Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Dunia Xabara

🇮🇩Yellow_Kuning
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
119
Views
Synopsis
Tentang kehidupan yang dialami oleh saudara kembar, hidup didalam rahim yang sama namun perlakuan yang berbeda. Masing-masing memiliki kesakitan yang sama, Xabara Xavier dengan sakit yang tak ditunjukan namun berbahaya dan Xabiru Xaviera dengan sakit yang ditutupi yang tak kunjung sembuh. Keduanya memiliki harapan yang saling bertolak belakang. Bara yang meminta Biru untuk bertahan dan menunggu sedangkan Biru yang meminta Bara untuk melepaskannya. Kehidupan rumit yang mereka jalani secara tak sadar sudah saling menyakiti dirinya masing-masing, berusaha mencari alasan untuk harapan mereka yang tak kunjung mereka dapatkan. ⚠️ Banyak mengandung bahasa kasar, kekerasan makanya aku pasang rate 18+ atau dewasa. Jadi yang tak suka kekerasan mohon untuk mundur ya

Table of contents

Latest Update2
Bab 219 hours ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

"Kenapa kamu lahir? Harusnya kamu mati atau tidak ikut saja pergi bersama dengan Ayahmu itu! Dasar tidak berguna!"

"Kau lihat?! Akibat kelakuanmu yang mendapatkan rangking pertama, Bara menjadi murung!"

Mata bening dengan kelereng segelap mata itu memerah dan tak lama, air hangat mengalir indah melewati kedua pipinya yang tirus dan juga berwarna biru akibat luka lebam yang masih baru. Menengadahkan wajah rupawan nya, membiarkan angin malam menyentuhnya dengan lembut membuat rambut hitam panjangnya berkibar indah.

Suara kendaraan yang berlalu lalang terdengar di kesunyian malam, beberapa terdengar klakson yang meramaikan jalanan kota. Lampu-lampu terlihat seperti bintang yang berkerlap-kerlip diatas sini. Maklum saja, dirinya sekarang berada diatas gedung yang berlantai 40. Lebih tepatnya, dipinggir lantai berdiri dengan angkuh tanpa merasa takut akan bahaya yang tengah mengancam dirinya kapan saja.

Memejamkan kedua matanya, kembali membayangkan rentetan kesakitan yang dialaminya selama ini. Mencoba mencari kenangan manis yang siapa tahu terselip dan mampu menjadi alasan untuk mengurungkan niatnya berada diatas gedung tinggi ini.

"Lihat! Apa dia seorang buronan? Masker serta hoodienya tak pernah terlepas sedikitpun. Apa wajahnya buruk rupa?"

"Wanita aneh, harusnya diam saja dirumah jangan sekolah! Membuat parno semua orang saja!"

"Dasar ter*ris! "

Dan dalam sekejap, dia membuka kedua matanya dengan nafas yang terengah. Mimpi buruk! Lalu tak lama dia terkekeh miris akan hidupnya yang ternyata tak memiliki kenangan manis sedikit pun. Air matanya pun semakin deras turun disetiap tawanya. Bukankah sangat sakit tertawa dalam tangisan?

"Aku lelah, Tuhan." Rintihnya pelan. Dia merasa frustasi akan hidup yang dirinya jalani. Entah harus pada siapa dirinya mengadu, dia merasa hidupnya hanya dirinya sendiri. Padahal dirinya masih memiliki keluarga, tapi masih saja kesepian.

Xabiru mulai menyeka air matanya, lalu tersenyum tipis penuh kesakitan, mengabaikan berbagai luka lebam di wajahnya yang cantik. Dan dalam sekejap perlahan senyuman itu meredup, menatap kosong kebawah pijakan dimana ia berdiri sekarang. Berapapun ia menghibur ataupun menenangkan dirinya, tetap saja beban yang ia pinggul tak mampu entah bahkan seinci pun dari hidupnya.

Xabiru ingin egois untuk hari ini saja. Dirinya juga ingin bahagia tanpa bayang-bayang mereka. Ibu yang harusnya mengayomi malah menjadi peran utama Xabiru seperti ini. Kasih sayang yang tak adil selalu ia rasakan. Namun, saat dirinya ingin mengelus tangan halus itu selalu menyakiti dirinya, ucapannya selalu melukai hatinya dan tatapannya selalu mencemooh dirinya. Tak tahu harus berlindung kepada siapa.

Diamnya Xabiru pun masih mampu membuat lukisan baru ditubuhnya.

Belum lagi mentalnya kembali diuji saat disekolah. Tanpa mereka tahu, mereka selalu berspekulasi buruk menilai dirinya dengan apa yang mereka lihat. Tanpa mau bertanya apa dan kenapa dirinya selalu tertutup. Bukannya menemani mereka malah menghakimi.

Setia harinya, penderitaan yang ia alami terasa semakin berat. Hingga dirinya selalu bertanya kepada Tuhan. Dosa apa yang dirinya lakukan dahulu hingga harus merasakan seperti ini?Lalu, se istimewa apa yang Tuhan siapkan untuknya, hingga mengujinya sejauh ini?

"Lelah, aku tak tahu harus seperti apa lagi. Tubuhku sakit, batinku kosong. Aku tersesat, Tuhan." Monolognya masih dengan pandangan kosong, seolah mendengar angin malam pun semakin bertiup kencang.

Tak lama suara ponselnya berdering, namun Xabiru tak ada niatan untuk melihat maupun mengangkat telepon. Malah, dengan cepat ia matikan supaya Xabara tak mampu melacak keberadaannya. Saat ini, dirinya tengah berpikir akan keputusan final yang dia pikirkan.

Jika tubuhnya jatuh dari ketinggian ini, bukankah itu akan langsung hancur dan... Berakhir? Sakitnya tak akan lama bukan?

***

Sedangkan disisi lain, seorang pemuda tengah berlari dengan kencangnya dengan mata merahnya yang penuh akan kegelisahan. Mulutnya sesekali bergerak dan memanggil saudaranya bak orang gila.

"Xabiru! Dimana kamu?"

Tak ia pedulikan reaksi orang-orang yang menatapnya dengan berbagai pandangan. Pikirannya hanya satu, menemukan belahan jiwanya yang lain. Firasatnya sudah enak, apalagi setelah melihat titik koordinat dimana Xabiru berada sebelum menghilang yang ia pastikan Xabiru mematikan ponselnya.

"Aku mohon, tunggu aku, Xabiru. Jangan gegabah mengambil keputusan." Dan kembali berlari lebih kencang untuk segera menemukan Xabiru.

***

Menghela nafas sejenak, menenangkan perasaanya. Lalu memejamkan kembali kedua matanya, membayangkan dirinya yang bahagia jika sudah melompat dari sini. Senyumnya sedikit demi sedikit mulai terpatri diwajahnya. Senyuman tulus sejauh ini yang terlihat setelah sekian lama.

"Aku tahu ini salah, tapi Tuhan, aku sudah ingin beristirahat. Biarkan aku tenang walau sejenak, meninggalkan rasa sakit didunia ini." ucapnya penuh dengan ambisi.

Jangan salahkan dirinya karena sudah mengambil keputusan ini, dirinya sudah lelah untuk berdoa. Namun entah mengapa do'anya tidak pernah terkabul, entah karena dirinya yang sudah menumpuk akan dosanya atau Tuhan yang marah kepadanya karena terus memikirkan untuk mengakhiri semuanya dengan cara seperti ini?

"Maafkan aku, Tuhan. Untuk kali ini saja,"

Namun, sekelabat bayangan membuat Xabiru tersentak. Dia melihat Xabara yang tengah menangis. Entah menangisi apa, dirinya memang menyanyi adik kembarnya itu, tapi itupun tak cukup untuk menghentikan aksinya malam ini.

"Maaf, Bara." ucapnya lirih, "Aku menyangimu, tapi aku lebih menyayangi diriku sendiri. Aku pergi, jadi semoga kamu bahagia." lanjutnya berbicara pelan berharap angin malam menyampaikan pesannya yang terakhir kali untuk Xabara. Dirinya tak merasa khawatir, karena ia yakin, Ibunya pasti akan menjaga dan menyayanginya. Jadi Xabiru akan tenang jika dirinya meninggalkan Xabara disini.

"Maaf, Ibu. Seperti katamu, aku akan pergi sangat jauh. Supaya Ibu terus berbahagia. Aku sakit bu, tapi aku pun tak bisa apa-apa."

"Ibu, aku ingin bertahan tapi ibu selalu menyakitiku. Aku merasa bimbang, antara harus mencintaimu atau membencimu. Karena Ibu, merupakan peran yang sangat penting bagi hidup dan matiku." Lagi, Xabiru membuang nafas, sorot matanya penuh dengan semangat.

"Aku datang, selamat tinggal dunia. Tuhan, jangan benci aku."

Setelahnya ia memejamkan kedua matanya, dirinya hanya bisa berharap, apa yang ia lakukan sekarang adalah akhir yang ia inginkan selama ini. Ia tak peduli akan rasa sakit yang mendera tubuhnya jika memang ini adalah jalan terbaik baginya.

Tapi, bukankah manusia hanya mampu merencanakan? Semuanya balik lagi kepada Yang Di Atas, yang mengatur berjalan atau tidaknya keinginan kita. Lagi-lagi ia hanya berharap keinginannya untuk berakhir disetujui oleh Tuhannya.

Resiko seberat apapun akan ia tanggung, asal keinginannya terwujud. Karena jujur, baik fisik, hati serta batinnya sudah merasa lelah akan semuanya. Kado yang digadang-gadangkan indah pada akhirnya, tak ia perdulikan.

Hanya satu keinginannya, berakhir.

Sudah cukup. Hanya itu saja tak ada yang lain.

Dan tak lama suara benturan kencang terdengar di atap gedung itu. Benturan yang siapapun mendengarnya meringis ngilu. Suara yang akan menjadi mimpi buruk bagi semua orang termasuk, Xabara.