Chapter 5 – Penobatan dalam Genangan Darah
Di tengah reruntuhan istana, Selina duduk di atas singgasana emas yang kini ternoda oleh darah bangsawan-bangsawan yang pernah memperbudaknya.
Udara dipenuhi bau besi yang menyengat, bercampur dengan aroma daging hangus. Lantainya, yang dulu bersih mengkilap, kini berubah menjadi lautan merah di mana potongan tubuh berserakan seperti sampah.
Matanya yang dulu penuh kepolosan kini hanyalah lubang hitam yang menelan semua emosi manusiawi.
Selina Delima bukan lagi seorang manusia.
Ia adalah eksistensi yang dilahirkan oleh penderitaan dan dibesarkan oleh kematian.
Suara langkah kaki bergema di aula yang hening. Seorang ksatria berbaju zirah emas—salah satu jenderal kerajaan—berjalan dengan pedang di tangannya, meskipun tangannya bergetar ketakutan.
Dari mulutnya keluar suara yang hampir tidak terdengar.
"…Kau… iblis…"
Selina menyeringai.
"Iblis?"
Dengan gerakan ringan, ia menjentikkan jarinya.
Seketika, tubuh ksatria itu berhenti bergerak. Matanya membelalak, wajahnya berubah dari ketakutan menjadi sesuatu yang lebih buruk—kesadaran bahwa sesuatu telah masuk ke dalam tubuhnya.
"AAARRRGGGHHH!!!"
Teriakannya menggema saat tubuhnya meledak dari dalam. Dagingnya terbelah, organ-organ dalamnya menyembur ke luar seperti bunga yang mekar dengan paksa. Darahnya bukan hanya mengalir—ia meletus seperti air mancur, melukisi dinding dengan warna merah gelap.
Kepalanya jatuh ke lantai dengan suara thud pelan. Matanya masih terbuka, menyiratkan keterkejutan yang tidak akan pernah pudar.
Selina berdiri dari singgasananya, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
"Kepada dunia yang telah mengkhianatiku… aku akan membalas seribu kali lipat."
Di luar istana, ribuan pasang mata menatapnya—orang-orang yang masih hidup, para pelayan, prajurit, bahkan rakyat jelata yang sempat ditindas oleh kerajaan ini.
Sebagian dari mereka ketakutan. Sebagian lainnya… mulai tersenyum.
Karena mereka tahu.
Dunia ini sudah tidak lagi diperintah oleh para bangsawan munafik.
Dunia ini kini berada di bawah kekuasaan Sang Ratu Pembantaian.
---
Chapter 6 – Ritual Darah
Malam itu, langit diliputi oleh warna merah kehitaman.
Selina berdiri di altar yang dibuat dari tumpukan mayat. Di bawahnya, sungai darah mengalir deras, membawa potongan tubuh yang hancur akibat kekuatannya.
Di hadapannya, para tahanan—orang-orang yang dulu menyiksanya, yang dulu menertawakannya saat ia dibakar hidup-hidup—duduk dengan tubuh terikat, wajah mereka penuh ketakutan.
Selina tersenyum.
"Dulu, aku memohon kepada kalian… aku menangis, aku meratap… aku meminta belas kasihan."
Ia berjongkok, mencengkeram wajah salah satu bangsawan yang tubuhnya menggigil hebat.
"Tapi kalian hanya tertawa."
Dengan satu gerakan cepat, ia merobek lidah pria itu dengan tangannya sendiri, mencabutnya seperti mencabut gulma yang tidak diinginkan. Darah menyembur dari mulutnya, mengalir deras, bercampur dengan air mata dan lendir yang keluar karena rasa sakit yang luar biasa.
"GAAAHHHH—!!"
Pria itu berusaha menjerit, tapi hanya suara gurgling yang keluar dari tenggorokannya.
Selina memegang lidah yang masih berdenyut di tangannya, lalu melemparkannya ke tanah dengan jijik.
"Sekarang kau tidak bisa tertawa lagi."
Yang lainnya mulai menangis, memohon belas kasihan.
Tapi bagi Selina, permohonan mereka hanyalah musik yang indah.
Ia berjalan ke arah wanita bangsawan yang dulu pernah menyuruhnya disiksa dengan cambuk berduri. Mata wanita itu berlinang air mata, tubuhnya bergetar seperti daun yang diterpa badai.
"Ti… tidak… aku hanya mengikuti perintah… kumohon… ampuni aku… aku hanya… hanya…"
"Hanya mengikuti perintah?"
Selina tertawa kecil.
"Kalau begitu, aku juga hanya akan mengikuti perintah hatiku."
Tangannya bergerak, dan dalam sekejap, kuku-kukunya yang kini tajam seperti pisau menusuk masuk ke dalam perut wanita itu.
"AAAAAAAHHHH!!"
Wanita itu menjerit histeris saat Selina mencabik-cabik ususnya dari dalam, menariknya keluar dengan santai seperti seseorang yang sedang menarik benang kusut.
Darah menyembur deras, memenuhi altar dengan warna merah yang semakin pekat.
Wajah Selina tidak menunjukkan emosi apa pun.
Ia hanya menikmati setiap detik penderitaan mereka.
Setelah beberapa saat, jeritan itu perlahan mereda. Wanita itu kejang-kejang di lantai, matanya membelalak kosong sebelum akhirnya tubuhnya berhenti bergerak.
Hening.
Lalu Selina berbalik, menatap orang-orang yang tersisa.
"Siapa yang ingin menjadi yang berikutnya?"
Beberapa dari mereka mencoba melarikan diri, tapi bayangan hitam muncul dari tanah, merayap ke tubuh mereka, mencabik kulit mereka dengan ribuan gigitan kecil.
Selina menyaksikan mereka berusaha melepaskan diri, tapi semakin mereka melawan, semakin dalam bayangan itu menyusup ke tubuh mereka, menghancurkan mereka dari dalam.
Jeritan mereka menggema di malam yang dingin.
Malam itu, Ritual Darah selesai.
Dan dengan itu, Selina Delima resmi menjadi penguasa dunia kegelapan.
---
Chapter 7 – Akhir dari Cahaya, Awal dari Kegelapan
Keesokan harinya, dunia berubah.
Kerajaan yang pernah berjaya kini tinggal kenangan. Kota-kota yang dulunya penuh dengan kebohongan kini sunyi, hanya menyisakan abu dan darah.
Namun, ada sesuatu yang lebih menakutkan dari kehancuran fisik.
Takut.
Ketakutan yang merayap di hati semua orang.
Tidak ada yang berani menyebut nama Selina Delima dengan nada meremehkan lagi. Tidak ada yang berani berpikir untuk melawan.
Karena mereka tahu, di setiap bayangan, dia mengawasi mereka.
Ia bukan hanya penguasa.
Ia adalah kengerian itu sendiri.
Dan dengan setiap langkahnya, dunia semakin jatuh ke dalam kegelapan yang tidak akan pernah bisa dikembalikan ke cahaya.
---
Tagline Baru:
"Aku tidak butuh mahkota emas atau takhta mewah. Darah musuhku sudah cukup untuk mengukuhkan tahtaku."