Chereads / VELMORA : Perang Dibalik Bayangan / Chapter 2 - Bab 2: Pertemuan yang Tak Diinginkan

Chapter 2 - Bab 2: Pertemuan yang Tak Diinginkan

Helena memandangi gedung megah yang menjulang di hadapannya. Velmora University bukan sekadar Universitas biasa; tempat ini adalah benteng dari para elit muda yang memiliki kekuasaan, uang, dan—yang lebih mengerikan—rahasia gelap. Dari luar, gedung itu terlihat mewah, dengan pemandangan yang mengesankan, tetapi di dalamnya tersembunyi dunia yang jauh lebih berbahaya dari yang dapat dibayangkan. Dunia yang selama ini disembunyikan David dan Adrian darinya.

Helena merasakan ketegangan di dadanya, sebuah perasaan yang muncul begitu kuat begitu kakinya melangkah memasuki lingkungan kampus ini. Dia bisa merasakan kehadirannya disambut oleh tatapan mata yang tajam, bisikan-bisikan yang tak terhindarkan, dan anggapan-anggapan yang bahkan mungkin jauh lebih gelap dari yang dia ketahui. Semua orang tahu siapa dia—adik dari David Morgan yang baru saja terbunuh dalam kejadian yang masih menyisakan banyak tanya.

Adrian, yang seharusnya melindunginya, kini memaksanya untuk melangkah ke dunia ini. Sebelum kematian David, Adrian sempat menegaskan bahwa ini adalah keinginan terakhir kakaknya—bahwa Helena harus menyelesaikan pendidikan dan memasuki dunia yang selama ini hanya diketahui oleh David dan Adrian. Dunia yang penuh bahaya, penuh dengan orang-orang yang siap melakukan apa saja demi kekuasaan mereka.

"Jangan khawatir," kata Adrian dengan suara yang tegas, meskipun di matanya terlihat kecemasan. "Kau harus bertahan, Helena. Ini adalah tempat yang sulit, tetapi kau harus tetap ada di sini. Itu yang diinginkan David."

Helena, meski dengan perasaan yang penuh ketidakpastian, tahu bahwa dia tidak bisa mundur. Dia harus masuk, menyelidiki apa yang terjadi pada David, dan menemukan jawabannya. Jika ini adalah cara terbaik untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas kematian kakaknya, maka ini adalah jalan yang harus ditempuh.

Namun, Velmora University bukanlah tempat yang mudah untuk dimasuki, apalagi jika kamu adalah orang yang baru datang dari dunia yang sama sekali berbeda. Sekolah ini dipenuhi oleh anak-anak mafia muda, anak pejabat korup, dan mereka yang memiliki koneksi ke dunia bawah tanah. Di sini, gengsi dan pamer kekayaan adalah hal yang biasa, tetapi di balik itu semua, ada ancaman yang mengintai, tersembunyi di setiap sudut, menunggu saat yang tepat untuk meluncur ke permukaan.

Di tengah hiruk-pikuk mahasiswa yang berlalu lalang, Helena merasa seperti ada yang mengawasinya. Semua mata tertuju padanya begitu dia melangkah masuk ke ruang kelas. Ada ketegangan di udara, sesuatu yang membuatnya merinding. Mereka semua tahu siapa dia, siapa David Morgan. Mereka semua tahu betapa besar kekuatan yang dimiliki kakaknya, dan sekarang dia, Helena, harus menghadapinya seorang diri.

Tidak lama setelah Helena duduk di bangkunya, suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Seorang pemuda dengan penampilan rapi, tinggi, dan tenang melangkah masuk ke dalam kelas. Kevin Xavier. Dia adalah salah satu nama besar di Velmora, dikenal sebagai pemimpin dari salah satu geng mafia muda yang cukup kuat di Universitas ini.

Di luar, dia terlihat seperti sosok yang tidak terlalu menonjol, namun di balik senyumnya yang dingin dan sikapnya yang penuh perhitungan, banyak orang yang mengenalnya sebagai seseorang yang sangat berbahaya.

Kevin mengamati Helena dengan tatapan tajam saat dia melangkah ke depan, seolah memandang seorang musuh yang baru muncul di arena. Senyum tipis muncul di wajahnya, namun tidak ada kehangatan di sana—hanya kekosongan dan ketajaman yang menakutkan.

"Jadi, adik David Morgan akhirnya masuk juga," ucap Kevin dengan nada sarkastik yang tajam, seolah sedang mengukur sejauh mana Helena bisa bertahan. "Betapa menyenankan, bukan? Hidup dalam bayang-bayang kakak yang besar itu."

Helena tidak terkejut. Dia sudah menduga bahwa Kevin akan mengujinya, mencoba menggali lebih dalam untuk melihat seberapa kuat dirinya. Tetapi dia tidak akan menunjukkan rasa takutnya. Tidak di hadapan orang-orang ini. Tidak setelah apa yang telah terjadi pada David.

"Jika kau mengharapkan aku untuk takut pada bayangan David," jawab Helena, suaranya tenang namun tegas, "maka kau akan kecewa."

Senyum Kevin mengembang, tetapi tetap dingin. Dia mengamati Helena dengan penuh perhatian, seolah sedang mencari tahu sesuatu. "Menarik," gumamnya pelan. "Aku rasa kita akan tahu lebih banyak tentangmu dalam waktu dekat."

Helena menatapnya tanpa ragu. Dia tahu bahwa ini baru permulaan, bahwa dia harus lebih berhati-hati dalam menghadapi permainan berbahaya yang baru saja dimulai. Dia tidak tahu mengapa Kevin begitu tertarik padanya, tetapi dia tidak akan membiarkan dirinya jatuh ke dalam jebakan yang mungkin sedang dipersiapkan untuknya.

Setelah pertemuan itu, Helena berjalan menuju lorong kampus, mencoba menjauh dari keramaian. Namun, meskipun dia berusaha untuk tetap tenang, dia tahu bahwa dia tidak akan bisa bersembunyi dari dunia ini selamanya. Di setiap sudut, di setiap pintu yang terbuka, ada mata yang mengawasinya. Bahkan ketika dia mencoba untuk berjalan sendiri, dia bisa merasakan keberadaan orang-orang yang mengikutinya.

Dia melangkah ke sebuah ruang yang lebih sepi, tempat di mana dia bisa berpikir jernih tanpa gangguan. Namun, tiba-tiba, sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Berhati-hatilah, Helena."

Helena menoleh dan melihat seorang pria yang lebih tua berdiri di ujung lorong. Itu adalah Daniel, salah satu orang yang sering terlihat bersama Kevin. Dia adalah anak buah Kevin, tetapi meskipun dia terlihat tenang dan dingin, Helena tahu bahwa dia bukan seseorang yang bisa dianggap remeh.

"Kau tidak bisa bermain-main di tempat ini," lanjut Daniel, suara rendah dan penuh peringatan. "Kevin mungkin melihatmu sebagai tantangan, tapi ingat, tempat ini penuh dengan mereka yang tidak akan ragu untuk menghancurkanmu."

Helena menatapnya, mencoba memahami apa yang dia maksud. "Aku tahu dunia ini lebih berbahaya daripada yang orang katakan," jawabnya dengan suara yang tegas, "tapi aku di sini untuk alasan yang lebih besar."

Daniel mengangguk sedikit, seolah menghormati jawabannya, namun tetap menyarankan, "Hati-hati. Jangan biarkan dirimu terjebak dalam permainan yang tidak bisa kau kendalikan."

Setelah peringatan itu, Daniel menghilang ke dalam bayang-bayang lorong. Helena berdiri sejenak, berpikir tentang kata-katanya. Dunia ini bukan tempat yang bisa dia kontrol. Tetapi dia tidak punya pilihan selain melangkah lebih jauh, mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kematian David dan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.

Saat itulah, dia merasakan sebuah tatapan yang mengarah padanya. Kevin Xavier berdiri di ujung lorong, matanya penuh perhitungan. Dia tahu bahwa pertemuan ini belum berakhir. Dalam hati, dia bertekad untuk terus memata-matai Helena, menyelidiki lebih dalam, dan melihat sejauh mana gadis ini bisa bertahan.

"Menarik," pikir Kevin dalam hati, "Mari kita lihat apa yang kau lakukan selanjutnya, nona Morgan."

Helena merasa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mengintainya, dan dia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Dia tidak akan mundur. Bahkan jika itu berarti harus menghadapi Kevin Xavier dan segala permainan gelap yang menyertai namanya.

Hari pertama Helena kembali ke Velmora University berakhir dengan perasaan campur aduk. Saat dia meninggalkan kampus, langkahnya terasa lebih berat daripada sebelumnya. Meski dia berusaha tetap teguh, hatinya dipenuhi dengan pertanyaan yang semakin berkembang.

Di luar sana, dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan permainan mafia mulai terasa lebih dekat daripada yang dia kira. Semua itu menanti untuk dijelajahi, dan Helena tahu bahwa dia tidak bisa mundur.

Namun, sebelum dia sempat melangkah keluar gerbang, suara seseorang menyapanya "Kamu terlihat cukup serius untuk seseorang yang baru pertama kali datang ke sini," kata Daniel, sambil melangkah mendekat. Matanya menyiratkan rasa penasaran yang mendalam.

Helena menoleh, sedikit terkejut, namun segera mengatur wajahnya agar tetap datar. Daniel adalah anak buah Kevin yang setia, selalu berada di sisi pemimpin geng itu. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Helena dengan nada tidak ramah.

Daniel tersenyum tipis, senyuman yang lebih menunjukkan rasa ingin tahu daripada kehangatan. "Aku hanya penasaran. Kamu terlihat berbeda dari yang lain. Kebanyakan orang di sini cuma peduli soal kekuasaan dan uang, tapi kamu... kamu terlihat seperti punya tujuan lebih dari sekadar bertahan hidup."

Helena tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangkat bahu dan melangkah maju.

"Aku tidak tertarik dengan percakapan kosong," jawabnya dingin. Namun, Daniel tetap mengikuti langkahnya, seolah ada sesuatu yang ingin dia pelajari lebih jauh tentang gadis ini.

"Jangan khawatir, aku bukan orang yang suka mengganggu. Tapi, kamu tahu, orang-orang seperti kita tidak bisa bertahan lama di sini tanpa mengetahui siapa yang ada di balik setiap senyum," ujar Daniel sambil menatapnya intens.

Helena berhenti sejenak, memutar tubuhnya perlahan. "Jangan terlalu banyak mengira. Kamu lebih baik berhati-hati dengan siapa yang kamu pilih untuk diajak berbicara," katanya tajam, sebelum melanjutkan langkahnya.

Daniel hanya tersenyum kecil. "Kamu akan segera paham sendiri, Nona Morgan," gumamnya, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Begitu Helena melangkah keluar dari Kampus, keheningan malam yang dingin menyapa. Di kejauhan, lampu-lampu kota Velmora berkilauan, tetapi dia tahu bahwa malam ini bukan hanya tentang cahaya. Ada bayangan yang selalu mengintai, siap untuk menerkam siapa saja yang tersesat di dalamnya.

Di kelas keesokan harinya, Helena merasa semakin terperangkap dalam permainan yang tak dia inginkan. Kevin, yang semalam sempat memperhatikannya, kembali muncul di hadapannya. Kali ini, dia duduk di kursi yang berada tepat di samping Helena. Bau cologne mahal yang dia kenakan menguar kuat, menciptakan atmosfer yang hampir tidak bisa diabaikan.

Helena menoleh dengan raut wajah yang keras. "Apa yang kamu inginkan kali ini?" tanyanya, masih dengan ketegangan yang sama.

Kevin meliriknya dengan senyum tipis yang menggoda, tetapi ada ketegasan di matanya yang tak terbantahkan. "Aku hanya ingin memastikan kamu merasa nyaman di sini, Nona Morgan. Seperti yang kamu tahu, tempat ini bisa menjadi sangat berbahaya untuk seseorang yang tidak tahu harus bagaimana bergaul."

Helena membalas dengan tatapan tajam. "Aku tidak butuh bantuanmu untuk bertahan hidup, Xavier. Aku di sini bukan untuk mencari teman, tapi untuk mencari kebenaran."

Kevin terkekeh kecil, suaranya rendah dan dalam. "Oh, aku tahu, kamu pasti punya agenda sendiri. Tapi hati-hati, dunia ini penuh jebakan, dan kadang-kadang, orang-orang yang kita percayai malah bisa menjadi musuh yang paling berbahaya."

Helena menggigit bibir bawahnya, menahan diri untuk tidak merespons lebih jauh. Dia tahu Kevin sedang mencoba memancing reaksinya, tetapi dia tidak akan terperangkap dalam permainan itu. "Aku sudah mendengar cukup banyak dari orang seperti kamu. Jangan khawatir, aku tahu bagaimana cara melindungi diri."

Saat itu, sebuah gangguan datang dari luar jendela kelas. Suara berisik dari luar menyusup ke dalam, menarik perhatian semua orang di dalam ruangan. Beberapa mahasiswa berbisik-bisik, tampaknya sedang mengamati sesuatu yang terjadi di luar sana. Kevin berbalik, melihat ke luar, lalu menoleh lagi pada Helena "Akan ada lebih banyak dari itu, Nona Morgan. Ketahuilah, kalau kamu tetap berada di sini, tidak ada yang bisa melindungimu."

Helena tidak menjawab. Dia hanya duduk tegak di kursinya, mengamati gerak-gerik Kevin. Ada lebih banyak rahasia di balik senyum dinginnya itu—dan Helena tahu, ia harus mencari tahu apa yang tersembunyi. Dengan sedikit keberanian, dia memutuskan untuk berbicara lebih lanjut.

"Apa yang kamu ketahui tentang kematian David?" tanyanya, suara rendah namun penuh intensitas.

Kevin mengangkat alisnya, sedikit terkejut. Tetapi dia tidak menunjukkan reaksi berlebihan. "Kematian David adalah hal yang sangat rumit, Helena," jawabnya pelan. "Ada banyak hal yang orang-orang tidak tahu. Dan aku rasa, itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu ungkap dengan mudah. Bahkan jika kamu mencari jawabannya, mungkin akan lebih baik jika kamu berhenti sekarang."

Helena menatap Kevin dengan tatapan menantang. "Aku tidak akan berhenti sampai aku menemukan kebenaran."

Kevin menarik napas panjang, lalu dengan senyum tipis di wajahnya berkata, "Baiklah, mari kita lihat seberapa jauh kamu bisa pergi. Tapi ingat, dunia ini tidak seindah yang kamu kira."

Setelah kelas berakhir, Helena kembali berjalan keluar dengan pikiran penuh. Kematian David, yang menjadi pusat dari semua kekacauan ini, tampaknya lebih kompleks daripada yang dia bayangkan. Dan semakin ia berusaha mendekati kebenaran, semakin dia merasakan adanya kekuatan gelap yang menghalangi jalannya.

Helena tahu bahwa dia tak bisa melakukan ini sendiri. Namun, dia juga sadar bahwa semakin dekat dia dengan mereka, semakin besar pula risikonya. Kevin Xavier, dengan semua kekuatan dan pesonanya, bukanlah seseorang yang bisa dianggap remeh.

Tetapi Helena bertekad, apapun yang terjadi, dia akan membongkar rahasia yang tersembunyi di balik kematian saudaranya.

Malam itu, di ruang kelas yang sunyi, Kevin duduk dengan sebuah file di tangannya, menatap Helena dari kejauhan. "Mari kita lihat seberapa jauh kamu bisa bertahan, Nona Morgan," bisiknya, sebelum kembali menulis sesuatu di atas kertas. Sebuah permainan dimulai, dan kali ini, ia tahu, pertarungannya baru saja dimulai.