Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Transmigrasi di Dunia Sihir!

T_Moriarty
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
20
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Fog of War

"Ayo, kita tidak punya waktu." Letnan Greg mendesak saat hutan mulai penuh dengan kabut, bersama dengan Leon yang masih melihat sekitarnya.

"Letnan, kau takut?" Jendral Leon bertanya sambil menyeringai bercanda.

Sial!

Kabut perang - Awakening in the World of Magic.

Greg Magmor.

Leon Crimson.

Arghh!! Kepalaku pusing, Leon mengerang sambil memegangi kepalanya yang kesakitan, dia berbaring di sebuah kasur yang indah.

Kabut...

Itu adalah hal yang muncul di otakku saat aku mencoba menahan rasa sakit yang terus menusuk layaknya hujan jarum yang menimpa kepalaku.

Lalu cahaya gelap, Leon mencoba membuka matanya dan memindahkan tangannya yang menutupi pandangannya kepada dunia.

Dia akhirnya membuka pandangannya, hal pertama yang ia lihat adalah kabut tapi dia segera sadar bahwa itu hanyalah ilusi lalu mencoba untuk lebih fokus.

Kegelapan, tidak. Lebih tepatnya sesuatu yang mewah.

Leon menatap ke atas di saat matanya terbuka sepenuhnya dan mulai sadar akan kehadirannya yang tidak di ketahui.

Dia melihat sekitar lalu mengambil ancang-ancang sebelum akhirnya benar-benar akan terduduk di kasur yang mewah itu, kasur itu empuk terlihat di saat Leon berdiri.

Cukup jauh namun tidak terlalu jauh untuk ukuran kamar yang luas, terdapat sebuah meja di depan sana dan hanya satu-satunya hal yang memancarkan cahaya.

Leon menatap tempat itu.

Di mana aku, aku melihat meja dengan sebuah buku yang terbuka pada suatu halaman di sebelahnya ada banyak sekali kertas yang berserakan.

Kabut, itu seperti kabut? aku merasakan buku yang terisolasi dengan kertas tersebut mirip seperti diriku yang terisolasi dengan kabut yang tebal lalu di bagian paling ujung dan paling tinggi ada sebuah lampu yang cukup kuno.

Lampu itu cukup untuk menerangi meja yang mewah itu, meja putih dengan detail yang luar biasa dan buku yang mwmbuka sebuah halaman menunjukkan tulisan aksara kuno.

Leon berdiri, tetapi dia masih memegangi kepalanya yang berdenyut, memaksa untuk berjalan menuju meja wajahnya penasaran dan nyaris berhasil di sembunyikan.

"Apa ini?" Leon bertanya, lantai dingin menyentuh kaki Leon di saat dia melewati karpet yang terbuat dari bulu hewan langka dan menginjak lantai yang dingin.

Dia semakin mendekati meja itu, sebelum akhirnya membuat tumpuan dengan tangan kirinya yang menyentuh meja putih lalu meraih beberapa kertas sebelum pandangannya berpindah ke buku tersebut.

Apa ini? aku mengambil buku itu awalnya tulisannya aneh seperti aksara kuno yang berbentuk tidak jelas tidak sebanding dengan tulisan alphabet biasa.

Aku mencoba membuka lembaran lain dan hasilnya tulisannya tetap sama tetapi lampu cahaya di belakang mulai redup, kabut mulai muncul di sekitar diriku dan kepalaku mulai berdenyut lagi.

Berdenging kencang di saat aku menatap tulisan tersebut, penuh suara di otak dan telinga saya mulai terasa hampir pecah di saat saya mati-matian mempertahankan kewarasannya.

"Uhuk! Uhuk!" Batuk.

Aku meletakkan buku itu ke meja di mana tempat saya mengambil buku itu, di belakangnya tepat sebuah cermin dan saya baru menyadari keberadaan cermin itu di saat saya meletakan buku.

Apa?

Wajahku berubah?

Leon menatap cermin, dia tidak percaya dan mulai meraba-raba wajahnya dengan tangannya yang sedikit lembut itu, tidak seperti tangannya yang lama.

Apanya yang lama? Leon telah ber transmigrasi ke dunia lain dan tepat malam ini dia tersadar dan mulai menjelajahi sedikit dari dunia ini.

Mengapa? wajahku cukup tampan dan rambutnya cukup modern, saya rasa ini adalah penampilan yang cocok jika saya berpindah alam.

Leon memindahkan kursi dengan hati-hati sedikit jauh dari meja sebelum kepalanya yang mendekati cermin semakin dekat untuk melihat wajahnya dengan jelas.

"Ini muda." Seru Leon hati-hati dan samar.

Tunggu, mengapa aku setenang ini dalam kasus seperti ini? jika benar aku berpindah harusnya aku telah meninggalkan sebuah pertempuran yang luar biasa di dunia lama saya.

Sekali lagi Leon mengambil kertas di sana, lupa bahwa pikirannya akan kusut jika dia membaca kembali tulisan kuno tersebut, tapi kali ini tidak seperti itu.

Aku bisa membacanya? bahkan dengan lancar aku bisa membacanya, saya menunggu untuk menahan rasa sakit yang sama tetapi itu tidak ada dan yang ada saya bisa membacanya.

Spe.... Sperum?

Kota, oh ya ngomong-ngomong siapa nama saya di sini ya? saya penasaran tetapi ada hal yang akhirnya sedikit terlewat, aku cukup senang di sini.

Aku meletakkan satu kertas lalu mengambil satu kertas lain dengan asal, mataku tertuju pada kertas itu dan langsung melihat biodata diriku tertulis di sana dengan tulisan tangan.

Nama : Wein Arcveil

Umur : 16 Tahun

Pendidikan : Besok akan masuk Akademi Aetheris.

Hobi : Berpedang mungkin?

Apa ini? oh tapi namanya Arc... Arcveil ya dan panggilannya Wein.

Nama yang keren dan kuno tetapi aku menyukai nama yang elegan seperti ini, kali ini aku melihat sesuatu yang lebih menarik perhatian saya.

Saya menurunkan sedikit kertas yang berisi biodata dan tepat di depan pandangan saya terdapat sebuah senjata yang mengkilap dan di lapisi beberapa garis tebal dengan warna emas yang murni.

Leon sungguh penasaran, dia menatap tajam ke arah revolver tua dengan mekanik yang tua jika di bandingkan dengan senjata modern di dunia lama Leon.

Sebuah revolver di atas meja, jika kita melihat peraturan dunia sudah pasti di beberapa negara senjata api akan di larang tetapi beberapa orang kaya tetap menggunakannya untuk mempertahankan diri.

Di dunia lama saya juga seperti itu, orang kaya memiliki senjata api yang cukup banyak di rumah besar mereka lalu orang miskin akan di tahan di penjara jika mereka memiliki snenata di rumah mereka walaupun mereka tetap memiliki surat izin resmi dari pemerintah.

Leon mengangkat senjata itu, melamun lalu meletakkan revolver tua itu di meja sebelum mengambil peluru emas yang kecil.

Ini cukup kecil untuk revolver, di dunia lamaku peluru revolver cukup besar untuk sekaliber pistol tetapi di dunia ini bahkan peluru revolver ini lebih kecil dari 9mm

Saya rasa pistol bukanlah senjata yang begitu kuat, tetapi cukup berguna jadi saya mengumpulkan peluru yang berserakan di meja, cukup panas tetapi revolver ini rasanya seperti tidak pernah di gunakan.

Senjata yang mahal.

'Arcveil' Tertulis di grip revolver, tertulis dengan alphabet latin dan jelas ini pasti senjata turunan yang terus di miliki setiap keturunan bangsawan.

Pistol ya.

Ini elegan, saya semakin penasaran dan mengambil revolver itu, memutar nya di tangan saya kemudian aku membuka magasin yang berputar itu lalu memasuki satu persatu peluru itu di magasin nya yang bulat.

Tunggu, saya tersadar kemudian meletakkan revolver itu setelah diri saya tertarik keluar dari kenyamanan pistol kecil yang elegan itu, saya mencari kertas di tumpukan kertas yang sudah saya rapihin.

Menggeser satu persatu kertas laku mengambil kertas yang berisi biodata itu setelah beberapa tumpukan kertas lain yang tidak cukup jauh.

"Wein.... 16 Tahun... Pendidikan.... Nah ini, dia akan masuk Akademi besok?" Saya membuka mulut saya.

Menghela napas cukup panjang di saat ide untuk belajar giat muncul di kepala saya, akademi dan besok saya akan hadir di hari pertama sekolah dan saya sadar tidak mengetahui kemampuan dunia ini.

Tetapi saya cukup tenang, tidak seperti dunia sihir atau saya saja yang belum terlalu mempelajari dunia ini.

"Gawk! Gawk! Gawk!" Suara gagak yang terdengar jelas, Leon segera mengambil langkah mundur karena terkejut dia segera mencari sumber suara yang dekat itu.

Dia mencambuk pandangannya, akhirnya setelah menjelajahi ruangan dia melihat siluet hitam kecil yang cukup besar dan burung gagak itu seperti memanggil saya dari belakang hordeng yang cukup besar itu.

Jendelanya terbuka, jadi memungkinkan burung gagak bisa masuk ke dalam kamar saya tidak terlalu memikirkan burung gagak tetapi dia menunjukkan ke anehan yang luas.

"Leon! Tidak Wein! Wein." Burung gagak itu berbicara dengan lancar, menyebut nama saya sebelum menyebutkan nama Wein lalu sekali lagi dia berbunyi. "Wein... Kesini! Kesini!"

Suaranya cukup nyaring.

Leon melangkah ke arah sumber suara itu, dia segera berjalan dengan hati-hati karena burung itu cukup mengganggu dengan kehadirannya.

"Wei... "

"Sssttt!!!" Leon memotong, Wein melangkah ke sana mendekati gagak sambil menyuruh burung gagak itu untuk diam sebentar.

Cukup besar masalahnya jika seseorang menyadari beberapa hal di sini, Wein hidup bersama adik perempuannya dan bibi yang terkadang ada di rumah besar Arcveil.

Wein takut akan adiknya yang terganggu walaupun aku tidak tahu di mana keberadaan rumahnya.

Sudah semakin dekat, angin mulai mendorong hordeng dan hampir menyentuh kulitku saat saya menangkap hordeng yang tertidur angin dan mengikatnya dengan tali.

Ini cukup menganggu.

Saya terkejut bahkan takut di saat seekor burung gagak memanggil nama saya bahkan bulu punggung sempat merinding di saat kesalahan penyebutannya.

Leon membuka mulutnya, dan bertanya. "Ada apa?" Dia menyilangkan tangannya di dada dan menatap ke arah burung gagak itu.

Se akan berbicara dengan manusia burung gagak itu segera melompat dan berdiri di pundak Wein yang kemudian bersandar di sana.

"Kau... telah ber transmigrasi." Kata burung itu menusuk telinga saya di saat dia bahkan tahu kebenaran yang masih ragu di otak saya.

Sudah pasti, siapa yang tidak akan bertanya dari mana dia mengetahuinya hal itu bukan?

"Dari mana kau mengetahui hal itu?"

"Seseorang!"

Apa? Leon menutup matanya lalu membuka kembali wajahnya yang sudah di perbaiki dan kembali sadar.

"Baiklah jika kau tidak ingin memberitahu, tapi apa tujuanmu mendatangi ku?"