Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Metafora

Dazai_Anjai
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
30
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - 1-Pembukaan

19 Februari 1984

Eddy Carlson, adalah seorang pemuda berumur 21 tahun. Mungkin, dirinya terlalu muda untuk melakukan pekerjaan ini, beberapa orang pasti akan meragukan pemahaman dan pengalamannya tentang pekerjaannya.

Masa kecilnya dianggap sebagai anak yang aneh, tidak ada yang bisa memahami dirinya sewaktu kecil, bahkan—orang tuanya sekalipun.

Walaupun begitu, ia memiliki kepribadian yang suka bergaul dan berekspresi, itu membuatnya memiliki banyak teman. Namun, itu bukan teman seperti apa yang kalian pikirkan.

"Apakah memahami perasaan diri kita sendiri lebih sulit daripada memahami perasaan orang lain? Kurasa tidak, atau mungkin iya."

Sebuah ruangan dengan meja kayu dan kursi beralas bantal disampingnya, terdapat beberapa pajangan seperti bunga dan foto-foto yang tersusun rapi di atas rak, merupakan pemandangan yang asing baginya.

Ini adalah hari pertamanya untuk menjadi seorang psikolog di sebuah rumah sakit—Alechimia, merupakan sebuah rumah sakit yang berada di perbatasan Meksiko-Amerika Serikat.

Pekerjaannya adalah menangani pasien atau semacamnya yang mengalami gangguan mental, dan lebih berfokus pada konseling daripada mengobati.

Memahami perasaan, perilaku, dan pemikiran seseorang adalah aspek paling penting dalam pekerjaan ini.

Psikolog bukanlah pekerjaan yang diidamkan oleh banyak orang. Setidaknya—ada beberapa orang selain Carlson yang bekerja sebagai psikolog di rumah sakit tersebut.

...

"Um... Jadi, pak. Ini adalah kantor sekaligus tempat anda untuk melakukan konseling terhadap pasien yang akan datang, semoga tempat ini dapat membuat anda nyaman"

Itu terdengar dari seorang petugas yang berdiri dengan gugup di sampingku. Dia berbicara dengan sangat formal dan baku, aku tidak mempermasalahkannya, namun aku ingin sedikit leluasa kepadanya.

"Ya, tentu."

Petugas itu membalikkan badanya, seperti ingin meninggalkan ruangan ini sesegera mungkin.

"Tunggu sebentar."

Aku menghentikannya, aku melupakan aspek yang paling penting pada kejadian ini.

Aku menggenggam tangannya dengan ketulusan dan senyum tipis yang lembut.

"Terimakasih banyak, Pak Ellison"

Mendapatkan imbalan berupa senyuman balik merupakan hal yang dapat selalu diprediksi olehku.

"Tentu saja, Pak Carlson"

Sesegera mungkin, ia melangkah menjauh dari ruanganku.

Itu merupakan langkah pertama dalam memahami perasaan seseorang. Dengan sedikit mempermainkan emosinya, itu akan membuka sedikit celah untuk memahami perasaannya.

Berdiri terus menerus membuatku sedikit tegang. Mungkin, aku harus menghilangkan keteganganku ini.

Kursi dengan alas bantal ini lebih nyaman dari kelihatannya.

Baru beberapa saat setelah aku menduduki kursi yang nyaman ini, terdapat suara langkah kaki yang sekilas terdengar seperti ketukan pintu.

Aku memandangi pintu masuk di ruanganku, mengetahui bahwa pasien pertamaku di hari pertamaku juga akan memasuki ruangan ini.

Terdengar bunyi seseorang yang sedang memutar gagang pintu.

Secara perlahan pintu itu terbuka—dan terbuka sepenuhnya.

Seorang pemuda berdiri mengenakan topi di depanku, sepertinya dia masih pelajar.

Mendapati seorang pelajar sebagai pasien pertamaku merupakan awal yang sedikit rumit bagiku.

Ia berjalan mendekati mejaku.

Tentu saja, dengan lembut aku menyambutnya.

"Silahkan duduk."

Dia menggeser kursi kayu yang berada di depan mejaku, dan mendudukinya.

Sekitar lima detik, anak itu tidak mengatakan sepatah kata pun dan hanya menundukkan kepalanya.

"Siapa namamu, nak?"

Anak itu masih membisu dan tidak menjawab.

"Aku tidak akan menanyakannya dua kali, siapa namamu?"

Ia terlihat sedikit membuka mulutnya.

"Reyn."

Entah mengapa, dia masih menundukkan kepalanya.

"Mengapa kau masih menundukkan kepalamu? Aku bukan musuhmu yang harus kau takuti, ataupun orang tidak dikenal yang akan mempermalukanmu, aku menganggap semua pasienku sebagai keluargaku sendiri."

Itu seperti membuka kembali pandangannya, ia mengangkat kepala nya seperti siap menjawab pertanyaan yang akan kuberikan.

"Jadi, Reyn. Aku perlu tau motivasimu untuk datang kemari."

"Aku... Juga, tidak tahu."

Itu merupakan jawaban yang ambigu dan penuh makna. Mungkin dia telah melakukan perkelahian dan diancam oleh seseorang? Atau mungkin ini hanya hukuman akibat kalah dari suatu permainan? Aku juga tidak mengerti. Namun, aku harus memikirkan berbagai kemungkinan itu.

"Kau tidak perlu mengetahui apapun dan memiliki alasan apapun untuk bisa datang kemari, aku bukanlah orang asing, aku adalah keluargamu."

Langkah yang paling penting dalam menangani pasien adalah, dengan mendapatkan keyakinan mereka dan menganggap bahwa diri kita adalah bagian dari keluarga mereka sendiri.

"Aku hanya sangat bingung dengan apa yang harus kulakukan sekarang. Rumah tanggaku bukanlah rumah tangga yang bagus, kedua orang tua ku bertengkar, ibuku meninggalkan rumah dan sekarang ayahku hanya bermabuk mabukan setiap saat."

Jawaban yang bagus.

Awal yang harus dilakukan terhadap pasien dengan masalah seperti ini adalah, dengan tidak menyinggung keadaan rumah tangganya secara terus menerus.

"Apakah kau memiliki seorang teman? Yang sangat dekat, mungkin?"

"Ya... Aku memiliki beberapa teman dekat"

"Apakah kau pernah menginap di salah satu rumah mereka?"

"Pernah, mungkin beberapa kali dalam seminggu"

"Apakah mereka pernah menertawakan apa yang kau sampaikan kepada mereka?"

"Tidak, itu tidak pernah terjadi"

"Apakah mereka selalu mencemoohmu?"

"Itu jarang terjadi"

"Apakah kau dapat selalu jujur tentang masalahmu kepada mereka tanpa suatu perasaan was-was sama sekali"

"Y-ya, begitulah."

Selanjutnya adalah pertanyaan yang sangat penting yang mungkin akan merubah hidupnya.

"Apakah kau menganggap mereka seperti bagian dari keluargamu?"

"..."

Lagi-lagi ia membisu.

"Apakah, kau menceritakannya pada mereka?"

"T-tidak"

Sesuai prediksi ku.

"Baiklah kalau begitu, aku akan memberimu sebuah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumahmu kali ini adalah untuk memberitahu keluargamu tentang keadaan yang terjadi kepadamu sekarang, tugas ini harus dikumpulkan besok tepat pada waktu saat ini juga."

Ini adalah sebuah pekerjaan rumah terhebat yang pernah ada, yang akan mengubah hidup seseorang.

"Apa maksudmu keluargaku?"

"Mereka yang kau anggap sebagai bagian dari dirimu sendiri."

"Aku tidak mengerti maksudmu..."

Untuk pertama kalinya, aku harus melepaskan sensasi yang sangat nyaman dari kursi yang sedang ku duduki saat ini.

Aku berdiri, mendekati anak itu dan menepuk pundaknya beberapa kali.

"Mereka, sahabatmu, telah menganggap dirimu sebagai keluarga mereka sendiri. Dan kau juga harus memahami perasaanmu sendiri, bahwa dirimu juga telah menganggap mereka sebagai sebuah keluarga."

Ia kembali menundukkan kepalanya, terdengar suara tetesan air mata yang terjatuh ke lantai.

"T-terima kasih... Banyak."

Itu adalah ucapan terakhir yang dia sampaikan sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruanganku.

Pemandangan kota yang sangat menakjubkan ketika aku sedang menepuk pundak anak itu, terlihat di luar jendela.

Mungkin—hanya kantorku, satu-satunya ruangan di lantai dua rumah sakit ini yang memiliki pemandangan menakjubkan seperti ini.

Ini bukanlah awal yang sangat bagus untuk sebuah cerita. Mungkin, sekedar cukup untuk pembukaan dalam ceritaku.