Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Lily De Jasmine: Tanpa Jiwa

🇮🇩Yellow_Kuning
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
45
Views
Synopsis
Setiap harinya, dimenit dan detik yang sama, dimalam yang serupa aku akan mendengarkan nada yang indah ini.' 'Namun banyak yang tak sadar, dibalik keindahan nada itu. Terselip makna yang menyakitkan.' 'Kesepian, kesunyian, kesedihan dan kesakitan bersatu padu mewakili perasaan sang pendengar dan ... penciptanya.' 'Melodi yang mampu menyeret setiap jiwa pendengarnya, dengan alunan merdu sebelum kematiannya.' 'Melodi yang aku ciptakan sendiri, untuk menemaniku dalam kehampaan hidup yang aku jalani.'

Table of contents

Latest Update1
Bab 114 hours ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

Gemuruh angin serta guntur terdengar saling bersahutan dimalam hari yang terasa mencekam ini. Kesunyian yang membelenggu, kesepian yang mengikat bersatu padu dalam diri seorang gadis yang kini tengah berdiri tegak menatap jendela besar di kamarnya yang gelap.

Menatap jauh keluar sana, dimana awan hitam dengan kilat yang sesekali menyambar terlihat jelas digelapnya malam.

'Sampai kapan aku harus merasakan hal ini?'

Pertanyaan yang sama terus terlontar setiap harinya. Tak akan pernah bosan dirinya terus bertanya hal sama, sebelum jawaban yang diinginkan ia dapatkan.

Deng! Deng! Deng!

Suara dentangan jam tua terdengar menggema dipenjuru rumahnya, menandakan bahwa kini sudah tengah malam. Namun, gadis itu masih betah memandangi langit gelap karena tak bergerak se-inci pun dari tempat asalnya. Memejamkan kedua matanya, lalu menghitung mundur dalam hati.

'3 ... 2 ... 1!'

Tepat pada hitungan terakhir, suara dentingan piano dengan diiringi gesekan biola menciptakan melodi klasik yang mulai menggema dengan nada indah namun mampu menarik jiwa siapapun yang mendengarnya. Termasuk Lyli yang kini mulai beranjak dari tempatnya menuju arah nada indah namun tragis itu berasal.

Surai hitam nan panjang itu berkibar indah seperti gaun satin setengah betis dengan tali spaghetti yang dipakainya, dimainkan oleh angin malam yang semakin berhembus kencang. Namun itu tak menyurutkan langkah Lyli yang semakin jelas mendengar nada indah itu.

'Setiap harinya, dimenit dan detik yang sama, dimalam yang serupa aku akan mendengarkan nada yang indah ini.'

'Namun banyak yang tak sadar, dibalik keindahan nada itu. Terselip makna yang menyakitkan.'

'Kesepian, kesunyian, kesedihan dan kesakitan bersatu padu mewakili perasaan sang pendengar dan ... penciptanya.'

'Melodi yang mampu menyeret setiap jiwa pendengarnya, dengan alunan merdu sebelum kematiannya.'

'Melodi yang aku ciptakan sendiri, untuk menemaniku dalam kehampaan hidup yang aku jalani.'

Langkah kaki Lyli berhenti dalam sekejap saat pendengarannya mendengar nada lain selain melodi itu. Mencoba kembali menajamkan pendengarannya, dan kembali suara itu terdengar sangat jelas. Suara gesekan besi yang sudah berkarat dan tanpa dilumasi membuat siapapun yang mendengarnya meringis ngilu, namun berbeda dengan Lyli yang kini membalikkan tubuhnya menghadap balkon membiarkan angin malam yang dingin menampar wajah cantiknya.

Mendongakkan kepalanya, lalu tersenyum tipis saat melihat rintikan hujan mulai mengguyur bumi. Pelan, kecil namun mampu membuat seseorang yang merasakannya kelabakan mencari tempat teduh.

'Siapa?'

Siapa yang berani membuka gerbang rumahnya? Siapa orang yang sudah berani menginjakkan kakinya di halaman depan rumahnya? Siapa yang berani mendekati pintu rumahnya setelah sekian lama?

"Halo! Apa ada orang?"

Teriakan kecil namun menggema di telinganya berhasil membuat melodi indah itu hilang seketika. Menyisakan kesunyian dan kegelapan, namun dengan aura berbeda.

Berbeda karena seseorang yang entah siapa, kini tengah duduk manis di sofa tanpa merasa takut meski hanya senter kecil sebagai penerangan yang menemaninya.

****

Sunyi ...

Hanya rintikan hujan yang semakin membesar yang pemuda itu dengar. Gelap, adalah pemandangan yang ia temui setelah masuk kedalam rumah megah nan klasik ini. Suram saat terlihat dari gerbang depan, namun entah mengapa meski terlihat menakutkan layaknya rumah difilm horor yang dirinya lihat tapi barang disini tertata rapi dan bersih.

'Apa ada yang menghuninya?'

Namun sedetik pemikiran itu datang, sedetik pula ia langsung hilangkan. Bagaimana bisa? Rumah ditengah hutan belantara ini ada penghuninya? Orang gila macam apa yang tinggal disini, hm .. meskipun dirinya ikut bertanya-tanya apa yang ia pikirkan sampai nekat memasuki rumah tua ini?

"Hujan sialan!"

Akhirnya, semua yang ia pikirkan dan tanyakan berujung makian kepada hujan yang tak bersalah namun harus turun diwaktu yang tidak tepat. Menghela nafas berat, pikirannya kembali mengelana ke beberapa jam sebelum dirinya berakhir disini.

Niatnya hanya ingin mengikuti saran 'teman' di kampusnya, untuk berpencar dan memilihkan jalur kiri untuk dirinya. Yang ternyata hanyalah kamuflase semata, dirinya ditipu dan kembali menjadi objek mainan oleh mereka yang entah mengapa tidak menyukai dirinya itu.

'Seharusnya aku tidak boleh percaya kepada mereka begitu saja!'

Nasi sudah menjadi bubur, dirinya tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu hujan reda sambil beristirahat sebentar sebelum kembali menelusuri jalan yang ia lihat untuk kembali bergabung dengan teman kampusnya yang entah berada dimana.

Tak!

Pemuda itu tersentak kaget saat satu persatu lampu di sana menyala hingga sekarang ia bisa dengan leluasa menatap keseluruhan ruangan yang sangat mewah dan elegan serta luas. Mengerutkan keningnya merasa heran, hingga pemikiran yang ia buang kembali terlinta.

"Jadi, benar ada penghuninya?" Bisik-nya dan semuanya terungkap saat seorang laki-laki paruh baya berjalan meniti tangga luas itu menuju kearahnya dengan tatapan ramah namun, aneh?

"Selamat malam, Tuan. Maaf penyambutannya sedikit terlambat."

Pemuda itu hanya mengangguk kaku, rasa takut sedikit menerpanya namun sebisa mungkin ia tekan. Akan terasa tidak sopan jika ia menunjukan terang-terangan rasa takutnya kepada pemilik rumah yang ia masuki tanpa permisi.

"Tidak apa-apa, terimakasih. Dan maaf, aku masuk tanpa izin."

Dan laki-laki paruh baya itu hanya diam tak bergeming, "Maka anggaplah seperti rumahmu sendiri."

'Gila!'

Kenapa dirinya seolah-olah menangkap banyak arti dari perkataan sopan nan ramah itu?! Sepertinya otaknya terlalu penuh, hingga ia membutuhkan istirahat yang banyak untuk kembali menstabilkan pikirannya.

"Bolehkah aku menginap untuk beberapa jam disini?"

Dan lagi laki-laki tua itu hanya mengangguk, "Maka beristirahatlah." Dan setelahnya mengizinkan dia pergi meninggalkannya membiarkan tamunya beristirahat. Tatapan mata pemuda itu terus mengikuti pergerakan lelaki tua hingga punggungnya hilang tertelan dinding koridor sayap kiri.

"Aku harus memulihkan tenaga dan pikiranku. Sebelum pagi menyambutku entah dengan suasana seperti apa,"

Membaringkan tubuhnya di sofa empuk nan hangat, memejamkan kedua matanya mengenyahkan firasatnya yang mengatakan bahwa seseorang tengah mengintainya. Bodo amat, apakah dirinya terbangun dengan kondisi selamat atau hanya jasadnya saja. Yang terpenting sekarang adalah, tidur. Karena jujur saja dirinya sangatlah lelah.

Dan kegelapan pun kembali melingkupi rumah itu setelah sang tamu mereka tertidur dengan lelap.