukkan tanda-tanda menyerah."
Yuna mulai mengingat kembali momen-momen itu. Memang benar, meskipun Yuki kalah dalam banyak hal, dia tidak pernah benar-benar jatuh.
Yuna akhirnya tersenyum. "Lu memang hebat. Bisa menganalisa seseorang dengan detail hanya dari kejadian sekilas."
Nana tersenyum tipis, lalu berkata dengan suara lembut, "Suatu saat, gue ingin melihat pertarungan lu dengannya."
Yuna tertawa kecil dan meregangkan tubuhnya. "Jangan meremehkan gue," katanya santai.
Nana hanya menatap Yuna dengan ekspresi datar, namun ada sedikit ketertarikan di matanya.
Malam semakin larut. Angin berhembus pelan melalui jendela kamar Nana, membawa ketenangan setelah hari yang penuh ketegangan.
Namun dalam hati masing-masing, baik Yuki maupun Nana sudah mulai saling memperhatikan satu sama lain.