Aku menatap tubuh Alastor yang masih gemetar di tanah.
Aku tidak melakukan apa pun. Aku bahkan tidak menggunakan sedikit pun kekuatanku. Dia sendiri yang terpental akibat naluri bawah sadarnya.
Dulu, para dewa pun takut hanya dengan mendengar namaku. Para makhluk absolut yang menyatakan diri mereka sebagai "puncak eksistensi" akhirnya menyadari bahwa aku berada di luar konsep kekuatan mereka.
Jadi, tentu saja seorang bangsawan iblis biasa tidak akan bisa berdiri tegak di hadapanku.
Namun… sekarang aku hanyalah Reed Steffie. Seorang manusia biasa.
Aku menghela napas dan berjalan menjauh tanpa berkata apa-apa.
"Tunggu, dasar…!" Alastor mencoba bangkit, tapi lututnya masih gemetar. Aku bisa merasakan bahwa ia tak akan mampu melakukan apa pun padaku.
Tak lama kemudian, lonceng akademi berbunyi. Semua murid bergegas masuk ke aula besar, termasuk aku.
Hari pertama sudah merepotkan.
---
Aula Akademi & Guru yang Terkejut
Aula akademi Raja Iblis adalah ruangan megah dengan pilar-pilar besar dan lambang kerajaan iblis yang terpampang di dinding. Ribuan murid dari berbagai ras duduk di kursi-kursi panjang, sementara di depan ruangan, seorang wanita berdiri di atas podium.
Dia adalah guru utama di akademi ini—Profesora Selene Dracis.
Dia seorang succubus dengan rambut ungu panjang dan mata merah tua yang tajam. Aura sihirnya sangat kuat, tapi bagi seseorang sepertiku, itu hanya terasa seperti angin sepoi-sepoi.
"Selamat datang, para murid baru," ucap Selene dengan suara tenang, namun penuh wibawa. "Hari ini, kalian semua akan menjalani ujian masuk untuk menentukan kelas kalian."
Beberapa murid langsung bergumam.
"Apa? Ujian masuk?"
"Tapi kita sudah diterima di akademi ini…"
"Idiots," kata seorang murid yang duduk di depan. "Akademi ini membagi murid berdasarkan kemampuan mereka. Ada kelas S untuk yang terbaik, kelas A untuk yang berbakat, dan seterusnya. Yang gagal akan masuk kelas F atau dikeluarkan."
Ah. Jadi begitu sistemnya.
Aku sebenarnya tidak peduli masuk kelas mana.
Namun, aku ingin menyelesaikan ujian ini dengan cara yang paling tidak mencolok.
"Kalian semua akan bertarung dalam duel satu lawan satu," lanjut Profesora Selene. "Kalian tidak perlu menang. Cukup tunjukkan kemampuan kalian."
…Duel, ya?
Aku hanya ingin hidup damai.
Tapi aku bisa merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
---
Ujian Dimulai – Lawan yang Salah Pilih Target
Beberapa menit kemudian, nama-nama murid dipanggil satu per satu ke arena pertarungan.
Saat aku duduk santai, suara yang familiar terdengar.
"Baiklah, pertarungan berikutnya…"
Profesora Selene melirik daftar nama, lalu menyebutkan dua orang:
"Alastor Grevane vs. Reed Steffie."
...
Aku menghela napas panjang.
Tentu saja… aku harus melawan bangsawan iblis yang tadi pagi sudah hampir pingsan hanya karena melihatku.
Aku melangkah ke arena dengan ekspresi datar, sementara Alastor sudah berdiri di sana dengan wajah penuh amarah.
"Kau… aku tidak tahu siapa kau sebenarnya, tapi aku tidak akan membiarkanmu mempermalukanku lagi!"
Aku tidak melakukan apa pun sebelumnya, jadi aku tidak tahu apa yang dia maksud dengan "mempermalukan". Tapi baiklah.
Aku berdiri di hadapannya tanpa mengambil posisi bertarung.
Profesora Selene mengangkat tangannya. "Duel dimulai!"
Alastor langsung mengaktifkan sihirnya.
Tubuhnya diselimuti aura ungu yang berapi-api.
"Aku akan menunjukkan kepadamu kekuatan sejati seorang bangsawan iblis!" teriaknya.
Dia mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, puluhan tombak energi muncul di udara.
"Kalahkan ini! [Demonic Spear Rain]!"
Puluhan tombak energi meluncur ke arahku dengan kecepatan tinggi.
Para murid yang menonton berseru kagum.
"Wah! Itu sihir tingkat tinggi!"
"Alastor benar-benar serius!"
Namun… bagiku, semua ini hanya terlihat seperti gerakan lambat.
Aku tidak bergerak.
Aku hanya berdiri diam.
Dan saat tombak-tombak energi itu menyentuh tubuhku—
BOOM!
Ledakan besar mengguncang arena, menimbulkan asap tebal yang menutupi pandangan semua orang.
Beberapa murid menahan napas, menunggu hasilnya.
Namun, saat asap menghilang…
Mereka semua membeku.
Aku masih berdiri di tempat yang sama, tanpa satu goresan pun di tubuhku.
"…Hah?" Alastor ternganga.
Profesora Selene mempersempit matanya. "Itu sihir kelas tinggi. Seharusnya tidak mungkin seseorang menahan serangan itu begitu saja…"
Aku hanya menghela napas.
"Sudah selesai?" tanyaku datar.
Wajah Alastor memerah karena marah dan malu. "Dasar…! Ini belum selesai!"
Dia menciptakan pedang energi di tangannya dan berlari ke arahku.
Aku tidak bergerak.
Dan saat dia mengayunkan pedangnya ke arahku…
SRRAK!
BLAARRR!
Tubuhnya terpental ke belakang dengan keras, menghantam dinding arena.
"GUAAHH!"
Murid-murid yang menonton terkejut.
"Apa yang terjadi?!"
"Dia bahkan tidak bergerak, tapi Alastor langsung terlempar!"
Profesora Selene menatapku dengan tajam.
"…Menarik."
Aku hanya menatapnya balik dengan ekspresi datar.
Aku tidak menyerang Alastor. Aku bahkan tidak menyentuhnya.
Itu hanya terjadi karena hukum dunia ini tidak bisa membiarkan makhluk yang lebih lemah menyentuhku.
Bahkan jika aku ingin, aku tidak bisa dikalahkan oleh sesuatu seperti ini.
Profesora Selene akhirnya mengangkat tangannya.
"Pemenangnya… Reed Steffie!"
Aku menghela napas.
Dan dengan itu, rencana hidup damai di akademi ini mulai terasa semakin mustahil.