Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Winds

Cascalr
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
7
Views
Synopsis
Perjalanan Luna Marrianne mencari saudari kembarnya

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 0 : Prolog

Bab 1 : Angin

Sore itu, angin berhembus kencang. Sepasang saudari kembar berumur lima tahun sedang bermain di Padang rumput.

"Kak Lily, ayo cepat!" Luna berlari sambil menikmati angin sejuk yang menghembus rambut biru tua miliknya. "Iyaa, tunggu aku dong!" Lily ikut mengejar di belakang.

"Aduh!" Untung lututnya hanya tergores karena jatuh di tanah berumput. "Tuh kan, aku bilang juga apa, jangan berlari terlalu cepat nanti terjatuh loh." Lily mengomel sedikit.

"Iya deh, salahku." Luna menggaruk pelan pipinya sambil tersenyum.

"Sini, aku bisa kurangi rasa sakitnya." Lilly menyentuh bagian yang terluka dan mulai merapatkan mantra yang diajari Ayah mereka. "Wahai tanah yang memberi kesuburan, wahai langit yang meneteskan hujan, kasihanilah mereka yang terjatuh dan berilah kemampuan untuk berdiri lagi." Kulit lutut Luna yang tergores sembuh seketika.

"Duh, padahal cuma luka kecil loh, tidak disembuhkan juga tidak masalah, akan sembuh dengan sendirinya nanti." Luna bereaksi akan tindakan kakaknya yang menurutnya berlebihan itu walaupun dia sejujurnya senang atas perhatian sang kakak.

"Kalau dibiarkan lama-lama terinfeksi loh, nanti lukanya akan semakin besar dan sakit, nanti kaki mu bisa di potong loh..." Lilly membalas sikap sok kuat adiknya itu dengan menakut-nakuti nya.

"Dipotong!? Yasudah iya, tadi itu menyakitkan, terimakasih sudah menyembuhkan nya." Luna terpengaruh oleh kata kata kakaknya itu, dia menundukkan kepalanya mengakui kekalahan nya.

"Iya iya, makanya kalau sakit jangan dibiarin ya." Lilly bangga terhadap dirinya sendiri.

Hari semakin gelap, matahari mulai terbenam menandakan waktu bermain diluar rumah sudah berakhir.

Lilly berdiri dan menawarkan tangannya untuk membantu Luna berdiri "Luna, ayo pulang. Ibu pasti sudah memasak makan malam yang enak!"

Luna memegang tangan kakanya itu dan dibantu berdiri olehnya. "Baiklah, mari pulang." Mereka berjalan pulang.

Bab 2 : Penculikan

Setelah dua tahun..

"Aku benci kakak! Kenapa sih harus belajar keluar kota? Kan di desa ada pendeta yang bisa mengajari kakak? Apalagi apa enaknya sih belajar jauh-jauh dari keluarga?" Luna membentak kakaknya tidak setuju akan keputusan untuk kakaknya pergi keluar desa untuk mendalami ilmu sihir, bagaimanapun pendidikan di desa kecil yang mereka tinggali tidak cukup untuk seorang jenius seperti Lilly, yang ada dia malah menyia-nyiakan bakatnya.

"Bukan begitu, Luna. Kakak sudah mempelajari semua yang bisa di ajarkan tuan pendeta, jadi kakak perlu mempelajari hal yang baru la-"

Luna memotong pembicaraan kakaknya "Berisik! Aku benci kakak!" Luna membanting pintu kamar mereka dan berjalan ke kamar orang tuanya.

"Bukan begitu sayang, kak Lilly harus belajar agar bisa melindungi mu." Ibu nya berusaha menenangkan Luna yang menangis di pelukannya.

"T-t-tapi, ibu, aku tidak mau kakak pergi, nanti aku tidak punya teman..." Luna lanjut menangis kecil di baju ibunya.

"Maka dari itu, kamu harus pergi bermain keluar rumah, kalau di Padang rumput terus tidak ada anak anak bermain disana." Ayahnya membalas sambil mengelus rambut Luna.

"Tapi... Mereka tidak akan mengejek rambutku? Kan?"

Luna sering di-bully anak anak lain karna warna rambutnya yang berwarna biru tua tidak seperti anak manusia biasanya yang umumnya berambut hitam atau pirang, kakaknya juga mendapatkan Bullyan yang sama karna rambutnya lebih unik, warna hijau dengan corak putih silver. Namun kakaknya pandai membela dirinya. Kondisi inilah yang membuat mereka berdua selalu bersama.

"Siapa yang mengejek? Kalau mereka berani akan ayah pukul bokongnya dengan keras sampai mereka tidak bisa duduk!" Ayahnya mencoba lagi untuk menenangkan Luna.

"Benarkah...?" Luna menyeka air matanya. "Iya, ayah janji akan mengajari kamu tehnik untuk melawan para pembully sialan itu! Sekarang pergi temui kakak mu dan meminta maaflah!" Ayahnya bertingkah sok keren.

"B-baiklah!" Luna kembali semangat dan mengusap air mata di pipi nya.

Luna berjalan ke kamar mereka dan mengetuk pintu. "Kak Lilly...? Aku masuk..." Dia mendorong pintunya dan menemui Lilly yang sedang di duduk di tempat tidur sambil membaca bukunya.

"Kakak, ada yang ingin aku bicarakan..." Luna berbicara malu malu. "Iya, yang ingin kamu bicarakan?" Lilly tersenyum melihat adiknya yang sudah tenang.

"Begini... Aku minta maaf karna membentak mu... Aku hanya tidak ingin kamu pergi dan meninggalkan ku sendiri..." Luna menunduk dengan raut wajah sedih dan menyesal.

"Iyaa, kakak tau kok. Kakak juga minta maaf ya karna kakak akan pergi meninggalkan mu." Lilly tersenyum lembut.

"Begini... Aku hanya tidak mau kakak pergi... Aku juga tidak membenci mu kok... Aku... Aku cuma..." Suara yang menggantung diudara, menggambarkan ketidakmampuan Luna untuk mengungkapkan rasa sayang nya kepada kakaknya itu, namun dia memberanikan diri.

"Aku... sa-" Kaca jendela dan dinding kamar mereka hancur, lilin dan sumber cahaya lainnya padam.

Suara ledakan besar terdengar dari luar. Semuanya terlalu gelap, hanya ada cahaya bulan, Luna melihat siluet dari kakaknya yang diseret oleh sekelompok orang dengan jubah gelap. Mulutnya ditutup walaupun dia mencoba berteriak.

"Kakak!" Luna tidak bisa bergerak dan hanya berteriak.

Ayahnya mendobrak pintu kamar. "Apa yang-"

ayahnya yang sadar dengan kondisinya lansung mengeluarkan tongkat sihirnya dan merapal mantra, menciptakan peluru peluru tanah dan menyerbu sekelompok orang berjubah misterius itu, namun mereka semua berhasil menangkisnya dengan sihir semacam barrier.

Mereka melompat dari dinding kamar yang hancur saat seekor wyvern terbang menangkap mereka.

"Berhenti... Jangan!!" Luna berusaha bangkit untuk mengejar namun apa daya dirinya yang terkapar tak bisa melakukan apapun dan hanya berteriak.

Lilly telah diculik, membuat Luna sangat terpukul pada malam itu. Ibunya memeluk Luna yang menangis dengan suara yang gemetar.

"Sial, siapa orang orang itu...?" Ayahnya menahan emosi dan berusaha menenangkan Luna.

Mereka hanya bisa pasrah karena tidak ada petunjuk sama sekali mengenai identitas para penculik itu, ayahnya sampai pergi keluar desa dan pergi ke kota untuk mencari petunjuk dan hasilnya nihil.

Bab 3 : Berdiri Lagi

Selang setahun setelah kejadian itu.

Luna menjadi sangat pendiam dan wajahnya selalu berkantung mata, dia tidak bisa tidur karna memikirkan kakaknya tersayang. Dia mengurung diri selama setahun di kamarnya.

"Luna?" Ibunya mengetuk pintu kamarnya. "Ibu masuk ya." Ibunya membuka pintu dan masuk ke dalam kamarnya.

"Sayang, aku tau kamu sedih..." Luna tidak bereaksi apapun dan tetap meringkuk di di dalam selimut.

"Lilly pasti gak akan senang loh jika kamu seperti ini."

"Berisik! Ibu dan Ayah bahkan tidak lanjut berusaha mencari kak Lilly!" Luna meluapkan kekesalannya.

"Bukan begitu sayang... Kami juga sudah berusaha sebisanya, Ayah sudah menyebarkan poster orang hilang loh." Ibunya mencoba menarik selimutnya.

"Sudahlah, aku mau tidur! Tinggalkan aku sendiri!" Dia membentak ibunya. Sang ibu pun menyerah lagi dan meninggalkan kamarnya. Ayah dan ibunya mencoba membujuknya untuk kembali semangat lagi namun dia tidak peduli sama sekali.

Suatu malam, dia sedang merenung seperti biasa di atas tempat tidurnya sampai dia mendengar suara ketukan dari jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Dia sedikit paranoid tapi dia lansung beranjak dari tempat tidur dan membuka tirainya, mendapati seekor burung dengan bulu berwarna hijau muda dengan corak putih mematuk kaca jendela kamarnya. Burung itu menggenggam sekucup surat di kakinya.

Luna membuka jendelanya dan menerima surat itu, burung itu lansung terbang meninggalkan kamarnya sesaat sebelum angin malam berhembus. Dia teringat kalau dia dan kakaknya sangat suka menikmati angin di sore hari sambil bermain di Padang rumput. Luna menutup jendela dan membuka surat itu.

"Luna tersayang, aku masih hidup disini dan kuharap kamu masih sehat disana, aku hanya ingin kau tau, aku sekarang berada di tempat yang sangat jauh di ujung benua Utara. Dan terakhir, aku ingin kamu menjadi gadis yang kuat dan cerdas, agar suatu hari nanti kita bertemu lagi aku tidak akan kecewa. Selamatkan dan cari aku. Lillianne Margareth."

Membaca surat ini memberikan secercah harapan bagi Luna, dia berlari ke kamar orang tuanya dan memberikan informasi ini. Dia juga meminta ayahnya untuk mencarikannya guru sihir, untungnya ayahnya mengenal seseorang yang cukup hebat.

Setelah sekitar dua Minggu, akhirnya guru Luna tiba.

Ayahnya adalah anggota yang berperan sebagai tank dari party petualang legendaris yang berhasil mengalahkan labirin tingkat surgawi yang tidak pernah terpecahkan selama hampir 60.000 tahun.

Party itu sudah bubar dua puluh tahun yang lalu. Ayahnya memanggil teman seperjuangan nya dulu, Seorang penyihir tingkat legenda yang namanya menjadi salah satu penyihir terhebat selama satu abad terakhir. Penyihir dengan ras iblis Siren, ras yang hidupnya di air namun beradaptasi dan sanggup mengelola oksigen dengan insang nya untuk bernafas di darat.

Dia adalah Madam Arxheim. Seorang wanita dengan perawakan gadis muda dengan topi penyihir, namun dengan paras cantiknya dia sudah berumur lebih dari tiga abad. Dia mungkin tidak menua secara fisik, namun batas umur siren adalah tiga setengah abad dan akan lansung meninggal jika mencapai batas umur.

"Jadi Lucius, dia adalah putri mu? Manis sekali." Dia berbicara kepada Lucius, ayah Luna. Luna berdiri di samping Lucius sambil menyambut Arxheim.

"Iya, ayo Luna, perkenalkan dirimu!" Ayahnya mendorong Luna agar lebih dekat ke Arxheim.

"S-salam kenal, aku Luna Marrianne, senang berkenalan dengan mu, nona Arxheim..." Dia sedikit terbata-bata akibat grogi.

"Wah, manis sekali ya... Aku menyukai mu, mohon bantuannya kedepannya, Gadis muda."

Arxheim mengelus menunduk dan mengelus kepala Luna.

"Baiklah, mohon bantuannya, Ibu guru!" Luna menjadi semangat.

Bab 4 : Pelatihan

Setelah beberapa tahun~

"Sial!!! Gagal lagi!!" Luna berteriak dengan kekesalannya yang gagal untuk merapalkan sihir angin tingkat sage.

Arxheim duduk di atas kursi goyang, tatapannya tajam namun senyumannya licik. Dia menyeruput segelas anggur ditangannya. "Kalau kau tidak sanggup, kau bisa menyerah sekarang, Luna." Suaranya seperti bisikan angin yang menusuk.

"Kamu pikir aku siapa, dasar nenek tua..." Luna menyeka keringat di pipinya.

"Apa!? Nenek tua!? Malam ini jam latihan kapasitas mana-mu bertambah tiga jam." Arxheim menyipitkan matanya, senyum liciknya menghilang seketika.

"Anak muda zaman sekarang benar-benar tidak tahu cara membedakan wanita jelita dan tua bangka... Tch."

"Sialan kau, tua bangka!" Luna mendengus, tapi bibirnya terangkat membentuk senyum tipis.

Bab 5 : Penyihir Hebat

Setelah 6 tahun belajar bersama gurunya, Luna tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang acuh tak acuh, dingin namun usil karna beradaptasi akan sifat gurunya yang sedemikian rupa.

Luna juga tidak di bully lagi karna dia memberi pelajaran kepada pada pembully nya. Dan yang lebih hebatnya lagi, dia berhasil menguasai sihir angin sampai tingkat advence dan sihir air sampai tingkat menengah. Di tahap ini dia sudah setara dengan guru guru sihir di akademi sihir ternama diluar sana. Dia juga memahami kalau sihir adalah bentuk dari energi kosmik yang beresonansi dengan kehendak dan perasaan seseorang yang energi kosmik ini dapat dimanipulasi menjadi elemen alam, yang biasanya disebut mana. Tingkat pengendalian mana seseorang umumnya berbeda beda tergantung seberapa hebat mental dan psikologi seseorang dapat beradaptasi dengan kapasitas energi kosmik di sekitarnya.

Akhir dari pembelajaran akan segera berakhir disaat kesehatan sang guru kian menurun drastis akibat dia sudah berada di batas umurnya. Dia hanya bisa berbaring di tempat tidur sambil memberi Luna tugas untuk meningkatkan mana nya. Dan harinya pun tiba, Penyihir tingkat legenda wafat dan dimakamkan, dia meninggalkan warisan kepada Luna yaitu topi penyihir miliknya, tongkat sihir miliknya, dan jubah miliknya, sebagai bentuk pembuktian kalau Luna sudah dia akui sebagai penyihir hebat.

Bab 6 : Memulai Perjalanan

Dengan ini Luna sudah siap untuk memulai perjalanannya mencari sang kakak ke benua asing di Utara sana. Banyak rintangan yang akan dia hadapi, dia menyiapkan perlengkapannya dan berpamitan dengan kedua orangtuanya, orang tuanya tidak bisa ikut karna umur mereka sudah terlalu tua, mereka akan menjadi beban bila ikut.

"Ayah, ibu tunggu aku dan kak Lilly ya!" Dia melambaikan tangannya dan menunggangi kuda yang diberikan oleh ayahnya sebagai hadiah ulang tahunnya yang kelima belas tahun lalu. Kudanya berjalan meninggalkan desa itu. Orang tuanya menangis terharu melihat putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang hebat.

Dan dengan ini perjalanan Luna dimulai.