Legenda Malam Panjang dan Tuan Naga

tuanstarkov
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 24
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Pembuka

Auman dua naga besar yang dutunggangi pria-pria berbaju besi terdengar saat mereka memasuki kawasan Gunung Virama. Jika auman naga sudah terdengar, orang-orang di gunung itu sudah tahu siapa yang datang. Siapa lagi kalau bukan Ai Long dan Chao Long, dua orang Penunggang Naga dari Ibu Kota.

Auman naga-naga itu membelah kesunyian malam, beradu dengan gemuruh petir di langit. Tubuh dua pria itu sudah basah kuyup oleh air hujan, namun keduanya tetap menjalankan tugasnya sebagai prajurit utusan Raja. Ai Long menunggangi naga hitam, sementara Chao Long menunggang naga berwarna putih yang sedikit lebih kecil dari milik Ai Long.

Dua naga itu mendarat di perkarangan sebuah rumah dari anyaman yang sederhana. Sementara di beranda rumah, terlihat sesosok anak laki-laki yang tampak sumringah melihat kehadiran naga-naga itu beserta dengan dua tuannya.

Dia memekik girang sambil berteriak, "Ai! Chao!"

Tidak peduli dengan air hujan yang masih terus turun, anak itu berlari turun dari beranda dan berlari ke arah dua pria berbaju besi yang kini tengah turun dari naga. Anak itu sangat berani, bahkan dia tidak mempedulikan dua naga buas yang sedari tadi memperhatikannya.

Anak itu memeluk Ai Long dan Chao Long dengan gembira, lalu kemudian dia memekik kesakitan saat keningnya membentur zirah yang pria itu kenakan. "Aduh!"

Yang tadinya antusias, kini anak itu mengerang kesakitan di bawah hujan sambil mengusap keningnya. "Sakit...."

Pria bermata sipit yang kulitnya putih pucat itu langsung mengangkat tubuh mungil anak itu ke dalam gendongannya. "Sudah aku bilang berapa kali, kamu harus berhati-hati. Sekarang jadi sakit, kan? Dan, siapa yang mengajarkan kamu menerobos hujan? Bagaimana jika kamu sakit?"

Meski dimarahi, anak itu masih sempat tertawa. "Maaf, Chao. Aku merindukanmu."

Mendengar itu, Ai langsung berdeham. "Oh jadi begitu, kamu hanya merindukan Chao? Kamu tidak merindukan aku, Fa?"

Anak kecil yang dipanggil Fa itu menggeleng. "Maaf, bukan begitu maksudku, Ai. Aku juga merinduaknmu, aku merindukan kalian berdua."

Ai tersenyum, lalu dia mencium anak laki-laki itu. "Aku tidak sabar untuk menunggumu besar dan melihatmu menemukan seseorang yang tepat."

Pria itu kembali berkata, "Sudah malam. Chao, kamu bawa dia masuk dan hangatkan tubuhnya. Biar aku yang menurunkan barang-barang dari atas naga."

Chao mengangguk, lalu mulai berjalan masuk ke dalam rumah dari anyaman itu. Tubuh Chao dan Fa basah kuyup, air-air di tubuh mereka jatuh ke lantai tanah dan masuk ke sana. Chao menurunkan Fa di depan perapian, lalu dia membuka lemari di bilik sebelah untuk mengambil handuk dan pakain untuk lelaki kecilnya.

Chao kembali dengan membawa apa yang dia cari, wajahnya ditekuk. "Dengar ya Fa, aku marah padamu. Ini sudah malam, ditambah hujan pula. Mengapa kamu masih berada di beranda rumah sendirian malam-malam begini? Kamu mulai nakal, ya?"

Fa menggeleng dengan panik. "Tidak begitu, Chao. Aku hanya tidak sabar menunggu kalian datang, kalian juga kan sudah janji akan datang hari ini."

Chao menggeleng malas, berusaha melupakan itu. Dia dengan telaten melepaskan pakaian anak kecil berusia enam tahun yang kini basah kuyup itu. Seperti seorang Ibu, salah satu prajurit kerajaan itu mengelap tubuh Fa yang basah dengan telaten. Dari mulai rambut, sampi ujung kaki. Setelah tubuh anak itu kering, Chao mulai memakaikan pakaian yang tadi ia ambil.

"Berjanjilah untuk tidak begitu lagi."

Fa mengangguk sedih. "Aku berjanji, Chao."

Setelah memakaikan pakaian baru pada Fa, kini gantian dirinya. Chao melepas helm besinya, dia juga menanggalka baju besi di tubuhnya sampai tersisa baju dalamannya. Baju dalamnya yang memang basah pun ia lepas, lalu pria itu peras sampai air-airnya hilang dan kemudian ia jemur di depan perapian. Dia lalu duduk di depan api yang menyala itu.

Chao menghela napas saat melihat wajah sedih Fa. Dia pun mengambil tubuh mungil lelaki kecilnya dan mendudukannya di pangkuan. Chao memeluk Fa itu dari belakang, menyalurkan kehangatan tubuhnya. "Jangan sedih lagi. Kamu mau mendengar sebuah cerita?"

Fa masih sedih, namun dia tetap antusias. "Aku akan mendengarnya."

"Dulu orang tuaku sering bercerita tentang ini, dan aku ingin kamu mendengarnya juga," ujar Chao. "Kamu tahu, Fa? Ibuku pernah bercerita kalau kelak di masa depan akan terjadi sebuah kiamat yang menyeramkan."

Fa bertanya dengan polos. "Apa itu kiamat?"

"Kiamat itu adalah sebuah bencana yang bisa mengancurkan dunia atau sebuah kaum." Chao mengecup rambut basah Fa. "Dan Ibuku berkata demikian. Dia mengatakan kalau di masa depan matahari akan hilang, semua cahaya yang ada di bumi akan redup, yang ada hanya kegelapan. Karena tak ada cahaya, satu-persatu mahluk di muka bumi ini mulai mati."

Fa mendongak, menatap wajah Chao yang serius. "Itu menyeramkan. Mengapa matahari yang besar itu bisa hilang, Lim?"

Chao terkekeh mendengar pertanyaan gadis kecilnya. "Bukan matahari yang hilang, namun kita yang tak bisa dijangkau olehnya. Itu semua disebabkan karena ambisi, dosa dan ketamakan seseorang."

Elok kembali bertanya, "Siapa orang itu? Mengapa dia bisa menghilangkan matahari?"

"Dia adalah seorang penyihir kuat dan tak terkalahkan yang menguasai ilmu kegelapan. Dia membunuh para Raja di muka bumi, membunuh siapapun yang melawannya, dan dia bisa menciptakan makhluk-makhluk menyeramkan yang memakan manusia…."

Chao mengusap tangan mungil Fa. "Saking kuatnya penyihir itu, dia bisa mendatangkan bayangan-bayangan hitam yang besar. Sangat besar sampai-sampai menutupi dunia kita, bayangan hitam itu membungkus bumi ini sampai cahaya matahari tak punya celah untuk masuk sedikitpun. Pagi hari akan hilang, yang ada hanya malam panjang."

Anak itu menggeliat ketakutan, dia memeluk Lim erat. "Apa malam panjang itu akan benar-benar datang? Apa penyihir jahat itu benar-benar ada? Dan, apa benar semua manusia akan mati?"

Chao tidak berhenti bercerita meski melihat gadis kecilnya sudah ketakutan. Dia kembali berkata, "Manusia banyak yang mati, namun tidak semua. Ada seorang manusia yang mewarisi darah murni dari Kaum Cahaya yang akan membawa perubahan bagi makhluk di muka bumi ini."

"Kaum Cahaya itu apa? Dan perubahan apa yang akan dia buat?" tanya Fa, penasaran.

"Kaum Cahaya itu adalah golongan manusia yang memiliki kemampuan luar biasa," kata Chao. "Mereka memiliki rambut perak, mata mereka biru seperti air laut. Mereka bisa melihat dalam kegelapan, mereka bisa berkomunikasi dengan alam, dan mereka bisa berkomunikasi dengan para naga. Mereka adalah Tuan Naga."

Chao tiba-tiba merasa sedih, dia mengusap rambut perak Fa. "Sayangnya mereka telah menghilang siring berjalannya waktu. Tuan-Tuan Naga yang bijaksana itu meninggalkan umat-umatnya yang bodoh. Mereka tidak akan kembali lagi."

"Dia yang kelak akan mengalahkan si penyihir jahat itu, dia si pemberani. Dia akan menghancurkan kegelapan dengan naganya yang perkasa, dia yang akan membawa cahaya untuk kehidupan ini dan menyatukan semua kaum yang terpecah belah."

Chao kembali akan bercerita, namun ia urungkan saat melihat Fa sudah terlelap. Pria itu tersenyum, lalu menggendong tubuh anak kecil itu masuk ke dalam bilik dan meletakannya di atas ranjang. Chao menarik selimut untuk menutupi tubuh kecil di Tuan Naga. Dia mengecup keningya, sebelum keluar.

Saat keluar, ia melihat Ai sudah bersantai di depan perapian. Pria itu berakata, "Aku selalu tertarik dan selalu bertanya-tanya setiap kali Ibuku menceritakan tentang legenda itu."

Chao bergabung duduk di samping saudaranya. "Fa adalah Kaum Cahaya terakhir, dialah Tuan Naga satu-satunya yang masih hidup. Apakah dialah yang akan menjadi orang di dalam legenda yang para orang tua ceritakan untuk membuat anaknya cepat tidur?"

"Akan sulit untuk Fa mengemban tanggungjawab itu. Siapa yang akan mengajarinya memimpin? Siapa yang akan mengajarinya berkomunikasi dengan naga? Dan… siapa yang akan mengajarinya melawan kegelapan?" tanya Ai.

"Tidak ada," jawab Chao. "Tapi kita harus tetap menjaga Tuan Naga kecil itu sampai napas terakhir."