Di bawah cakrawala yang mulai meredup, Desa Feng tampak damai seperti biasanya. Rumah-rumah kayu sederhana berdiri kokoh, dikelilingi ladang hijau yang subur. Sungai kecil mengalir jernih di tengah desa, menjadi sumber kehidupan bagi para penduduknya.
Di tepi sungai, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun berdiri dengan pedang kayu di tangannya. Matanya menatap pantulan dirinya di air dengan penuh tekad.
Dialah Feng Zhenyu.
Meski masih muda, ia sudah menunjukkan ketahanan dan kegigihan yang tidak biasa. Setiap pagi sebelum matahari terbit, ia akan berlatih di halaman rumahnya, meniru gerakan pedang yang diajarkan oleh ayahnya, Feng Tianhai, seorang pemburu desa yang tangguh.
"Zhenyu! Kau latihan lagi? Istirahatlah sebentar!" seru seorang anak perempuan dari kejauhan.
Dia adalah Bai Xueyin, sahabat masa kecilnya. Rambutnya panjang dan hitam berkilau, dengan wajah cerah penuh keceriaan.
"Aku harus menjadi lebih kuat," jawab Zhenyu tanpa menghentikan gerakannya.
Xueyin menggeleng dan mendekatinya. "Latihan itu penting, tapi kau juga harus bermain. Ayolah, teman-teman sedang berkumpul di alun-alun desa."
Zhenyu menatap Xueyin sejenak, lalu menghela napas. "Baiklah."
Mereka berlari ke pusat desa, di mana beberapa anak lain sedang bermain lempar batu dan bersembunyi di balik tong-tong kayu. Warga desa yang lebih tua tersenyum melihat mereka, menikmati kehangatan suasana sore.
Seorang kakek tua, Paman Zhou, duduk di bawah pohon besar sambil menghisap pipa tembakaunya. "Zhenyu, kau harus lebih sering bergabung dengan anak-anak lain. Hidup bukan hanya soal bertarung, kau tahu?" katanya sambil terkekeh.
Zhenyu tersenyum kecil. "Aku tahu, Paman Zhou."
Namun, jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa dunia tidak seaman yang mereka pikirkan.
Percakapan dengan Ayah
Malam itu, setelah makan malam sederhana bersama keluarganya, Feng Zhenyu duduk di depan rumah bersama ayahnya. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore.
"Zhenyu," kata Tianhai sambil menatap bintang-bintang di langit, "kau tahu mengapa aku selalu melatihmu menggunakan pedang?"
Zhenyu mengangguk. "Agar aku bisa menjadi kuat dan melindungi yang lemah."
Tianhai tersenyum tipis. "Benar. Tapi lebih dari itu, dunia ini penuh dengan bahaya yang tidak kau ketahui. Kau harus siap menghadapi apa pun."
Zhenyu menatap ayahnya dengan penuh tekad. "Aku akan menjadi kuat, Ayah. Aku berjanji."
Liu Mei, ibunya, yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum lembut. Ia berharap kehidupan damai ini bisa bertahan selamanya.
Namun, takdir berkata lain.
Malam yang Mengubah Segalanya
Langit yang seharusnya cerah tiba-tiba menjadi gelap. Awan hitam menggantung di langit, dan angin dingin bertiup kencang.
Tiba-tiba, teriakan menggema dari gerbang desa.
"Bahaya! Kita diserang!"
Zhenyu terbangun dengan jantung berdebar. Dari jendela rumahnya, ia melihat cahaya merah membara. Api mulai melahap beberapa rumah, dan sosok-sosok berjubah hitam muncul dari bayangan, membawa pedang berkilat merah.
Bukan bandit biasa.
Mereka adalah pembunuh bayaran dari sekte gelap.
Tianhai segera mengambil pedangnya dan bergegas keluar. "Mei! Lindungi Zhenyu!"
Ibunya menggenggam tangan Zhenyu erat. "Jangan bergerak, Nak."
Namun, Zhenyu menolak hanya berdiam diri. Dengan tangan gemetar, ia mengambil pisau kecil dan mengintip dari balik jendela.
Di luar, ayahnya bertarung mati-matian. Satu per satu musuh ditebasnya, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Seorang pria berbaju hitam dengan pedang bersinar merah darah maju ke depan.
"Pedang Pembelah Jiwa."
Hanya dengan satu tebasan, Tianhai terpental ke belakang, darah mengalir dari dadanya.
"AYAH!!"
Tangisan Zhenyu pecah saat melihat tubuh ayahnya roboh.
Ibunya menariknya ke dalam. "Kita harus pergi!"
Namun, musuh sudah masuk ke rumah mereka. Liu Mei berusaha melindungi Zhenyu, tetapi sebuah pedang menembus punggungnya.
"Zhe… nyu…" bisiknya sebelum jatuh ke tanah.
Zhenyu membeku. Tubuhnya gemetar, matanya melebar, dan dadanya sesak oleh emosi yang membakar.
Mereka telah mengambil segalanya darinya.
Dengan sisa tenaga, ia berlari keluar dari rumah yang terbakar, masuk ke hutan di belakang desa.
Pelarian ke Kegelapan
Zhenyu berlari tanpa arah. Kakinya berdarah karena tertusuk ranting tajam, tetapi ia tidak peduli. Hanya satu hal yang ada di pikirannya: aku harus bertahan.
Di kejauhan, dia melihat sebuah gua kecil. Dengan napas tersengal, dia masuk ke dalam dan menyembunyikan diri di balik bebatuan.
Dari luar, suara langkah kaki terdengar.
"Dia pasti ada di sekitar sini."
Zhenyu menahan napas. Tubuhnya gemetar ketakutan.
Setelah beberapa saat, suara itu menjauh.
Ia tersungkur ke tanah, menatap langit berbintang dari celah gua. Air matanya mengalir, tetapi hatinya sudah membatu.
"Aku akan menjadi kuat."
Bukan hanya untuk membalas dendam, tetapi untuk melindungi semua yang tersisa.
Di dalam gua itu, ia menemukan sesuatu—sebuah pedang tua yang tersembunyi di bawah reruntuhan batu. Pedang itu berkilauan samar dalam kegelapan, seolah menantinya untuk mengambilnya.
Dengan tangan gemetar, ia meraih gagangnya. Begitu menyentuhnya, semburan energi dingin mengalir ke tubuhnya.
Saat itu, Feng Zhenyu tidak tahu bahwa pedang ini akan menjadi saksi dari perjalanan panjangnya—sebuah perjalanan menuju kekuatan yang akan mengguncang dunia.