Chereads / MAHORAGA DI DUNIA BARU / Chapter 3 - Chapter 3: Tidur yang Dalam

Chapter 3 - Chapter 3: Tidur yang Dalam

**Chapter 3: Tidur yang Dalam**

Setelah mengalahkan monster itu, Hiroshi terhuyung-huyung, merasakan kelelahan yang luar biasa. Setiap serangan yang ia terima telah menguras energinya, tetapi rasa sakit itu juga memberinya kekuatan baru. Ia menatap monster yang tergeletak di tanah, tak berdaya, dan merasakan kepuasan yang mendalam. Namun, tubuhnya mulai terasa berat, dan pandangannya mulai kabur.

"Piko…" Hiroshi berbisik, tetapi suara itu terdengar samar. Ia merasa seolah-olah dunia di sekelilingnya berputar. Suara lonceng yang biasanya menenangkan kini terdengar jauh, seolah-olah menghilang ke dalam kegelapan.

Hiroshi berusaha untuk tetap berdiri, tetapi kakinya tidak mampu menahan beban tubuhnya. "Aku… harus… bertahan…" pikirnya, tetapi kata-kata itu semakin sulit untuk diucapkan. Dalam sekejap, ia merasakan tubuhnya terjatuh ke tanah, dan semuanya menjadi gelap.

Namun, alih-alih merasakan ketakutan, Hiroshi merasakan ketenangan yang aneh. Dalam kegelapan itu, ia merasa seolah-olah terlelap dalam tidur yang dalam. Suara lonceng berbunyi lagi, "Ting!" dan ia merasakan aliran energi yang familiar mengalir dalam dirinya.

Di dalam tidurnya, Hiroshi merasakan proses adaptasi yang luar biasa. Setiap luka yang ia terima, setiap rasa sakit yang ia alami, semuanya menjadi bagian dari pertumbuhan dan kekuatannya. Dalam keadaan setengah sadar, ia merasakan tubuhnya pulih, dan kekuatan baru mulai terbangun di dalam dirinya.

Waktu berlalu, dan saat Hiroshi terbangun, ia merasakan perbedaan yang signifikan dalam dirinya. Ia membuka matanya, dan cahaya matahari menyinari wajahnya. "Apa yang terjadi?" gumamnya, bingung. Ia melihat sekeliling dan menyadari bahwa ia masih berada di desa, tetapi suasana sudah tenang. Penduduk desa mulai berkumpul, menatapnya dengan rasa ingin tahu dan kekaguman.

Hiroshi bangkit perlahan, merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya. "Aku… aku masih hidup!" teriaknya, merasa semangatnya kembali membara. Ia merasakan setiap otot di tubuhnya terasa lebih kuat, lebih bertenaga. Namun, saat ia melihat ke arah tubuhnya, ia menyadari bahwa meskipun luka-lukanya telah sembuh, pakaiannya hancur lebur.

Pakaian yang dikenakannya robek di mana-mana, dan ia hanya mengenakan potongan kain yang tersisa. "Oh tidak, ini memalukan!" Hiroshi merasa wajahnya memerah, menyadari betapa anehnya penampilannya saat ini.

"Piko!" Hiroshi memanggil temannya, dan Piko segera melompat ke pelukannya, mengeluarkan suara ceria. Namun, Piko juga tampak terkejut melihat kondisi Hiroshi. "Kau baik-baik saja?" tanya Piko, meskipun Hiroshi tahu bahwa makhluk kecil itu tidak bisa berbicara.

Penduduk desa mulai mendekat, dan Hiroshi melihat ekspresi kagum di wajah mereka. "Kau telah menyelamatkan desa kami!" seru seorang pria tua dengan suara bergetar. "Kami berterima kasih padamu, pemuda!"

Namun, saat mereka melihat tubuh Hiroshi yang telah sembuh, mereka tertegun. "Lihat! Dia… dia sembuh dengan cepat!" seru seorang wanita, matanya melebar. "Apa yang terjadi padanya?"

Hiroshi merasa terharu. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan," jawabnya, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah awal dari petualangan baru. Dengan kekuatan yang baru ditemukan dan pengalaman yang berharga, ia bersiap untuk menghadapi tantangan berikutnya di dunia ini.

"Sekarang, aku butuh pakaian baru," Hiroshi berkata, tersenyum canggung kepada penduduk desa. "Apakah ada yang bisa membantu?"

Seorang wanita tua melangkah maju, tersenyum lembut. "Tentu, anak muda. Mari, aku akan memberimu beberapa pakaian yang bisa kau pakai."

Hiroshi merasa lega dan berterima kasih. Dengan bantuan penduduk desa, ia mendapatkan pakaian baru yang sederhana namun nyaman. Saat ia mengenakan pakaian itu, ia merasakan rasa percaya diri kembali.

"Terima kasih, semuanya," katanya, menatap penduduk desa dengan rasa syukur. "Aku tidak akan melupakan kebaikan kalian."

Dengan Piko di sampingnya, Hiroshi tahu bahwa perjalanan mereka baru saja.

Kehidupan di desa semakin ceria setelah Hiroshi berhasil mengalahkan monster yang mengancam. Penduduk desa merasa berterima kasih dan ingin merayakan keberanian Hiroshi dengan mengadakan pesta kecil-kecilan. Suasana penuh semangat dan kegembiraan menyelimuti desa saat mereka bersiap-siap untuk merayakan pahlawan kecil mereka.

"Bagaimana kalau kita mengadakan pesta di alun-alun desa?" saran Taro, petani yang selalu ceria. "Kita bisa memasak makanan, menyiapkan permainan, dan mengundang semua orang!"

"Setuju! Kita harus membuatnya spesial untuk Hiroshi!" seru Yuki, anak kecil yang selalu bersemangat. "Aku akan membantu membuat kue!"

"Dan aku akan membawa sayuran segar dari kebun!" tambah Ibu Suki, tersenyum lebar. "Kita bisa membuat salad yang enak!"

Hiroshi yang mendengar rencana itu merasa terharu. "Kalian tidak perlu melakukan semua ini untukku," katanya, tetapi penduduk desa bersikeras.

"Ini adalah cara kami untuk berterima kasih padamu, Hiroshi. Kau telah menyelamatkan desa kami!" kata Riku, mengangguk penuh keyakinan. "Kami ingin merayakan keberanianmu!"

Dengan semangat yang membara, penduduk desa mulai mempersiapkan pesta. Mereka mengumpulkan bahan-bahan, memasak makanan, dan menghias alun-alun dengan bunga-bunga berwarna-warni. Hiroshi membantu sebisa mungkin, tetapi ia juga merasa terharu melihat betapa pedulinya mereka.

Saat matahari mulai terbenam, alun-alun desa dipenuhi dengan aroma masakan yang menggugah selera. Tenda-tenda kecil didirikan, dan lampu-lampu berkelap-kelip menghiasi area tersebut. Penduduk desa berkumpul, menantikan kedatangan Hiroshi.

Ketika Hiroshi tiba di alun-alun, semua orang bersorak. "Hiroshi! Pahlawan kami!" teriak Kenji, melompat kegirangan.

Hiroshi tersenyum, merasa hangat di dalam hatinya. "Terima kasih, semuanya! Ini sangat berarti bagiku."

Taro melangkah maju, mengangkat gelas berisi minuman. "Mari kita angkat gelas untuk Hiroshi, pahlawan kecil kita! Tanpa keberaniannya, desa ini mungkin tidak akan selamat!"

Semua orang mengangkat gelas mereka dan bersorak, "Untuk Hiroshi!"

Hiroshi merasa terharu. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Kalian semua adalah pahlawan sejati karena kalian saling mendukung satu sama lain."

Setelah itu, mereka mulai menikmati makanan yang telah disiapkan. Salad segar, kue manis, dan berbagai hidangan lezat lainnya memenuhi meja. Hiroshi mencicipi setiap hidangan, dan semua orang tertawa dan berbagi cerita.

"Ceritakan lagi tentang pertarunganmu melawan monster itu!" pinta Yuki, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

Hiroshi tersenyum, mengenang kembali momen itu. "Baiklah, jadi saat itu aku merasa sangat takut, tetapi aku tahu aku harus melindungi desa. Ketika monster itu menyerang, aku berusaha untuk tetap tenang dan beradaptasi dengan setiap serangannya…"

Penduduk desa mendengarkan dengan penuh perhatian, terpesona oleh cerita Hiroshi. Mereka tertawa dan bersorak saat ia menceritakan bagaimana ia berhasil mengalahkan monster itu.

Setelah makan, mereka mengadakan permainan. Anak-anak berlari-lari, bermain bola, dan mengadakan lomba lari. Hiroshi ikut serta, merasakan kebahagiaan yang tulus. Ia berlari bersama Kenji dan Yuki, tertawa dan bersenang-senang.

Saat malam tiba, penduduk desa berkumpul di sekitar api unggun. Suara nyanyian dan tawa mengisi udara. Hiroshi duduk di tengah-tengah mereka, dikelilingi oleh teman-teman barunya.

"Terima kasih telah mengadakan pesta ini untukku," kata Hiroshi, merasa sangat bersyukur. "Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian."

"Ini adalah cara kami untuk merayakan keberanianmu, Hiroshi," jawab Ibu Suki, tersenyum. "Kami semua adalah keluarga di sini, dan kami akan selalu saling mendukung."

Hiroshi merasa hangat di dalam hatinya. Ia tahu bahwa ia telah menemukan tempat yang tepat untuk dirinya. Dengan Piko di sampingnya, Hiroshi merasa siap untuk menghadapi tantangan apa pun yang akan datang, bersama dengan keluarga barunya di desa ini.

Pesta itu berlanjut hingga larut malam, dan saat bintang-bintang bersinar di langit, Hiroshi ingin ini bertahan cukup lama.